Chapter 52 SA

49 4 0
                                    

🌸 PUTUS ASA 🌸

🌸Terbangun, Sky mengedarkan pandangan, tidak mendapati siapa pun di ruangan dia berada. Namun, saat telinganya menangkap suara kucuran air dari dalam kamar mandi, Sky meyakini mamanya sedang di dalam sana.

Lalu saat tatapannya melihat bungkus obat di atas nakas, Sky yang sudah putus asa atas kesehatannya, perlahan berusaha meraihnya. Setelah beberapa bungkus obat berhasil di dapat, Sky sempat melihat ke arah kamar mandi sebelum mengeluarkan butiran-butiran obat ke telapak tangannya.

Berpikiran sempit, Sky menatap kosong banyaknya obat di tangan. Lalu sekali lagi dia melihat ke pintu kamar mandi yang masih tertutup, seolah sedang meyakinkan keputusannya.

"Maafin Sky, ya, Ma," ucapnya pelan. Kemudian tanpa ragu lagi, Sky memasukkan sekaligus obat di tangannya. Sebelum akhirnya, butiran obat keluar dari mulutnya dan jatuh berserakan di lantai saat ada yang memukul kepalanya.

Syeril yang melakukannya. Tepat sedetik sebelum Sky hendak menelan banyak obat sekaligus, wanita itu langsung berlari mendekati tanpa Sky sadari. Dan tanpa ragu, Syeril langsung saja memukul belakang kepala Sky agar kembali mengeluarkan obat yang sudah masuk ke mulut.

"Kay ...." Syeril sampai terpaksa menekan rahang Sky agar sedikit terbuka untuk mengecek apakah ada obat yang tertinggal di sana.

"Ada yang tertelan, Kay?" tanya Syeril masih panik.

Sky tidak menjawab, dia hanya menatap lemah mata wanita di hadapannya.

"Kay ...." Syeril menangkup wajah Sky dengan kedua tangannya, berusaha tenang. "Ini Mama, sayang. Kasih tahu Mama, apa ada yang tertelan obatnya?"

Sky masih tidak menjawab. Sebelum akhirnya dia bereaksi meringis menahan sakit. "Sky capek, Ma. Biarin Sky pergi."

"Mama tahu Sky capek, tapi enggak gini caranya, sayang."

"Sakit, Ma. Badan Sky sakit semua. Sky capek. Sky mau tidur tenang."

Mendengar penuturan Sky yang menatapnya sayu, Syeril langsung meraih tubuh Sky dalam pelukannya. "Mama tahu, sayang. Mama tahu kamu capek. Mama juga tahu kamu sakit. Tolong bertahan sebentar lagi saja, sayang. Mama yakin, kamu bakal sembuh."

Sky ingin percaya perkataan mamanya, tetapi dia yang merasakan langsung kondisi tubuhnya, merasa tidak yakin bisa bertahan.

"Sky jangan ninggalin Mama, ya? Mama nanti akan sangat kesepian kalau kamu pergi."

"Tapi Sky mau istirahat, Ma."

"Kalau tidur aja, sayang. Mama bakal temenin."

***

Semenjak insiden Sky yang ingin mengakhiri hidup dengan menkonsumsi banyak obat sekaligus, membuat Syeril tidak berani meninggalkannya walau sekejap. Bergantian dengan Rehan, keduanya terus berjaga mengawasi Sky.

Usai memandang lelapnya Sky, Rehan meraih tubuh Syeril dalam pelukannya untuk menenangkan wanita itu.

"kamu tenang aja, ya, Ril. Sky enggak akan bertindak nekat lagi. Sekarang mending kamu istirahat," ucap Rehan karena melihat wajah lelah Syeril.

"Tapi Sky bagaimana?" Syeril mendongak untuk melihat wajah Rehan yang masih memeluknya.

"Aku yang bakal jagain. Hari ini pokoknya kamu harus banyak istirahat, jangan sampai sakit."

Rehan kemudian menguraikan pelukan dan menuntun Syeril agar tidur di sofa yang ada di ruangan.

Syeril yang memang kurang istirahat dan terus memikirkan bagaimana nasib Sky, menurut saja saat Rehan menyelimutinya. Tidak butuh waktu lama, Syeril benar-benar terlelap dengan wajah lelahnya.

Setelah melihat Sky yang masih tidur, Rehan memutuskan untuk melakukan shalat malam. Dalam sunyinya ruangan dan suasana rumah sakit yang begitu hening saat malam hari, Rehan memohon untuk kesekian kalinya agar segera memberikan kesembuhan untuk putrinya. Sampai pria itu segera bangkit saat lagi-lagi Sky merintih kesakitan dengan mata terpejamnya.

Dan hanya sebuah usapan penuh kelembutan yang bisa Rehan berikan untuk putrinya sembari mulutnya tak henti berdzikir.

Dalam diamnya, Rehan terkadang menjatuhkan air mata jika melihat keadaan Sky yang begitu menderita. Dia sangat menyesal dalam hatinya. Karena berawal dari dia mengkhianati Syeril yang berujung perceraian, Sky jadi korban dan harus bernasib malang seperti ini.

"Papa minta maaf, sayang. Cepat sembuh," ucap Rehan kemudian memberikan kecupan di kening anak semata wayangnya.

***

Rupanya Tuhan masih belum mau memanggil Sky, hingga ujian akhir sekolah tiba, Sky masih bisa ikut serta meskipun harus mengerjakannya terpisah dengan rekan satu angkatannya yang lain. Fokus Sky kini pada layar laptop yang berisikan soal-soal ujian. Ada pengawas yang berjaga di dekat Sky. Sementara Rehan dan Syeril ada di sofa ruangan tersebut untuk berjaga-jaga jika Sky membutuhkan mereka.

Tidak sampai menunggu waktu ujian selesai, Sky sudah mengunci jawabannya dan menyerahkan sisanya pada pengawas. Setelahnya gadis itu kembali merebahkan tubuhnya yang lagi-lagi harus dibantu pengawas.

Setelah merapihkan semuanya, pengawas ujian kemudian pamit.

Syeril dan Rehan segera mendekati Sky yang memejamkan matanya. Akhir-akhir ini Sky jarang mengeluh sakit, dia lebih banyak tidur. Hanya sesekali saja dia merintih bahkan sampai menangis menahan sakit di kewanitaannya yang tak kunjung sembuh. Rehan dan Syeril sudah pasrah. Berbagai macam obat sudah diberikan, tetapi belum membuahkan hasil.

Sudah semingu lebih, hampir sepanjang waktu, Rehan dan Syeril rajin membacakan Quran untuk Sky. Bahkan, Yuki, Levin, Ojan dan teman-temannya yang sudah seminggu tiap malam datang menjenguk, ikut membacakan Quran, berharap kesembuhan untuk Sky.

Sky sudah tidak banyak bicara, tubuhnya terlalu lemah.

Sampai tibalah hari perpisahan yang dipercepat penyelenggaraannya dari jadwal yang seharusnya. Hal itu dilakukan lantaran keinginan Sky yang ingin menghadiri acara perpisahan. Mengingat kondisi Sky yang semakin buruk, maka pihak sekolah mengambil kebijakan tersebut.

Syeril berusaha tersenyum saat merias wajah Sky yang sudah duduk di kursi roda mengenakan seragam lengkap sekolahnya. Rok kotak-kotak, kemeja putih dengan dasi merah, lalu dibalut rompi hitam dan ditutup jas hitam.

Hari ini Sky terlihat berbeda, ada binar indah di matanya. Wajahnya juga terlihat berseri dengan senyum yang terus terukir.

Wajah pucatnya sudah tidak terlihat lagi karena bedak tipis yang menyatu dengan wajahnya. Bibir pucatnya juga sudah tertutup oleh lipstik tipis yang sesuai dengan warna bibir alaminya. Rambutnya sudah tersisir rapih terurai dengan jepit rambut di sisi kepalanya.

"Putri Mama cantik sekali," puji Syeril dengan senyum mengembang.

"Makasih."

Meskipun Syeril sudah mati-matian menahan air matanya agar tidak jatuh, tetapi tetap saja gagal. Perasaan asing yang beberapa hari ini menghinggapi hatinya, selalu berhasil membuatnya ketakutan.

Sky mengusap air mata Syeril. "Mama kenapa nangis?"

"Enggak, sayang. Mama bangga sama kamu. Kamu bisa bertahan sejauh ini, bahkan sampai bisa ikut ujian dan perpisahan angkatan kamu juga."

"Itu karena Papa sama Mama selalu dukung Sky. Sama temen-temen Sky juga enggak capek-capek nyemangetin Sky. Makasih untuk semuanya ya, Ma."

"Iya, sayang."

Syeril kemudian memeluk Sky sebentar sebelum akhirnya melepaskannya karena kehadiran Rehan dengan dokter wanita yang selama ini menangani Sky.

Sky sebenarnya belum diperbolehkan keluar rumah sakit, tetapi dengan segala pertimbangan, akhirnya dokter terpaksa mengizinkan.

"Sudah siap berangkat, cantik?" tanya sang dokter seraya tersenyum.

"Siap, Bu Dokter."

***

Sky Arletta (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang