Chapter 10 - La Familia

718 110 62
                                    

Nuraga mengendarai mobil milik Gavin menembus keramaian kota. Pria itu seolah tidak mengenal rasa takut. Dirinya bisa saja tertangkap jika berada dalam keramaian. Belum lagi  saat ini penjagaan di seputaran kota di perketat. Cctv di beberapa ruas jalan pun mulai di tambah jumlahnya. Hari mulai gelap  jalanan mulai tampak ramai orang-orang yang baru saja pulang dari tempat kerjanya.

Nuraga tampak tenang. Mungkin itulah kuncinya. Jangan terlalu panik terlebih jika melihat para anggota berseragam cokelat dengan senjata lengkap berdiri di tepian jalan.

Nuraga mengarahkan mobil itu ke rumah kedua orang tuanya. Ia berhenti sejenak, saat melihat mobil di depannya tampak berhenti dan melakukan pemeriksaan.

Nuraga memilih memarkikan kendaraannya di depan warung tegal yang tampak menjual berbagai sayuran dan lauk pauk tak jauh dari pintu masuk perumahan tempat tinggal kedua orang tuanya. Nuraga berdiri sejenak di samping warung tersebut. Ia mulai mengawasi situasi sekitar.

Nuraga memilih berjalan memutar melewatu jalan buntu di sekitaran sungai kecil yang berada tepat di belakang kompleks perumahan tersebut. Tempat dimana dulu Nuraga biasa bersembunyi jika Kirana mengejar untuk menyuapi atau memarahinya.

Nuraga menyebrangi sungai dan sampai pada jembatan kecil yang sudah tidak terpakai lagi. Nuraga mengumpat kesal saat melihat tembok tinggi sudah membentang sepanjang sungai dengan tinggi kurang lebih tiga hingga lima meter memutari kompleks perumahan tersebut.

Dua tahun sudah Nuraga tidak pulang dan ia baru tahu jika ada tembok membentang di tempat itu. Nuraga memikirkan cara untuk pulang, tetapi tidak mungkin rasanya jika dia harus melompati dinding tersebut.

Nuraga berjalan pelan menyusuri dinding tersebut mencari jalan masuk tersembunyi. Ia mulai masuk ke semak-semak di ujung jalan. Ia tersenyum miring saat mendapati sebuah lubang di bawah dinding yang sengaja ditutup dengan jerami.

Nuraga membuka perlahan jerami itu dan mulai merangkak masuk melewati dinding berlubang itu. Nuraga berjalan pelan, mengendap-endap sampai ke rumah paling ujung dari kompleks tersebut. Jarak Nuraga dengan rumah Airlangga sekitar tiga rumah. Dari tempatnya saja Nuraga dapat melihat jika sekitar rumah kediaman Airlangga kini sedang dijaga ketat oleh beberapa anggota polisi bersenjata lengkap.

"Sial, mereka menjadikan papa dan mama tahanan rumah?" ucap Nuraga kesal.

Nuraga kembali memutar otak. Satu-satunya jalan paling aman bagi Nuraga saat ini adalah melalui atap rumah. Nuraga mengembuskan napas panjang sebelum dengan entengnya ia melompati dinding tetangga dan berlari seperti ninja di atas atap. Nuraga bahkan dengan mudah melompat dari atap satu ke atap yang lain, hingga pada akhirnya ia sampai tepat di atap belakang rumahnya.

Nuraga turun tepat di samping kolam  renang yang berada di belakang rumah kediaman orang tuanya. Ia masuk dengan langkah pelan. Menatap sekelilingnya sebelum akhirnya duduk di sebuah kursi yang terletak di ruang keluarganya.

Kirana yang baru saja masuk ke rumahnya itu pun terkejut saat mendapati Nuraga tengah duduk di ruang tengah yang gelap itu. Dengan wajah suka cita dan mata berkaca-kaca, Kirana mendatangi Nuraga dan memeluk pemuda tampan itu erat.

"Aga, mama khawatir," ucap Kirana lirih.

Nuraga menenggelamkan wajahnya di bahu sang mama dan mempererat pelukannya.

"Maafin Aga, Mah. Aga sudah buat mama dan papa serta adik-adik susah. Aga janji akan segera menyelesaikan masalah ini," ucap Nuraga lirih.

Airlangga yang baru saja membuka pintu kamarnya pun terkesiap saat melihat putra sulung dan istrinya sedang berpelukan. Pria setengah baya itu berjalan menghampiri keduanya dan mendekap kedua orang yang amat di cintainya itu.

GALVASKA √ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang