Chapter 20 - The Worst of Losing

609 107 30
                                    

"Urus mereka baik-baik. Saya dipanggil Big Boss," ucap Keenan seraya menyerahkan Ishna pada Lucifer.

Lucifer mengangguk. Pria setengah baya itu tidak terlalu banyak bicara. Napasnya pun masih tampak terengah-engah karena lelah menghajar Nuraga habis-habisan. Keenan menatap Nuraga yang tergantung dengan tali di langit-langit gudang itu. Nuraga tampak menunduk dengan darah segar yang mengalir dari kepalanya.

"Keenan .... "

Nuraga memanggil Keenan lirih. Keenan pun  dengan tatapan meremehkan.

"Ada masalah, Letnan?" tanyanya dengan senyum liciknya.

"Anda sudah dapatkan saya, sekarang tolong lepaskan keluarga saya. Ayah saya butuh perawatan medis. Tolong, lepaskan mereka," ucap Nuraga lirih. Pemuda itu kembali melirik ke arah Airlangga yang sejak tadi terus menunduk dan tidak bergerak.

Keenan menatap ke arah atasannya itu dan tersenyum. Ia berjalan mendekati Nuraga dan menatapnya tajam.

"Kamu pikir saya akan melepaskan mereka? Jangan mimpi!" ucap Keenan seraya melayangkan pukulan ke wajah Nuraga. Keenan juga melayangkan beberapa kali tendangan di tubuh Nuraga, membuat Nuraga menahan erangannya.

"Lepaskan saja keluarga menggelikan ini, biarkan mereka berkumpul untuk yang terakhir kali!" lanjut Keenan sebelum pergi dari hadapan Lucifer.

Lucifer segera melepaskan tali yang menggantung di udara itu dengan sebilah pisau dan dia melepaskan lakban yang menutupi mulut para sanderanya.

Airlangga jatuh bebas ke atas tanah, sementara itu Kirana yang melihat suaminya tidak sadarkan diri segera merangkak cepat menghampiri Airlangga yang terkapar. Naraya menahan tangisnya dan segera menekan luka di perut Airlangga. Nuraga perlahan berdiri dan segera memeluk keluarga tercintanya.

"Maafkan Aga,Papa. Aga mohon bertahanlah," ucap Nuraga lirih seraya menggenggam erat jemari Airlangga.

Pria setengah baya itu kini berada di pangkuan istri tercintanya. Kirana menatap wajah lemah Airlangga dan mengusap lembut puncak kepala Airlangga dan mengecup lembut wajah suaminya itu.

"Mas Erlan, Nana mohon sadarlah," bisik Kirana tepat di telinga Airlangga.

Pria setengah baya itu mengerjap perlahan sebelum akhirnya membuka matanya.

"Nana, " ucap Airlangga lirih.

Kirana segera meraih tangan Airlangga yang menggantung ke arah wajahnya. Kirana segera menggenggam tangan itu dan mengecupnya beberapa kali.

"Jangan nangis, Na. Kamu tahu, aku nggak bisa lihat kekasihku ini menangis," ucap Airlangga seraya tersenyum tipis dan mengusap lembut wajah Kirana.

"Jangan banyak bicara, Mas. Kamu harus bertahan," ucap Kirana dengan suara bergetar.

"Papa, tolong bertahanlah, Bang Aga akan cari cara untuk bawa papa keluar dari tempat ini, ya, kan, Bang?" ucap Naraya dengan air mata berlinang di pipinya.

Airlangga menoleh menatap putri kesayangannya itu. "Jangan kamu tekan lagi lukanya, Nara. Papa sa-kit," ucap Airlangga lirih.

Naraya mengernyit dan melepaskan perlahan kedua tangan dari luka tembak di perut Airlangga. Tak berselang lama, darah kembali keluar dari perut Airlangga membuat hati Kirana berdesir dan semakin erat menggenggam jemari suamiblnya itu.

"Bertahanlah, Sayang. Nana mohon," ucap Kirana dengan suara bergetar.

Airlangga tersenyum. Ia menatap nanar ke arah Kirana dan mengusap puncak kepala istrinya itu lembut.

"Tolong, jaga anak-anak," ucap Airlangga lirih.

Kirana menggeleng beberapa kali. "Kita jaga mereka sama-sama, Mas."

GALVASKA √ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang