Chapter 06 - Funeral

691 111 34
                                    

"Selamat malam, izin memperkenalkan diri, nama saya Keenan Barsena, saya ditugaskan untuk melakukan pengamanan sepanjang acara pemakaman Komjen Fery esok pagi, " ucap Keenan memperkenalkan diri.

"Terima kasih, Nak Keenan. Nak Keenan sudah banyak sekali membantu dan memudahkan semua hal yang berkaitan dengan kasus bapak," ucap Lydia, istri Komjen Fery.

Keenan mengangguk tegas. "Doakan kami, Ibu, semoga semua penyelidikan ini dapat berjalan dengan baik," ucap Keenan lembut.

Lydia mengangguk sebelum akhirnya kembali di baringkan di atas ranjangnya dan mengenakan infus serta oksigen. Sejak kematian Komjen Fery, kondisi Lydia semakin menurun. Sedih dan syok. Kondisinya belum juga membaik sampai saat ini.

"Sebenarnya bagaimana perkembangan kasus dari papa kami? Apa benar masih belum menemukan titik terang?" tanya Kevara dengan netra berkaca-kaca. Wanita itu sering sekali mendapat teguran dari banyak orang lantaran kurang mampu mengatur emosinya.

"Tenang, Kev, jangan terbawa emosi. Tahan emosi lo sampai upacara pemakaman papa selesai," ucap Keysa putri pertama Komjen Fery.

Keenan mengangguk, lalu tatapannya beralih pada Kyra yanh berjalan turun dari tangga tepat di belakang Keysa. Melihat pandangan Keenan beralih, Keysa yang paham pun ikut menoleh ke belakang. Adik bungsunya itu memang memiliki pesona lebih dibandingkan dengan kedua kakaknya. Wajah mereka sama-sama cantik, hanya saja Kyra jauh lebih beraura dibanding dengan kedua kakaknya.

"Kalian belum pernah bertemu, bukan? Perkenalkan, ini adik bungsu kami, Kyra. Selama empat tahun terakhir ini dia bersekolah di Amerika dan sengaja meninggalkan wisudanya karena ingin mengantarkan papa ke peristirahatan yang terakhir. "

Keysa kemudian menggandeng tangan Kyra dan memeprkenalkannya pada Keenan.

"AKP Keenan yang jadi komandan penjagaan di sini, Ky. Lo temani dulu, biar kakak menyambut beberapa pelayat lainnya" ucap Keysa sebelum meninggalkan tempat.

Keenan mengangguk. Ia tersenyum kikuk menatap Kyra, tetapi Kyra hanya bersikap biasa saja.

"Sebenarnya bagaimana kasus papa saya bergulir? Sulit sepertinya, ya? Ditambah lagi ada upaya penembakan bapak presiden dan pelakunya masih buron," ucap Kyra memecah keheningan.

Keenan menatap Kyra seraya tersenyum tipis.

"Anda mengikuti berita juga rupanya, Nona," ucap Keenan.

Kyra mendengus, lalu tertawa. "Berada di luar negeri bukan berarti meninggalkan berita di negeri sendiri, kan. Saya hanya berharap, Anda sebagai institusi yang berwenang mengusut masalah ini segera dapat menemukan titik terang. Saya dengar kabar jika pelaku penembakan papa saya adalah orang yang sama dengan yang melakukan upaya pembunuhan terhadap presiden?" tanya Kyra lirih.

Keenan mengangguk. "Dari olah TKP dan peluru yang ditemukan di kepala Komjen Fery saat autopsi menunjukkan jika itu berasal dari senjata yang sama seperti yang di temukan di tempat kejadian upaya penembakan presiden,"ucap Keenan tegas.

Kyra mengangguk. Ia mengembuskan napas kasar. Tatapannya menerawang jauh ke depan.

"Saya pikir penembakan semacam ini hanya ada di film-film, ternyata hal ini justru menimpa ayah saya sendiri," ucap Kyra dengan suara yang bergetar.

Keenan menoleh, menatap Kyra dengan begitu lembut. Ia memberanikan diri menyentuh pundak Kyra. "Saya turut berduka, Nona," ucapnya lembut.

Kyra mengernyit. Ia segera menyingkirikan pundaknya dan sedikit menjauh.

"Tolong, jangan berlebihan, Tuan!" ucapnya tegas.

Keenan menelan salivanya susah payah setelah itu menatap punggung Kyra yang berjalan kembali ke lantai atas. Keenan berjengit kaget saat mendengar suara ponsel pribadinya.

GALVASKA √ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang