Chapter 29 - Reckless

730 103 54
                                    

Nuraga menggeram dan mengepalkan kedua tangannya. Napasnya memburu terlebih saat melihat nomor misterius itu mengirimkan sebuah foto. Dalam foto itu terlihat kedua tangan Ishna terikat ke atas dengan tubuh menggantung. Tubuh gadis itu juga terlihat basah. Ishna tampak menunduk. Namun, Nuraga tahu jika wajah gadis itu penuh luka dan memar.

"Aga harus bergerak sekarang," ucap Nuraga tegas.

Galang dan Gavin saling menatap, lalu kembali menatap Nuraga yang sudah berjalan menjauhi ruangan kecil itu. Dari ekspresinya yang begitu menyeramkan itu dapat menunjukkan dengan jelas jika Nuraga sangat marah.

"Lo jalan sendiri, Ga?" tanya Gavin.

Nuraga tidak menjawab. Pemuda itu hanya mengangguk tipis.

"Ga, pikir lagi. Musuh lo .... " Galang berhenti berucap saat melihat Nuraga berbalik dengan wajah menyeramkan.

"Aga nggak mau ada orang lain yang terluka lagi. Sudah cukup! Lebih baik Aga membayar semua ini dengan nyawa Aga!" ucap Nuraga tegas dan penuh penekanan.

"Ga, tapi .... "

Gavin diam sejenak ditempatnya. Ia menatap Galang yang menahan langkahnya mengikuti Nuraga.

"Om?"

"Aga tahu apa yang sudah menjadi keputusannya, " ucap Galang datar. Pria dengan tinggi di atas rata-rata itu berjalan gagah seraya menghidupkan rokok di tangannya.

"Mana Bang Aga?" tanya Naraya saat melihat Galang datang ke ruangan yang dikhususkan untuk menampung keluarga Nuraga sementara waktu.

Galang tidak menjawab. Ia diam dan memilih duduk di depan laptopnya.

"Buatin kopi, dong, Kyra, " ucapnya datar tanpa menatap ke arah Kyra. Gadis yang disebut namanya itu pun terperanjat, tetapi tak lama ia melaksanakan apa yang diminta oleh Galang barusan.

"Jadi, Aga benar-benar jalan sendiri?" Kali ini Kirana yang duduk mendekati Galang.

Pria itu mengangguk seraya mengembuskan asap rokok dari mulut dan hidungnya.

"Aga punya pertimbangan sendiri, Mbak. Kita harus menghargai keputusannya. Dia juga bukan pasukan sembarangan. Dia udah mirip Om Samudera. Pasukannya pasukan khusus. Jadi, Mbak Nana tenang saja," ucap Galang mencoba menenangkan Kirana.

Tak dapat dipungkiri, wajah Kirana tampak jelas mengisyaratkan kekhawatiran.

"Mbak tahu, tetapi... tetap saja ... kamu, bisa ikuti dia, kan, Galang? Kita bisa ikuti Aga diam-diam," ucap Kirana tegas.

Galang mengembuskan napas panjang. Ia kembali menatap Kyra yang baru saja datang membawakan secangkir kopi hitam. Galang tersenyum dan segera menyecap kopi panas itu.

"Aga itu keras kepala, Mbak. Sama kayak .... " Galang menatap Kirana, lalu tersenyum jahil. "Galang nggak akan lepas dia sendirian. Nih, kita bakal rekam dia pakai ini," ucap Galang seraya mengeluarkan sebuah alat kecil. Galang mengaktifkan alat tersebut dan menerbangkannya layaknya sebuah drone.

"Galang nempelin pelacak di tubuh Nuraga tadi. Jadi kita bisa tahu dimana Nuraga sekarang. Nih, masih di sini, kok.  Dia masih di ruangan Laksamana Dharmawan. Kita intip pakai drone ini," ucap Galang seraya mengarahkan mainan kecilnya.

Kirana menatap layar laptop milik Galang dengan saksama. Ia mengernyit, memperhatikan secara saksama, orang yang berada di ruang kerja Laksamana Dharmawan itu. Kirana menajamkan pandangannya. Di dalam ruangan itu ada tiga orang berdiri saling berhadapan.
Laksamana Dharmawan, Nuraga, dan ...

"Mas Erlan?"

Kedua mata Kirana membulat sempurna saat ia melihat wajah Airlangga terpampang jelas dalam layar laptop itu.

GALVASKA √ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang