Chapter 2 SA

51 6 0
                                    

"Ayo, Sky," ajak Rehan pada Sky.

Sky tidak tahu harus melakukan apa, orang tuanya sudah resmi bercerai. Saat ini dia hanya berharap kalau ini hanyalah mimpi. Maka satu anggukkan pun dilakukan Sky.

Dia tidak menangis, kaki jenjangnya membawanya keluar dari kamar mengikuti langkah papanya menuju mobil yang sudah terparkir di depan rumah.

Sky diam. Sementara Rehan, dia sibuk membantu mantan istrinya untuk memasukkan koper ke bagasi mobil.

Rehan duduk di balik kemudi setelah mantan istrinya masuk mobil. Dua wanita di jok belakang, dilihatnya oleh Rehan melalui kaca spion di dalam mobil, sebelum akhirnya melajukan mobil.

Sepanjang perjalanan, hanya hening yang berbicara. Bahkan seolah suara mesin mobil pun tidak mampu mengalahkan kesunyian itu.

Sky hanya melihat jalanan di sisi kanannya, Syeril melihat di sisi sebaliknya, dan Rehan sibuk menyetir. Ketiganya tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Suasana sunyi itu terus berlanjut hingga kurang lebih enam puluh menit kemudian mobil sampai di sebuah rumah kecil.

Sky hanya diam saja saat mereka turun dari mobil. Ditatapnya rumah sederhana di depannya. Sesaat Sky tidak menyesali keputusannya untuk ikut dengan papanya, karena bangunan rumah mamanya sangat kecil. Pasti akan sangat menyulitkan bagi mamanya jika Sky ikut dengannya, pikir Sky.

Dua orang sepuh yang sudah memiliki banyak kerutan di wajah, serta seorang pemuda yang Sky tahu adalah adik dari mamanya, menyambut kedatangan mereka.

"Nek, Kek." Sky berucap pelan sembari mencium tangan keduanya. Kemudian dia berlanjut menyalami pamannya.

"Mampir dulu, ya, Nak Sky," kata Nenek Sky, ada sirat memaksa dari suara lembutnya.

Sky melihat papanya terlebih dulu seolah meminta izin sebelum memutuskan untuk tersenyum pada neneknya dan melangkah masuk.

Di ruang yang hanya beralaskan tikar, mereka berbincang. Basa-basi. Suasananya terlihat hangat, seolah tidak ada masalah yang sedang terjadi di antara mereka.

Hingga akhirnya satu jam lebih berlalu, Rehan memutuskan pamit. Sky masih dengan sikapnya, menurut saja. Dia pamit pada kakek-neneknya, paman, serta mamanya dengan sikap yang tak terbaca.

"Jaga diri baik-baik, ya?" pesan Syeril setelah melepas pelukannya dengan Sky.

Sky hanya mengangguk dingin. Sebelum akhirnya, dia dan papanya berlalu pergi.

Air mata Syeril yang tertahan akhirnya tumpah di dalam kamarnya. Tubuhnya bergetar hebat karena perpisahan dengan putri semata wayangnya. Tidak pernah terbayangkan olehnya hal ini akan terjadi. Karena sikap Rehan yang begitu penyayang, bahkan meminta Syeril agar tidak usah bekerja dan fokus saja untuk mengurus Sky, dia turuti. Namun siapa sangka, ketidakberdayaannya dalam menghasilkan uang, justru dianggap remeh oleh suaminya beberapa tahun belakangan.

Suaminya selingkuh. Dan Syeril tentu saja tidak menyalahkan wanita yang menjadi biang keretakan rumah tangga mereka. Karena menurutnya perselingkuhan terjadi karena adanya hubungan dari dua belah pihak. Maka Syeril menganggap, sepenuhnya suaminyalah yang salah. Bukan wanita yang menjadi selingkuhannya. Karena sebesar apapun godaan wanita, bukankah seorang pria punya kendali penuh atas dirinya? Pun sebaliknya.

Karena bagaimana pun juga menurut pemikiran Syeril, seorang pelakor yang sudah pasti salah, tidak akan mampu merusak rumah tangga seseorang jika saja seorang suami mampu membentengi dirinya. Pun sebaliknya. Jadi jika ada yang harus disalahkan, maka yang pertama kali harus disalahkan adalah pihak yang sudah memiliki pasangan, namun tergoda oleh yang lain. Dan di kasus hidupnya, yang bisa disalahkan adalah suaminya yang kini sudah menjadi mantan.

Sayangnya, menyalahkan tidak akan mengubah keadaan. Dan semoga keputusan berat yang diambilnya adalah keputusan yang tepat, pikir Syeril.

***

Di depan sebuah rumah berpagar, dengan halaman yang hijau menghiasi rumah, di sinilah Sky berdiri.

"Ayo, Sky," ajak papanya merangkul bahu Sky.

Mereka masuk rumah itu, rumah satu lantai yang cukup besar. Jauh lebih besar dari rumah Sky sebelumnya.

"Ini kamarmu, sayang." Rehan membukakan salah satu ruangan yang cukup luas.

Terlihat ruangan itu bercat serba putih, tampak sangat bersih dan rapih.

Setelah meneliti kamar barunya, Sky menyimpulkan, bahwa papanya sudah menyiapkan jauh-jauh hari kepindahan mereka ke rumah ini. Tapi kenapa? Itulah pertanyaan yang timbul di kepala Sky. Apa mungkin ... papanya sudah lama ingin menceraikan mamanya?

Ah, sakit sekali rasanya kepala Sky memikirkan masalah pelik kedua orang tuanya.

"Sekarang kamu bisa istirahat sayang," kata papanya sebelum pergi.

Melihat pintu sudah tertutup, Sky terduduk di bawah, bersandar pada ranjang, melihat ke arah jendela yang masih tertutup. Dia memeluk kedua lututnya yang menekuk ke atas, pandangannya yang lemah terkunci ke ujung sepatunya yang bahkan belum dia lepas. Belum dua puluh empat jam berlalu dia berpisah dengan mamanya, dia sudah rindu dengan sosok Syeril.

Perlahan namun pasti, air mata Sky jatuh. Air mata yang sudah ditahannya sejak kemarin meluruh juga. Tubuhnya bergetar saat dia menenggelamkan kepalanya di lipatan tangan.

"Mama," isak Sky.

"Ma, Sky merasa kesepian tidak ada Mama. Kenapa Mama sama Papa harus berpisah, sih? Kenapa, Ma? Tidak bisakah kalian bertahan untuk Sky? Untuk anak kalian.'

***

Sky Arletta (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang