Chapter 21- The Real Big Boss

652 102 40
                                    

"Lo kenapa lepas pelacaknya, Kampret! Denver bingung setengah mati nggak denger kabar dari lo!Gue apa lagi! Gue takut lo cuma pulang nama doang,Ga!" ucap Gavin saat melihat Nuraga dan Ishna sampai di rumah kediaman Ishna.

Nuraga hanya diam. Ia berjalan perlahan menuju ke loteng rumah tanpa mempedulikan ucapan Gavin.

"Dia kenapa? Kok, kayak mayat hidup gitu?" tanya Gavin kemudian.

Ishna mengembuskan napas panjang. Ia berjalan meraih kotak P3K untuk mengobati luka di perutnya.

"Brigjen Airlangga ... tutup usia."

Semua orang diam di tempatnya. Tidak ada yang bersuara kecuali hanya terdengar suara helaan napas.

"Kok, bisa?" tanya Kyra pelan.

Ishna menatap gadis muda di hadapannya itu sejenak. "AKP Keenan nembak beliau. Mas Aga jadi merasa bersalah karena masalah ini. Dia minta saya untuk menangkapnya dan dia berniat mengakui semua perbuatan yang tidak ia lakukan," ucap Ishna dengan suara berat.

Gavin menahan napasnya. Ia menatap ke atas tempat Nuraga berada.

"Sampai sekarang kita belum berhasil membuka file terakhir. Menurut saya, di file terakhir itu kita bisa tahu siapa Big Bos yang sering mereka sebut itu. Di beberapa percakapan terlihat mereka menyebut nama bigbos berulang-ulang. Saya dan Gavin mengasumsikan jika dalang dari semua masalah ini adalah big bos," ucap Denver.

Ishna menatap Denver sejenak sebelum kembali mengembuskan napasnya.

"Buka saja dulu semua berkasnya. Berusahalah sedikit lagi, Denver. Saya memiliki keyakinan jika tujuan kita semakin dekat," ucap Ishna tegas.

"Bang Aga gimana?" tanya Kyra lagi. Gadis itu tampak menggigiti kukunya seraya memeluk boneka serigala putih di  depan tubuhnya.

"Nanti saya coba bicara dengan Mas Aga. Dia masih punya waktu 24 jam lagi sebelum harus kembali ke markas angkatan lautnya," ucap Ishna pelan.

Gadis itu membawa kotak P3K ke atas loteng. Ia berhenti sejenak di depan pintu kamar loteng yang tertutup. Ishna mengembuskan napas pelan sebelum mengetuk pintu kamar tersebut. Merasa tidak mendapat jawaban, Ishna memberanikan diri memutar knop pintu kamar tersebut.

"Mas Aga," ucap Ishna lirih. Ia mengedarkan pandangan ke segala arah. Ia terkejut saat pintu genteng di atas loteng terbuka. Ia mengikuti arah tangga itu dan melihat Nuraga sedang duduk tepat di atas genteng dengan memeluk kedua kakinya. Tatapan pria itu tampak kosong.

"Di sini rupanya," ucap Ishna seraya naik dan duduk tepat di samping Nuraga.

Nuraga tidak menanggapi. Pemuda itu hanya diam dengan pandangan lurus ke depan dan tatapan kosong. Perlahan Ishna menyentuh jemari Nuraga, membuat pemuda itu menoleh dengan mata sayunya.

"Aku obati luka mas," ucap Ishna sebelum akhirnya mengulurkan tangan mengusap kepala Nuraga yang masih mengeluarkan darah segar.

"Nggak perlu. Luka ini nggak sakit, kok," ucap Nuraga datar.

"Walau nggak sakit harus dibersihkan, Mas biar nggak infeksi. "

Nuraga menoleh menatap Ishna. Ia membiarkan Ishna mengusap dan membersihkan darah di area kepala, wajah dan lehernya. Ishna tiba-tiba menjengit kaget saat mendapati Nuraga menggenggam jemarinya.

"Tidak perlu, Ishna. Saya tidak apa-apa," ucap Nuraga datar. Pandangannya kembali beralih ke depan. Tatapannya benar-benar kosong.

"Mas, saya tahu kehilangan orang tercinta itu sulit. Namun, sekarang mas masih harus berjuang untuk memulihkan nama baik mas, untuk mencapai tujuan mas. Kita tinggal selangkah lagi, Mas, " ucap Ishna dengan netra berkaca-kaca menatap tepat di kedua mata hazel milik Nuraga.

GALVASKA √ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang