Chapter 25 - God Doesn't Sleep

655 117 35
                                    

"Sepertinya saya harus merayakan keberhasilan ini. Undang para menteri dan petinggi departemen, termasuk Panglima TNI dan Kapolri. Pesan makanan paling enak, kumpulkan teman-teman ajudan dan paspampres. Kita makan enak," ucap Presiden Latief pada ajudan pribadinya yang sedang sibuk mengemudikan mobil pribadi presiden.

Presiden Latief tampak semringah. Tersenyum seraya  bersenandung menatap keluar kaca jendela. Malam semakin larut, tetapi tidak menyurutkan niatnya untuk tetap terjaga. Ia melihat ponsel pribadinya. Menatap kiriman foto putrinya yang tinggal di luar negeri bersama dengan keluarga kecilnya.

Senyumnya kembali merekah. "Cucu saya sudah besar ternyata. Sudah bisa duduk sendiri," ucapnya seraya tersenyum. Ia mengirimkan beberapa pesan dan membalas pesan dari putranya yang lain. Kesibukan membuat Presiden Latief tidak dapat dengan leluasa menghabiskan waktu bersama keluarganya.

Abdul Latief : Masalahmu sudah selesai, Pak Bayu. Tidak perlu khawatir.

Ia mengirimkan pesan singkat kepada besannya, Bayu Tjokro usai berkirim pesan dengan kedua putra-putrinya.

Bayu Tjokro : Terima kasih, Pak Latief. Saya tidak bisa membalas kebaikan Anda.

Abdul Latief : Lusa sepertinya saya ada kunjungan ke Bali, jika memungkinkan saya akan mampir.

Bayu Tjokro : Baik, Pak Latief. Jikalau boleh, izinkan saya menyediakan tempat untuk pertemuan kita itu.

Presiden Latief kembali tersenyum. Ia menatap ajudan pribadinya dan berkata, "Saat ke Bali besok, ingatkan saya untuk menemui Pak Bayu Tjokro. Ada hal penting yang akan dia sampaikan."

Tak lama, Presiden Latief pun sampai di kediamannya. Ia turun dan berjalan menuju ke kamar tempatnya beristirahat.

Presiden Latief mengembuskan napas panjang. Ia sengaja terlebih dahulu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Mengguyur puncak kepala dan tubuhnya dengan air hangat.

Usai mengganti pakaian dengan piyama tidur, ia bergegas merebahkan diri di atas ranjang. Ia mengecup pipi sang istri yang telah terlelap.

"Sudah pulang, Pah?"

Presiden Latief terkejut mendengar suara sang istri yang teebangun itu.

"Aku membangunkanmu, ya?"

Ibu negara menggeleng. "Aku memang tidak bisa tidur sejak tadi. Kepikiran papa."

Presiden Latief mengernyit. "Kepikiran? Soal apa, Sayang?"

Ibu negara beranjak dari ranjangnya. Ia mengambil ponsel pribadinya dan mejunjukkan sesuatu yang ia dapatkan dari media sosial.

Presiden Latief mengernyit melihat sebuah video pendek berdurasi sekitar satu menit itu. Kedua matanya membulat. Ia terkejut melihat melihat adegan pemukulan brutal dengan menggunakan stik golf. Ia belun lupa. Adegan itu baru saja terjadi. Ya ... adegan saat ia memukul brutal tubuh Nuraga tadi.

"Wajahnya memang di samarkan. Semuanya memang di blur, tetapi mama tidak bodoh. Mama tahu siapa orang ini dan di mana lokasi penganiayaan ini! Papa ada masalah apa? Kenapa bisa berbuat seperti ini? Siapa yang papa pukul?" tanya ibu negara dengan air mata yang mengambang di pelupuk matanya.

Presiden Latief menahan napasnya sejenak. Tangannya terkepal kuat. Ia menajamkan tatapannya. Ia tidak menyadari jika ada yang mengikuti mereka dan melakukan perekaman semacam ini.

Video pendek itu telah dilihat oleh jutaan orang dan mendapat banyak komentar serta kecaman.

Privat Number : Tuhan tidak tidur. Kejahatan sekecil apa pun akan tampak.

GALVASKA √ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang