Chapter 16 - Envious

637 112 54
                                    

"Jadi orang yang kemarin gantung diri itu tidak murni bunuh diri, Dokter?" tanya Ishna saat ia menemui Dokter Nindia dalam sela-sela waktu kerjanya.

Dokter Nindia menggeleng. "Orang dengan kasus bunuh diri terlebih dengan gantung diri, biasanya mereka memiliki fraktur atau patah di batang lehernya. Namun, dalam kasus mayat 224 itu tidak ada indikasi fraktur leher yang menjadi penyebab utama kematiannya. Justru penyebab utama kematiannya adalah karena hal lain."

Ishna mengernyit, menatap Dokter Nindia dengan saksama. "Maksud dokter?"

Dokter Nindia membenahi posisi duduknya dengan kedua tangan ia letakkan di atas meja. Ia melepaskan kacamatanya dan menatap Ishna dengan saksama.

"Dalam kasus bunuh diri, kita biasa mengkategorikan menjadi dua, yaitu pertama, bunuh diri murni dan yang kedua orang tersebut dibunuh terlebih dahulu baru kemudian oleh si pelaku digantung agar menimbulkan kesan korban tewas karena bunuh diri. Dalam kasus ini, dari hasil pemeriksaannya kecenderungan tewasnya korban adalah karena sebab kedua. Korban dibunuh setelah itu baru di gantung.

"Dari hasil olah TKP, tim forensik menemukan bekas muntahan korban yang sudah dibersihkan, tetapi kami menemukan sedikit sekali cairan yang menurut kami mencurigakan. Setelah di lakukan uji dan pemeriksaan oleh toksikologi, kami akhirnya menemukan fakta jika korban mengalami keracunan. Jenis racun yang digunakan berdasarkan penelitian organ lambung, usus, dan kulit perut adalah arsenik.

"Kemungkinan pelaku sangat profesional karena nyaris tidak meninggalkan sedikit pun barang bukti. Namun, sekali lagi di dunia ini tidak ada kejahatan yang sempurna. Sedikit bekas muntahan saja dapat memberikan petunjuk bagi kami. Apa orang itu adalah orang penting dalam sebuah kasus tindak pidana? Seperti dia saksi atau korban tindak pidana tertentu?" tanya Dokter Nindia.

Ishna membulatkan matanya. "Saya belum menetapkan orang itu sebagai saksi, Dokter. Rencananya saya dan rekan saya baru akan meminta keterangannya berkaitan dengan kasus percobaan pembunuhan terhadap presiden. Dia dan satu temannya yang mayatnya ditemukan di bantaran sungai itu adalah orang yang tercatat bertugas pada saat kejadian upaya pembunuhan itu, " jawab Ishna lirih.

Dokter Nindia mengernyit. Ia kemudian menegakkan posisi tubuhnya dan menatap Ishna dengan saksama.

"Anda sedang menyelidiki orang ini?"

Ishna menggeleng. "Belum. Tepatnya saya baru akan menanyakan lebih lanjut mengenai apa yang dia ketahui saat hari itu. Karena dia dan rekannya sedang bertugas. Rekannya tewas dengan luka tembak, tetapi mayatnya ditemukan di bantaran sungai yang berjarak tidak jauh dari rumah korban gantung diri itu," jawab Ishna pelan.

Dokter Nindia membuang napas panjang.

"Saya tidak ingin mencampuri urusan kamu dan soal penyidikan, tetapi jika melihat dari apa yang terjadi, sepertinya orang ini tidak ingin kasusnya terungkap. Dan kamu, sebaiknya lebih berhati-hati lagi mulai sekarang. Saya dengar kamu juga meminta laporan kecocokan peluru yang ditemukan di kepala Komjen Fery, di kepala pengawal presiden, dan di leher korban kemarin, bukan? Jika orang yang menginginkan kasus ini hilang tahu sepak terjangmu, nyawamu bisa terancam, Ipda Ishna," ucap Dokter Nindia tegas.

Ishna membulatkan matanya, tetapi ia sudah pasrah. "Saya tahu resiko dari perbuatan saya, Dokter. Saya hanya ingin mengungkapkan kebenaran. Saya ingin mengumpulkan bukti-bukti yang saya butuhkan untuk melihat kasus ini lebih terang lagi, Dokter."

Dokter Nindia mengangguk. Ia kemudian memberikan sebuah amplop cokelat kepada Ishna. "Ini hasil uji peluru yang kamu minta, Ipda Ishna."

Ishna segera membuka amplop tersebut. Ia mengernyit. "Apa maksudnya ini, Dokter? Ada dua peluru dengan ukuran dan berat yang sama sementara satu peluru berbeda?" tanya Ishna cepat.

GALVASKA √ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang