Dunia sedang tidak baik-baik saja. Entah kapan akan berakhir. Bahkan perkembangan bentuk narkoba pun sudah sangat mengkhawatirkan.
Yang menjadi target bukan lagi remaja dan dewasa, melainkan anak-anak.
Jadi, aku cuma mau bilang, jaga diri dan orang terdekatmu dari hal demikian.
Apalagi para bocil yang belum ngerti apa-apa, mari kita jaga masa depan mereka dengan menjadi teman yang baik untuk mereka.
Kalau bukan kita yang melindungi mereka, lantas siapa?~Vr. Rain Okane~
...
"Cari ini, Pa?"
Sorot mata Rehan terkunci pada benda di dalam bungkus plastik kecil yang ditunjukkan Sky. Rahangnya terlihat mengeras sebab menahan amarah yang mulai menguasainya.
"Dari mana kamu dapetin benda itu, Kay?" Rehan berusaha menahan amarahnya.
Sky menjawab dengan gelengan disertai senyuman di wajahnya seperti orang yang hilang setengah kesadaran.
"Papa mau?" Sky menawarkan benda di tangannya. Sepertinya kesadarannya mulai diambil alih oleh obat yang dikonsumsinya.
Rehan memejamkan matanya untuk meredam emosinya. Dia tidak boleh mengulangi kesalahannya malam itu yang menghukum Sky tanpa ampun.
"Berikan obatnya, Kay." Tangan Rehan terulur.
Sky memberikannya tanpa rasa takut. "Papa mau coba juga, ya? Ambil aja semuanya, Pa. Nanti aku bisa dapetin lagi kok."
Setelah menyimpan bungkus obat di sakunya, Rehan memutuskan mendekati Sky. Dia duduk di dekat Sky sembari mengusap kepala gadis itu. "Tadi minum berapa?"
Mata Sky yang mulai sayu, menyipit untuk melihat mata Rehan. Jari Sky terangkat satu, tetapi mulutnya berkata tiga.
Rehan ingin sekali berteriak marah, tetapi kesadarannya mengatakan kalau itu bukanlah cara yang tepat untuk menyadarkan Sky saat ini. Apalagi Sky sedang hilang kesadarannya, percuma saja menghukumnya, yang ada gadis itu akan semakin menantangnya.
"Siapa yang ngasih obat itu, Kay?" Rehan bertanya lembut.
"Ada deh, Pa. Papa enggak perlu tahu, ya? Kalau obatnya kurang, bilang aja sama Sky, nanti Sky bawain lagi."
"Kalau Papa bilang ... Sky jangan meminum obat itu lagi, Sky nurut?"
Sky menggeleng. "Enggak, Pa. Obat itu bisa membuat Sky lupa sama rasa sakit di hati, Sky. Jadi Papa enggak boleh ngelarang Sky buat minum obat itu, Pa."
Menelan ludahnya, Rehan miris sekali dengan kenyataan di depannya. Dia kecolongan. Putrinya terjebak dunia yang tidak seharusnya Sky tahu.
"Kalau boleh tahu ... kenapa Sky sakit hati? Cowok yang kamu suka nolak kamu?"
Sky menggeleng dengan mata mengantuknya. Jari telunjuknya menunjuk dada Rehan. "Papa yang bikin hati Sky sakit," katanya sembari tersenyum. Senyuman yang sulit diartikan.
"Papa bikin sakit hati apa sama kamu?"
Ekspresi Sky berubah sedikit cemberut, lalu bola matanya terlihat bergerak tak tentu arah. "Nanti Papa marah kalau Sky kasih tahu."
Rehan mendekatkan wajahnya dengan wajah putrinya. Hatinya bagai teriris melihat putrinya seperti ini. Tangan kanannya menyentuh wajah Sky agar mata Sky fokus melihatnya. "Enggak akan sayang. Kasih tahu Papa, ya? Hal apa yang sudah Papa lakuin dan itu menyakiti hati kamu?"
"Uhm." Sky terdiam beberapa detik. "Papa bilang, mau menikah lagi. Aku sakit hati karena hal itu, Pa. Aku ... enggak mau punya mama baru."
"Begitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sky Arletta (TAMAT)
Teen FictionPernahkah kalian bertanya, bagaimana kehidupan seorang broken home itu? Kenapa kebanyakan mereka mencari perhatian di luar? Atau bahkan tidak sedikit dari mereka yang merusak dirinya? Sky Arletta adalah siswi SMA yang seketika kehilangan arah karena...