Extra Chapter 02

682 109 26
                                    

"Nuraga belum kasih kabar, Mbak?" tanya Gavin saat mereka berkesempatan sarapan bersama pagi ini.

Ishna sudah sejak tiga hari yang lalu tampak murung dan terus memandangi ponselnya. Sudah hampir satu minggu setelah Nuraga pergi bertugas, Ishna belum juga mendapatkan kabar apa pun dari suaminya itu. Padahal menurut pemberitaan terkini, Presiden dan Ibu Negara bahkan sudah bertolak dari negara berkonflik itu.

Ishna mengembuskan napas kasar. Ia memandangi foto pernikahannya pada layar ponselnya.

"Dia itu pasukan khusus, Mbak, kalau nggak kasih kabar wajar. Kalau menurut berita, kunjungan presiden ke negara perang itu tidak berlangsung lama. Hanya semalam, kan?Ini kabarnya presiden sudah bertolak kembali ke tanah air," ucap Gavin seraya mengunyah bakwan.

Ishna mengangguk. "Semoga setelah ini segera mendapat kabar baik," jawab Ishna lirih.

Gavin mengangguk. Ia kembali tersenyum seraya menatap layar ponselnya. Hubungannya dengan Naraya juga berjalan lancar meski Naraya sedang menjalani kuliahnya di Jogjakarta.

"Lagi chatingan sama Nara, ya?"

Gavin tersenyum malu, lalu mengangguk.

"Kamu serius ya, sama Nara?" tanya Ishna seraya tersenyum.

Gavin mengangguk mantap. "Serius dong, Mbak. Papa dan mamanya sudah setuju, kedua kembarannya juga nggak keberatan. Mereka justru welcome sama saya waktu kita janjian ketemu di Jogja kemarin. Yang jadi masalah cuma satu. Nuraga. Dia belum juga kasih restu," jawab Gavin dengan mulut penuh.

"Soalnya kamu berengsek, kan?"

Gavin tersedak salivanya sendiri saat mendengar Ishna berkata demikian, sementara itu Ishna justru tertawa puas.

"Mbak Ishna kayaknya udah ketularan Nuraga, nih. Aku berengseknya udah dulu,Mbak. Sekarang udah tobat. Sumpah!" ucap Gavin seraya mengacungkan dua jarinya membentuk huruf V.

Ishna tersenyum, tetapi senyumnya mendadak luntur  saat radio komunikasinya berbunyi.

"Ipda Ishna dan Bripda Gavin ditunggu kehadirannya di ruang AKBP Agus."

Gavin dan Ishna saling menatap sebelum akhirnya menyantap sarapannya dengan cepat dan bergegas menuju ruang kerja kepala divisi tersebut.

"Menurut informasi intelejen, buronan teroris ini menuju pelabuhan, ditakutkan dia akan ikut menyeberang ke negara tetangga. Sebelum itu terjadi, kita harus mampu meringkusnya. Hidup atau mati!"

AKBP Agus menampilkan profil buronan yang dimaksud.

"Dia bernama Ali alias Indra yang menjadi buronan polisi sejak satu tahun  yang lalu. Di kabarkan dia adalah otak dari serangkaian pengeboman di Bali satu tahun yang lalu. Ketiga rekannya sudah berhasil di amankan. Sementara Ali masih berkeliaran. Ditakutkan Ali membawa bom rompi di dalam tubuhnya dan tas yang juga berisi bom. Dia sering menyamar sebagai ibu hamil dan wanita bercadar untuk mengelabuhi petugas. Sisir lokasi dengan saksama dan lumpuhkan segera!"

Perintah itu disahuti siap oleh Gavin dan Ishna serta beberapa anggota lain yang juga ditugaskan ke tempat yang sama.

Mereka bergegas menuju mobil patroli untuk segera melaju ke pelabuhan mengejar buronan bernama Ali itu. Gavin kini bertugas mengendarai mobil tersebut. Sementara Ishna menjadi satu-satunya wanita dalam tim pengejaran itu.

"Kau yakin sudah baikan? Bisa saja kita akan berduel dengan buronan ini, jangan sampai buronan ini lolos gara-gara kamu yang berjalan terlalu lambat," ucap Fery ketus. Dia pimpinan tim yang menggantikan AKP Keenan .

Ishna tersenyum kecut. Ia memilih diam ditempatnya seraya mengetikkan sebuah pesan singkat pada Nuraga.

Ishna bergegas menonatifkan segera ponsel pintarnya. Ia tidak ingin konsentrasinya terpecah hanya karena suara notifikasi atau dering telepon.

GALVASKA √ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang