Chapter 13 - Anger

690 119 111
                                    

"Pak Airlangga, saya sungguh tidak menyangka jika Anda memilih untuk membela anak sendiri daripada berusaha kooperatif untuk menyerahkan putra Anda kepada pihak yang berwajib. Upaya Anda melindungi buronan itu bisa menjadi salah satu indikasi adanya motif obstruction of justice¹.

"Saya tahu Anda adalah salah seorang polisi yang berdedikasi tinggi terhadap negara dan institusi, tetapi keterlibatan Anda melindungi tersangka pembunuhan seperti ini, dalam sekejap sudah menghilangkan jasa Anda, dedikasi Anda, dan profesionalisme Anda selaku perwira tinggi polisi," ucap Irjen Adam saat ia memeriksa Airlangga di ruangannya.

Airlangga mendongak dan menatap Irjen Adam dengan sorot tajamnya.

"Berikan keterangan Anda mengenai hasil rekaman cctv ini?" lanjut Irjen Adam seraya menunjukkan hasil rekaman cctv di area apartemen yang berhasil di susun oleh tim investigasinya.

Airlangga menatap ke arah monitor televisi dan melihat gambaran dirinya yang baru saja turun dari mobil dan berbincang dengan Nuraga di basement apartemen.

Airlangga mengembuskan napas panjang, lalu kembali menatap Irjen Adam yang menatapnya penuh kesombongan.

"Tidak ada yang dapat saya jelaskan. Sudah jelas itu adalah saya," jawab Airlangga tegas.

Irjen Adam mengangguk. Ia tersenyum miring seraya menatap Airlangga dengan saksama, sebelum akhirnya ia memanggil petugas untuk memindahkan Airlangga ke dalam sel tahanan.

"Izin, Jenderal, banyak wartawan telah menunggu untuk konferensi pers di lantai bawah, " ucap Keenan usai memberi hormat pada Irjen Adam.

"Baik. Bapak Kapolri meminta saya yang merilis konferensi pers tersebut."

"Apa menurut Jenderal, Brigjend Airlangga mengetahui mengenai bukti-bukti dari Komjen Fery itu?" tanya Keenan pelan.

Irjen Adam menatap Keenan, lalu tersenyum miring. "Inilah cara untuk meredam hal yang tidak terduga. Kita tahu bagaimana kedekatan Brigjen Airlangga dan Komjen Fery. Tidak menutup kemungkinan jika Brigjen Airlangga juga memiliki akses untuk membeberkan bukti-bukti itu. Jika kita menahan dia di sini, tentu saja akan meminimalisir ruang geraknya, " jawabnya tegas sebelum berjalan menuju lift dan bersiap untuk melakukan konferensi pers.

Nuraga terkesiap saat melihat Airlangga masuk ke dalam tahanan yang sama dengannya. Tangan pria setengah baya itu pun juga diikat.

"Papa," desis Nuraga saat ia melihat petugas itu dengan kasar menghempaskan tubuh Airlangga ke dalam sel.

"Papa tidak apa-apa?" tanya Nuraga dengan mata berkaca-kaca saat berusaha membantu Airlangga untuk bangkit.

Airlangga menggeleng. Ia mengusap wajah Nuraga yang tampak babak belur dan tersenyum tipis. "Maafin papa. Papa belum bisa menolongmu keluar dari masalah ini. Sepertinya masalah ini kian sulit saja," ucap Airlangga lirih.

"Papa nggak salah, Aga yang salah. Maafin Aga karena sudah menyeret papa dan mengancam kedudukan papa juga," ucap Nuraga lirih.

Airlangga menggeleng. "Bagi papa, kebenaran seperapa pun sulitnya dan seberapa pun beratnya tetap harus diungkapkan. Sejak awal mereka sudah menyebarkan fitnah terhadap kamu dan menutupi kebenaran. Sehingga seluruh negeri ini hanya tahu kamu yang bersalah padahal mereka hanya menutupi kebobrokan mereka sendiri," ucap Airlangga tegas. Pria itu tampak menahan amarahnya.

"Untuk apa mereka juga mengusik papa? Mama dan adik-adik bagaimana?"

Airlangga mengembuskan napas panjang. "Papa minta pada mamamu untuk menghubungi KSAL dan membiarkan tim POM AL terlibat dalam penyelidikan kasus ini. Papa tidak bisa bergerak sendiri, Aga. Hanya itu satu-satunya cara bagi kita untuk mengungkapkan kebenaran.

GALVASKA √ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang