"Kamu khawatirin aku? Papa aku aja enggak khawatir, Vin. Bukannya ngejar aku, Papa malah tetap di sana dengan wanita itu. Dan sampai sekarang ... Papa belum menghubungi aku, Vin. Tapi kenapa kamu yang orang lain malah khawatirin aku?"
"Karena aku suka sama kamu."
Sky terdiam.
"Aku sudah lama suka sama kamu, Kay. Sejak masa orientasi dulu, kita pernah telat bareng dan dihukum membersihkan lapangan," jelas Levin yang tidak ditanggapi oleh Sky.
Kemudian Levin buang muka ke samping. "Kamu enggak perlu jawab ataupun balas perasaan aku, Kay. Aku cuma mau bilang, kalau aku suka sama kamu. Kalau kamu tanya kenapa, maka jawaban aku ... aku pun enggak tahu kenapa bisa suka sama kamu, Kay."
"Pulang."
Levin mengernyit bingung karena ucapan Sky yang tiba-tiba.
"Antar aku pulang, Vin."
Levin menyunggingkan senyum tipis, lalu kepalanya terangguk. "Iya, Kay."
Mereka pun kembali ke tempat Levin menitipkan motor saat mereka datang ke tempat ini tadi, di salah satu warung yang masih buka di area itu.
"Tadi di mall kita enggak jadi beli minum, Kay. Mau mampir dulu? Mumpung masih ada warung yang buka," tawar Levin yang sudah memegang helmnya.
Tatapnya bertemu dengan mata Levin, membuat Sky sedikit merasa gugup. Ada rona di pipinya yang terlihat sangat samar. Sky sebisa mungkin bersikap seperti sebelumnya saat dia belum mengetahui kalau Levin menyukainya. Namun, hal itu cukup sulit baginya.
"Kay ...."
"Hah?"
"Mau minum dulu atau mau langsung pulang?"
"Euh ... terserah." Sky merasa canggung sekarang.
"Oke. Kalau begitu kita minum dulu, ya? Baru setelah itu kita pulang."
Karena gugup, Sky menyetujuinya. Lalu dia mengikuti langkah Levin untuk duduk di bangku panjang samping warung.
"Mau minum apa, Kay?"
"Terserah."
"Oke."
Levin kemudian memesan dua minuman rasa jeruk pada penjual. Sebelum akhirnya dia kembali duduk di sisi kanan Sky.
Keduanya sama-sama terdiam menunggu pesanan. Sky menyibukkan diri memainkan ponsel demikian juga Levin. Hingga kecanggungan itu mulai mencair saat pesanan minuman mereka datang.
"Makasih, Pak," ucap Sky pada penjual yang menaruh gelas di hadapannya. Demikian juga dengan Levin, dia melakukan hal yang sama seperti Sky.
"Sering ke sini, Vin?" tanya Sky memecah sunyi di antara mereka usai menyedot sedikit minumannya.
"Ya?" sahut Levin yang tidak yakin dengan pendengarannya.
"Kamu sering ke sini?" ulang Sky.
"Oh. Enggak, kok. Kadang-kadang aja. Kalau lagi ngerasa kesepian di rumah, kadang ke sini buat belajar. Suasananya lumayan enak, sih. Tempat terbuka, tapi teduh. Banyak pohon, jadinya mata lebih seger ketimbang belajar di ruangan."
"Pantes kamu pinter, Vin. Ternyata belajarnya rajin."
"Tapi kalah sama kamu, Kay."
"Kalah sama ngalah itu dua hal yang berbeda deh, Vin. Menurutku kenapa aku selalu peringkat satu, ya, karena kamu emang sengaja ngalah dari aku, kan?"
"Tahu dari mana?"
"Tahulah, Vin. Tiap ulangan buktinya kamu selalu dapat nilai delapan di tiap mata pelajaran. Kamu sengaja, kan, buat dapat nilai itu. Karena ... ya emang kamu enggak mau nyaingin aku."
"Ketahuan, ya?"
"Jadi bener sengaja?"
"Enggak juga. Ada yang emang bener-bener dapet nilai segituh, Kay."
"Masa?"
"Serius."
"Kay ...." Levin memperingatkan Sky karena gadis itu menatapnya lama. Di mana tatapan Sky itu berhasil menimbulkan debar di dalam rongga dada Levin.
Puas menggoda Levin dengan memandangnya lama, Sky kembali menyedot minumannya. "Kamu beneran suka sama aku, Vin?" tanyanya setelah minum. Lalu Sky memainkan air di dalam gelas dengan sedotan. Pandangannya jatuh pada pusaran air di dalam gelas akibat dari putaran sedotan yang gadis itu lakukan.
"Iya, Kay. Enggak boleh, ya?"
"Bukan gituh."
"Terus?"
"Setahuku, banyak cewek yang deketin kamu, Vin. Emangnya enggak satu pun dari mereka yang balik kamu sukai?"
"Enggak tau, Kay. Aku enggak pernah respons mereka juga, kan?"
"Iya, sih. Tapi kalo kamu enggak respons, pasti ada alasannya, kan?"
"Ya karena aku suka sama kamu, Kay. Apalagi?"
"Emangnya kamu belum punya pacar?"
"Emang kamu udah punya, Kay?"
"Mama ngelarang aku pacaran, Vin. Katanya, orang pacaran jaman sekarang itu ... banyak yang melampaui batas. Kamu ngerti, kan, maksudnya?"
"Ngerti. Pacaran yang sampe ... 'gituh', kan?"
"Iya, Vin. Makanya Mama aku ngelarang banget buat aku pacaran. Ya aku sih, enggak masalah. Karena emang sekarang ini ... aku juga belum mau pacaran."
Levin manggut mengerti.
"Oh, iya, tadi kamu belum jawab," ujar Sky lagi.
"Jawab apa?" tanya Levin memastikan.
"Kamu udah punya pacar?"
"Enggak punya."
"Boong."
"Aku harus apa biar kamu percaya?" Levin menatap pupil mata Sky dengan tatapan serius.
Hal itu membuat Sky kembali gugup. Dia segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Percaya, Vin," katanya pelan.
Melihat tingkah Sky itu, membuat Levin menahan senyumnya karena gemas.
***
Ah, si Levin .... Bikin Sky salting tuh.🙃
KAMU SEDANG MEMBACA
Sky Arletta (TAMAT)
Novela JuvenilPernahkah kalian bertanya, bagaimana kehidupan seorang broken home itu? Kenapa kebanyakan mereka mencari perhatian di luar? Atau bahkan tidak sedikit dari mereka yang merusak dirinya? Sky Arletta adalah siswi SMA yang seketika kehilangan arah karena...