Chapter 8 SA

24 3 0
                                    

Entah kata apa yang tepat untuk menggambarkan suasana hatiku di saat aku mendengar ... orang tuaku akan berpisah.
Ragaku seperti mati rasa. Namun air mata ... tetap tumpah.
~Sky Arletta~
🌸

🌸

🌸


🌸 AWAL KEHANCURAN 🌸

Tiga tahun sebelumnya.

Syeril yang lebih suka berbelanja di pasar tradisional dengan menaiki angkutan kota, tidak sengaja melihat sosok yang sangat dikenalnya berada di parkiran restoran tempat suaminya bekerja sebagai manajer. Dari posisi angkot yang berhenti ini, Syeril bisa melihat tanpa sekat wajah suaminya yang tengah memeluk mesra wanita yang terlihat sebaya dengannya.

Terkejut, mata Syeril seketika melebar melihat pemandangan singkat yang terjadi sangat cepat. Bibir suaminya yang bertemu dengan benda yang sama milik wanita selingkuhan pria itu. Bersamaan dengan itu, angkot kembali melaju setelah penumpang yang tadi meminta turun sudah membayar.

Hati wanita mana yang tak sakit melihatnya. Hati wanita mana yang tidak hancur setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri ketika pasangannya berani bermain di belakang. Syeril merasakan panas di dalam dirinya. Ada percikan api yang menyala tanpa bisa dia padamkan.

"Jadi ini alasanmu sebenarnya jarang pulang, Mas? Kamu bermain di belakangku dengan alasan ada kerjaan yang tidak bisa ditunda," batin Syeril. Dia meraup udara sebanyak-banyaknya untuk menenangkan batinnya.

###

Ketika malam menyapa bersama dinginnya udara, Syeril menahan tubuh Rehan yang baru saja pulang. Pria itu hendak memberikan kecupan seperti biasanya, tetapi ditolak oleh Syeril.

Hal itu tentu saja membuat Rehan heran. Ini kali pertamanya dia mendapat perlakuan seperti ini. Seperti kebanyakan orang yang memiliki rahasia tidak baik, Rehan tentu saja dihinggapi rasa was-was dalam hatinya.

"Kenapa? Aku bau ya?" Rehan berusaha tetap tenang.

Sayangnya sorot mata Syeril yang tajam seolah mampu mengiris ketenangan Rehan.

"Kamu kenapa, sih?" Rehan mencoba mengusap kepala Syeril. Namun lagi, tepisan didapatnya dari Syeril.

Syeril mengalihkan pandang ke arah lain dengan sorot terluka. "Sudah berapa lama?"

"Maksud kamu?"

"Wanita yang tadi pagi bersamamu di restoran."

"Kamu mengikutiku?"

Syeril menatap tidak percaya pada Rehan yang menanggapi seolah dia marah karena Syeril mengetahui perselingkuhannya. Bukankah Syeril yang seharusnya marah?

"Kalau iya?" Sekalian saja Syeril menyiramkan minyak tanah pada percikan api yang sudah dibuat Rehan.

Rehan mendengkus remeh. "Sejak kapan kamu menjadi istri yang lancang seperti ini?"

"Entahlah. Mungkin sejak aku mencium bau-bau tidak enak dalam rumah tangga ini."

"Kamu?!"

"Kenapa? Tidak terima karena sudah ketangkap basah?"

"Sudah malam, kita bicarakan ini nanti." Rehan hendak berlalu, namun terhenti oleh perkataan Syeril.

"Tidak ada yang perlu dibicarakan."

Mereka yang saling memunggungi, kini saling berhadapan lagi, bersitatap. Suasana menjadi tegang.

"Semuanya sudah jelas. Tidak ada yang perlu kamu jelaskan lagi. Dan bersyukurlah karena ada Sky di tengah-tengah kita. Kamu nahkoda dari kapal ini, jadi kamu yang punya kendali mau dibawa berlayar ke mana kapal ini. Tetapi jika suatu hari nanti aku meminta turun dari kapal, maka itu artinya aku turun. Karena ketika aku meminta untuk turun, itu berarti aku sudah mencapai batas kesabaranku dan aku sudah cukupkan untuk bertahan. Aku harap itu tidak akan terjadi, tetapi seandainya keadaan tidak mendukung, maka tidak ada lagi yang perlu diperdebatkan. Kita selesai."

Ungkapan sekaligus peringatan dari Syeril itu pun mampu membekukan Rehan. Syeril berlalu tanpa berminat lagi melihat suami yang sudah menuangkan cairan besi panas ke dalam hatinya. Bukan kamarnya yang dituju, melainkan kamar Sky.

Sky yang terhentak karena guncangan di kasurnya dan membuatnya terbangun, menyipitkan mata untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya.

"Mama?" gumam Sky seraya mengusap matanya.

"Kamu terbangun, sayang." Syeril mengusap kening Sky. "Maafin Mama, ya? Mama mau numpang tidur di sini. Soalnya mau meluk kamu yang udah gede aja." Syeril mengatakannya dengan senyum yang terlihat baik-baik saja. Meskipun entah bagaimana hancurnya sesuatu di dalam dirinya saat ini.

"Oh .... Ya udah tidur sini, Ma. Tapi bisa tolong matiin lagi lampunya enggak, Ma? Soalnya silau, Ma."

Syeril manggut, beranjak mematikan lampu, kemudian kembali merebahkan diri di samping Sky. Dia memeluk Sky begitu erat.

"Papa belum pulang ya, Ma?" tanya Sky yang memang jarang mengetahui kepulangan Rehan karena sering pulang saat Sky sudah terlelap.

Tidak ingin berbohong, Syeril memilih diam.

###

Sky Arletta (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang