Chapter 13 SA

22 4 0
                                    

Sunyi.
Satu kata yang baru kupahami setelah kedua orang tuaku memilih untuk tidak bersatu lagi.
~Sky Arletta~
🌸🌸🌸

🌸 SUNYI TERBUNGKUS ASAP 🌸

"Assalamu'alaikum, Ma."

Seketika langkah Sky terpaku di tempat. Dia baru beberapa langkah masuk rumah setelah menutup pintu. Lagi-lagi dia lupa. Lupa kalau mamanya sudah tidak tinggal bersamanya lagi.

Sky menggigit bibirnya, dia mendongak untuk menahan air mata yang meronta keluar. "Sadar, Sky. Sadar!" ucap Sky pada dirinya. "Mama-papa kamu itu udah pisah!"

Sky memejamkan matanya sejenak sebelum melanjutkan langkahnya yang tertunda. Hanya ada kesunyian di rumah barunya. Sama sekali tidak ada kehangatan meski sedikit.

Sky menekan handle pintu setengah enggan, lalu mendorongnya. Tangannya terangkat menekan saklar lampu, kemudian membanting diri di atas kasur, tampak lelah sekali wajahnya.

Sky melihat jam tangannya, pukul 17.00. Tidak ada siapa pun di rumahnya, membuat Sky merasa bebas sebebas-bebasnya. Maka terlelap di jam segini masih memakai seragam sekolahnya adalah hal yang kali pertama dia lakukan. Karena biasanya, mamanya pasti akan masuk kamarnya begitu tahu kalau dirinya sudah pulang. Lalu memaksa Sky untuk segera membersihkan diri.

Sky rindu dengan hari kemarin. Hari yang tidak pernah terasa gersang seperti padang pasir. Atau hari yang sedingin kutub es. Hampir setiap harinya ... Sky merasakan kehangatan. Bahkan di hari saat matahari tidak menampakkan diri karena tertutup awan pekat, Sky tetap merasakan kehangatan dari mamanya.

Begitu indah keluarganya dulu. Begitu bahagia keluarganya dulu. Begitu harmonis keluarganya dulu. Ya, dulu. Dulu sebelum akhirnya hari perpisahan itu mengubah kehidupannya.

Dulu Sky punya rumah untuk pulang dari penatnya belajar di sekolah. Namun sekarang ... jangankan untuk pulang, tujuan pun dia tidak punya. Sky tidak tahu di mana dirinya sekarang. Dia kehilangan. Ya, kehilangan dirinya yang pergi bersama hari kemarin.

Sudah tidak ada lagi Sky yang ceria. Sudah tidak ada lagi Sky yang baik dan ramah. Juga sudah tidak ada lagi ... Sky yang rajin belajar.

Kini ... yang ada hanyalah seonggok daging bernama Sky, yang mencoba bertahan dari pukulan-pukulan keras di dalam dirinya.

Kini ... yang ada hanyalah seorang gadis SMA yang terkulai lemah tak berdaya di atas kasur empuk. Kesepian menyerangnya secara membabi-buta, tanpa memberi jeda.

Kini ... Sky hanyalah raga tanpa jiwa.

Waktu berputar sangat lambat. Teramat lambat malah bagi seseorang yang sedang dalam dimensi derita.

Sky menggeliat kecil saat malam sudah lama menyapa. Matanya memicing untuk menyesuaikan cahaya lampu menembus lapisan bening penglihatannya.

Sky membalik tubuhnya yang tengkurap. Telinganya ditajamkan untuk menangkap derap langkah atau mungkin bunyi mesin mobil papanya yang baru memasuki pekarangan rumah. Sayangnya lama terdiam menunggu suara itu, Sky tidak mendapatkannya. Mungkinkah papanya sudah pulang dan tidur tanpa sepengetahuannya?

Dia mengangkat tangannya, kembali mengecek waktu, pukul 22.00. Kemudian matanya beralih pada ponsel berdering di sisi kiri kepalanya.

'Papa' adalah nama yang tertera di layar ponselnya. Sky sedikit enggan menerima panggilan itu. Didekatkannya ponsel ke telinga.

"Hallo, Sky. Kamu belum tidur, sayang?"

Entah Sky harus jawab apa. Karena kenyataannya, dia baru saja bangun tidur.

"Sky."

"Papa enggak pulang?" Sky memutuskan untuk bertanya, karena telepon dari papanya itu mengirimkan sinyal kalau papanya masih di luar, entah di mana.

"Iya. Papa lagi di luar kota, sayang. Papa sama Bos Papa sedang ngecek lokasi untuk restoran baru yang mau dibuka di sini. Maaf Papa lupa bilang ke kamu. Terus sepertinya Papa baru bisa pulang besok atau enggak lusa. Jadi kamu jaga diri, ya."

"Hm." Sky hanya bergumam membalasnya, terdengar dingin.

"Sky." Ucapan Rehan melembut.

"Iya, Pa. Udah, kan? Sky ngantuk."

"Ya udah, langsung tidur, jangan begadang. Besok kalau butuh sesuatu bilang aja ke Bibi."

"Hm."

"Selamat tidur, sayang."

"Selamat tidur juga, Pa."

Sky langsung melempar ponselnya ke kasur.

Tidur lagi? Bahkan menguap pun tidak. Ditambah lagi otaknya dipenuhi pikiran-pikiran yang semrawut, akan sangat sulit bagi Sky untuk terpejam kalau tidak lelah-lelah sekali.

Teringat mamanya, Sky kembali meraih ponsel yang tadi dia lempar. Jarinya kembali mengusap layar. Sky baru menyadari ternyata sudah ada banyak panggilan dari mamanya. Pun beberapa pesan.

Mama: Sky, udah makan?

Mama: Kalau belum jangan lupa makan.

Mama: Oh iya, udah mandi, kan? Biasanya kamu paling susah kalau mandi sore. Mandi ya sayang, biar tambah cantik.

Mama: Kalo malam jangan bergadang, ya, Sky, enggak baik buat kesehatan. Langsung tidur.

Mama: Dan jangan lupa baca koran sebelum tidur.

Bibir Sky tersungging membaca pesan terakhir mamanya. Sebelum akhirnya dia mengetikkan balasan singkat.

Sky: Iya, Ma.

Karena hilang rasa kantuknya, Sky memutuskan untuk mandi. Itu pun karena teringat dengan pesan mamanya yang baru saja dia baca.

Butuh sekitar tiga puluh menit untuk Sky membersihkan diri serta mengganti pakaiannya.

Sky mengayunkan kaki keluar seraya mengusap-usap rambutnya yang basah dengan handuk. Kemudian dia bergerak ke arah dapur untuk mencari makanan.

Dibukanya tudung saji di atas meja, ada ayam goreng plus sambal di mangkuk kecil. Sky lupa, kalau Bi Wen selalu memasak untuk makan malamnya sebelum beranjak pulang.

Syukurlah, Sky jadi tidak repot untuk mengisi perutnya. Dia hanya tinggal mengambil piring, diisi nasi dari rice cooker, kemudian duduk.

Dengan lahap, Sky menikmati makanannya. Hingga tanpa sadar enam potong jumbo paha ayam lenyap dari penglihatannya beserta sambal semangkuk kecil. Sepertinya makan adalah cara untuk melampiaskan kesepiannya malam ini.

Setelah mencuci piring bekas makannya, Sky pun kembali ke tempat persembunyiannya. Kamar.

Membuka medsos tidak jelas adalah hal yang dilakukan Sky saat ini. Hingga tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Kegiatan yang kurang bermanfaat bagi Sky itu pun berakhir. Bukan Sky yang ingin berhenti, tetapi daya ponselnya yang sudah sekarat.

Usai menghubungkan ponsel dengan kabel pengisi daya pada stop kontak, Sky memutuskan untuk mengobrak-abrik isi tasnya, bermaksud untuk memasukkan buku-buku untuk jadwal hari ini. Namun, tatapannya terkunci pada sebungkus rokok beserta pemantik api.

"Rokok?" gumam Sky.

Sky baru teringat, sore tadi usai pulang sekolah dia sempat membelinya di warung depan dekat jalan raya.

...

Kira-kira, apa yang bakal Sky lakuin pada rokok tersebut, gengs?

Sky Arletta (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang