Chapter 5 SA

36 3 0
                                    

Pagi ini ... adalah pagi yang sangat berbeda bagi Rehan yang sudah menyandang status duda satu anak. Rehan yakin, putrinya juga merasakan hal yang sama.

Rehan menatap restoran dari balik kaca mobilnya. Rehan tidak tahu perasaan apa yang melandanya kini. Padahal hari kemarin, dia sangat yakin untuk bercerai dengan mantan istrinya. Hingga akhirnya mereka resmi berpisah.

Dan Sky ikut dengannya karena pendidikan Sky yang sudah kepalang tanggung, sebentar lagi dia akan naik kelas. Alasan lainnya, karena faktor ekonomi keluarga mantan istrinya yang pas-pasan. Rehan tidak ingin kalau keberadaan Sky di tengah-tengah keluarga istrinya akan menjadi beban. Karena itu dia sedikit memaksa agar Sky lebih baik ikut dengannya. Setidaknya sampai Sky lulus SMA. Urusan Sky kuliah, biarlah itu dipikirkan nanti.

Menurut Rehan, Syeril baik. Sangat baik. Mantan istrinya itu begitu penyabar dan penyayang. Jarang sekali Syeril mengeluh capek dalam mengurus rumah dan anak satu-satunya dengan Rehan, mungkin hanya sesekali saja. Itu pun kalau Sky sakit dan tidak mau makan.

"Mas, aku capek bujukinnya. Dia menolak untuk makan. Padahal merengek perutnya sakit," keluh Syeril kala itu pada Rehan saat belum berpisah.

Rehan akui, manis sekali wajah Syeril saat sedang mengeluh seperti itu. Lalu Rehan tersenyum seraya mendaratkan tangannya di pundak Syeril. "Enggak usah khawatir, Sky anak yang kuat. Biar Mas yang bujuk dia makan, kamu istirahat saja, ya?" katanya untuk menenangkan Syeril.

Syeril mengangguk patuh. Dan bisa Rehan lihat, bola mata Syeril melebar saat Rehan memberikan satu kecupan tiba-tiba di pipi Syeril. Syeril berpaling untuk menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah, menggemaskan sekali.

"Mas ...," rengek Syeril karena ditatap lama oleh Rehan.

"Udah sana, katanya mau bujuk Sky makan?"

"Iya, ini mau ke sana." Rehan berlalu dengan satu kecupan yang kembali mendarat di pipi Syeril.

Syeril menyentuh wajahnya, entah apa yang dirasakannya. Rehan hanya tersenyum melihatnya, kemudian masuk ke kamar Sky.

Indah sekali ternyata hari itu, pikir Rehan. Tetapi kenapa ... dia sampai mengkhianati Syeril? Kenapa dia ... sampai berani bermain di belakang Syeril?

"Oh, ayolah Rehan. Ada apa denganmu? Bukankah ini yang kamu inginkan sejak lama? Bisa hidup bersama dengan Weny? Cinta pertamamu," katanya berusaha menyadarkan diri.

Hingga akhirnya lamunan Rehan buyar karena dering di ponselnya. 'My Kekasih' adalah nama kontak nomor Weny di ponselnya.

Rehan berdeham untuk menetralkan suaranya sebelum menekan tombol terima.

"Hallo, sayang .... Sudah di restoran, ya?" Suara Weny dari seberang telepon yang terdengar sedikit manja.

"Iya. Kenapa? Mbaknya kangen sama Mas yang di sini?"

Bisa Rehan dengar tawa dari Weny yang gemas-gemas manja. Rehan senang mendengarnya. Tetapi sekian detik kemudian kepalanya mendadak berisik. Kalau diingat-ingat, dia tidak pernah seperti ini pada mantan istrinya. Syeril yang selalu melempar canda lebih dulu, sedangkan Rehan hanya tertawa menanggapinya.

"Iya, Mas. Kangen banget, mau dipeluk."

Suara Weny kembali menyadarkan Rehan akan siapa dirinya sekarang. Dia hanyalah mantan suami Syeril, tidak lebih. Dia sudah menjadi seorang duda satu anak.

"Mas juga kangen. Peluk dari jauh. Makan siang nanti kamu ke sini kan?"

"Iya. Aku bisa mati kalau tidak bertemu denganmu sehari saja, sayang."

Rehan tertawa. "Aku juga sayang. Kalau begitu sampai ketemu di jam makan siang, ya? Mas harus sudah mulai kerja. Nanti bisa kena marah bos kalau lama-lama berteleponan dengan wanita cantik sepertimu."

"Kamu ini bisa aja, sayang. Ya udah resign aja, terus kerja di perusahaanku. Biar kita bisa sering ketemu."

"Iya, nanti, ya. Tidak enak sama bos yang sudah mempercayaiku."

"Iya, Mas, ngerti. Udah sana, katanya mau kerja?"

"Iya. Aku tutup ya teleponnya?"

"Iya. Love you sayang."

"Love you too."

Setelah Rehan matikan sambungan telepon, dia pun akhirnya keluar dari mobil yang sudah cukup lama terparkir di parkiran restoran. Rehan merapihkan pakaiannya terlebih dulu, menarik napas panjang dan mengembuskannya pelan, sebelum akhirnya melangkah masuk restoran.

***

Karena jiwa penasaran meronta-ronta, siswa-siswi yang berada di kantin melihat ke arah yang sama, meja Sky.

"Jangan kamu kira karena aku anak mama yang berprestasi, lantas berpikir bahwa aku tidak tau rumor tentang kalian di kalangan para cowok," kata Sky tanpa rasa takut pada seniornya.

Siswi senior yang dihadapi Sky sedikit menurunkan alisnya yang tadi meninggi. Namun hanya sepersekian detik sebelum kembali menukik tajam. "Mak-sud?!"

"Piala bergilir."

Plak.

Wajah Sky langsung tertoleh ke samping. Entah sekuat apa sang senior menamparnya hingga pipi Sky yang putih terlihat pekat merah jambunya. Sekali lagi semua pasang mata mengarah pada Sky.

Adegan yang sangat tidak pantas itu dalam hitungan detik menggerakkan kaki siswa-siswi di sana untuk mendekat, bagaikan tertarik oleh magnet.

"Jaga ya mulut kamu!" kata senior yang sudah menampar Sky sembari menunjuk wajah Sky.

...

Sky Arletta (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang