Extra Chapter 05

1.2K 137 80
                                    

Delapan Tahun Kemudian....

Nuraga mengernyit saat ia melihat Ishna dan Jantra pulang dengan dijemput oleh salah seorang anggota terdekatnya, Lettu Alit

"Izin, Ndan, Ibu dan Mas Jantra sudah kami bawa dengan selamat," ucap Alit seraya memberikan hormatnya pada Nuraga. Kini Nuraga tengah menjabat sebagai wakil komandan detasemen jalamangkara. Ia baru saja dipindah tugaskan ke Lampung dan baru saja melaksanakan serah terima jabatan dengan wakil komandan terdahulu yang dipindah tugaskan ke Sulawesi.

"Itu kenapa ibu mukanya asem betul? Ada cerita sama kamu, Lit?" tanya Nuraga setengah berbisik.

Alit mengernyit. "Izin, Ndan, sepertinya marah sama Mas Jantra, Ndan. Saya tidak berani bertanya."

Nuraga membulatkan bibirnya seraya menepuk pundak Lettu Alit saat ia hendak meninggalkan kediaman Nuraga.

Ia menatap putra sematawayangnya sejenak yang tampak sudah berganti pakaian dan sedang asyik memainkan pesawat tempur pemberian om tercintanya Sadewa yang kini bertugas di Madiun sebagai seorang pilot pesawat tempur.

Nuraga mengusap puncak kepala putranya itu sebelum akhirnya menghampiri Ishna yang sedang sibuk di dapur. Nuraga memeluk pinggang Ishna dan memeluknya erat. Ia juga membenamkan wajah di ceruk leher Ishna, lalu mengecupnya lembut.

"Mas, aku lagi masak!" ucap Ishna sedikit kesal.

"Kamu kenapa uring-uringan. Mas perhatikan daritadi diam saja. Marah?"

Pertanyaan sederhana itu membuat Ishna kembali mengembuskan napas panjang. Ia meletakkan pisaunya dan membalikkan tubuh menghadap Nuraga.

"Tadi wali kelasnya bilang kalau Jantra tadi siang berantem lagi. Kali ini sama kakak kelasnya, " jawab Ishna kesal.

Nuraga mengernyit. "Terus, Jantra menang nggak?"

Ishna memicingkan matanya dan menatap Nuraga sedikit kesal. "Mas Aga, nih! Kasih tahu kek anaknya biar nggak suka berantem, ini malah ditanya menang atau enggak. Dia, sih, nggak kenapa-kenapa, tetapi lima orang kakak kelasnya babak belur!"

Mendengar itu Nuraga tertawa. "Wah, dia tambah jadi jagoan aja sekarang."

"Bukan masalah jagoan, Mas! Ini permasalahannya Jantra, kan, baru saja pindah sekolah, masa sudah dapat julukan negatif," ucap Ishna kesal.

Nuraga mengusap puncak kepala Ishna, lalu mengecup pipi sang istri lembut.

"Biar mas kasih tahu nanti."

"Kasih tahu yang bener!"

"Lho, selama ini mas juga kasih tahu yang bener, Sayang. Mas kadang kasihan kalau lihat Jantra, dia kesepian. Dokter juga larang kamu hamil lagi karena tulang punggungmu, kalau mas lihat, Jantra mungkin butuh teman main. Melihat dia yang beberapa kali sudah pindah sekolah, pasti agak sulit menemukan teman main."

Ishna mengembuskan napas panjang. Ia menatap Jantra yang sedang asyik bermain sendiri sebelum tatapannya kembali mengarah pada Nuraga.

"Aku lanjutin masak, mas mending nasehatin Jantra biar agak bisa menjaga emosinya."

Nuraga mengangguk. Pria itu kembali menghampiri Jantra dan duduk tepat di samping puteranya.

"Ikut papa, yuk."

Jantra mendongak, lalu menatap Nuraga heran. "Kemana, Pah?"

"Sudah. Bereskan saja dulu mainannya, terus kita jalan."

Jantra dengan cekatan membersihkan mainan yang semula berserakan dan segera berlari menghampiri Nuraga yang sudah berada tepat di atas motor maticnya.

"Papa mau ajak Jantra kemana?"

GALVASKA √ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang