Chapter 38 - Epilog

1K 132 84
                                    

BREAKING NEWS : Markas penjaga perdamaian di Kongo diserang oleh separatis pimpinan Boris Botswanga. Boris sendiri sudah berhasil di lumpuhkan. Kondisi markas hancur total. Satu orang prajurit dikabarkan hilang kontak, lima luka-luka, dan satu gugur. Namun, seluruh warga yang berada di Distrik Gumi berhasil di evakuasi.

Ishna diam sejenak menatap tayangan berita One News di televisi lobi mabes polri. Ia segera berlari menuju meja kerja Gavin.

"Sudah dengar berita?" tanya Ishna dengan netra berkaca-kaca.

Gavin meletakkan ponsel pintarnya di atas meja kerjanya. Ia menatap Ishna takut-takut, lalu mengangguk.

"Lalu Mas Aga gimana? Kamu sudah dapat kabarnya?" tanya Ishna dengan suara tercekat.

Gavin kembali menggeleng.

"Belum?"

Gavin menggeleng lagi. Ia menatap Ishna yang jatuh terduduk pada bangku di hadapan meja kerja Gavin.

"Apa sudah mendapat kabar tentang korban di sana?"

Gavin menggeleng. "Sepertinya pihak penjaga perdamaian masih belum merilis secara resmi korban dari insiden ini, Mbak," ucap Gavin lirih.

Ishna menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Jantungnya tiba-tiba saja berdegup begitu kencang. Ia tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya dan berlari kecil keluar ruangan.

"Mbak Ishna mau ke mana?"

"Ruang kerja Irjen Airlangga."

"Untuk apa?"

Ishna diam. Langkahnya semakin cepat. Namun, Gavin segera meraih tangan Ishna dan menahan langkah wanita itu.

"Jangan, Mbak," ucap Gavin.

Ishna membulatkan matanya. Ia menatap nanar ke arah Gavin dengan mata berkaca-kaca.

"Kenapa? Saya cuma ingin tahu kondisi Mas Aga. Nggak mungkin, kan, keluarganya nggak tahu apa-apa?" ucap Ishna tegas.

"Mereka nggak tahu apa-apa, Mbak. Mereka juga masih menanti kabar. Karena ...."

"Apa?"

Gavin menunduk sejenak. "Menurut info yang disampaikan oleh pihak penjaga perdamaian, Nuraga dikabarkan hilang kontak sampai saat ini. Dia tidak ikut dalam rombongan helikopter warga dan prajurit yang dikirim untuk mengevakuasi mereka yang selamat dalam insiden semalam," ucap Gavin lirih.

Ishna membulatkan matanya. Ia melemah. Ia jatuh terduduk tepat dihadapan Gavin.

"Nggak mungkin. Dia janji sama aku buat kembali pulang. Ini nggak mungkin, kan, Gavin?" tanya Ishna dengan air mata yang sudah meleleh pelan di wajahnya.

"Kita semua masih menunggu kabar, Mbak. Semoga saja ada kabar baik. Sekarang lebih baik Mbak Ishna tenangin diri dulu. Irjen Airlangga juga pasti sama terkejutnya dengan kita. Beliau juga sedang berharap-harap cemas akan nasib Nuraga. Kita doakan saja yang terbaik," ucap Gavin. Ia membantu Ishna berdiri dari tempatnya dan mengantarkan gadis itu ke meja kerjanya.

Ishna memandangi ponsel pintarnya. Ia masih ingat dengan jelas suara Nuraga saat menelponnya kemarin. Ishna menatap sekotak cokelat yang masih teronggok di atas meja kerjanya. Ia meraih cokelat itu dan menatapnya. Ia mengambil tulisan dari atas cokelat yang sengaja disematkan.

Semangat.
Yang merindukanmu, Nuraga.

Ishna menahan napasnya sejenak. Ia memejamkan matanya dan menggenggam tulisan itu erat.

"Saya datang untuk melamar anak bapak."

"Saya tulus dan ikhlas jatuh cinta pada anak bapak."

GALVASKA √ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang