Chapter 15-Partner In Crime

649 125 60
                                    

"Ini bantal dan selimut. Tidur saja di loteng ini. Orang-orang tidak akan tahu ada loteng di atas sini," ucap Ishna seraya meletakkan bantal dan selimut baru di atas tempat tidur tipis itu.

Nuraga menatap sekelilingnya seraya bersedekap. "Untuk ukuran loteng, ini sangat rapi, Nona," ucapnya dengan senyum miringnya. 

Ishna mengembuskan napas kasar seraya mengatur tempat tidur tipis itu dan mengganti sepreinya dengan yang baru.

"Saya sering tidur di sini, Tuan. Jauh lebih nyaman daripada di bawah, " jawabnya datar.

Nuraga mengangguk. Ia kemudian menarik ujung seprei yang di bawa oleh Ishna dan membantu gadis itu memasangnya.

Ishna terkejut dan menatap Nuraga seraya mengerjap beberapa kali.

"Nuraga."

"Ya?"

Nuraga tersenyum dengan tatapan yang menyorot hangat memandang Ishna. "Nama saya Nuraga. Kamu bisa panggil saya begitu, " ucapnya.

Ishna membulatkan bibirnya. "Mana bisa saya menyebut Anda dengan sebutan nama. Anda terlihat lebih tua dari saya dan lagi pula, pangkat Anda juga lebih tinggi dari saya, jadi ... tidak pantas memanggil dengan sebutan nama saja," ucap Ishna usai merapikan tempat tidur tipis itu.

Nuraga mengangguk. Ia berjalan pelan dan berdiri tepat di hadapan Ishna.

"Jadi, Anda ingin memanggil saya dengan sebutan apa, Nona? Kakak, abang, mas, atau sayang?" tanya Nuraga dengan alis yang ia naik turunkan.

Ishna menatap datar merasa sedikit kesal dengan ulah Nuraga.

"Sudah, Anda tidur saja!" ucap Ishna seraya mengerucutkan bibirnya.

Nuraga menahan tawanya, tangannya segera ia lingkarkan di lengan Ishna, membuat tubuh gadis itu tersentak kaget.

"Terima kasih sudah bersedia menjadi partner saya," ucap Nuraga lirih dengan senyum manis di bibirnya.

Ishna mengerjap beberapa kali sebelum mengangguk tipis.

"Partner in crime, " lanjut Nuraga lagi.

Ishna mendengus, lalu tersenyum tipis. Ia segera keluar dari ruangan kecil itu. Berada di dekat Nuraga terlalu lama sepertinya tidak cukup baik untuk keadaan jantungnya.

***

Ishna terkesiap saat melihat Nuraga sudah duduk di bangku meja makan pagi itu dengan secangkir kopi.

"Selamat pagi, Nona. Mau kopi?" tanyanya seraya menaikkan cangkir kopinya.

Ishna menggeleng. Ia mengambil segelas air putih dari dispenser dan meneguknya hingga tandas.

"Tentara memang selalu bangun lebih pagi, ya?"

"Itulah mengapa saya tidak menuntut istri saya untuk bangun pagi."

Ishna mengernyit. "Anda sudah punya istri?"

Nuraga menggeleng. "Belum. Tidak ada waktu mencari istri. Saya terlalu sibuk bertugas, Nona. Bagaimana dengan Anda, apa sudah memiliki kekasih?"

Ishna mengembuskan napas panjang seraya mengambil roti dan mengisinya dengan selai cokelat. "Jika  saya punya kekasih, saya tidak akan menyimpan laki-laki lain di atas loteng," jawabnya ketus.

Nuraga menahan senyumnya. Ia kembali menyeruput kopi dari cangkirnya seraya memberikan sebuah alat kecil pada Ishna.

"Ini adalah penyadap. Saya akan mengawasi kamu dari kejauhan. Gunakan itu agar saya tahu apa saja yang nanti kamu bicarakan dengan orang-orang itu, " ucap Nuraga tegas.

GALVASKA √ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang