...
Meski tertatih dan sering berhenti untuk menahan sakit, akhirnya Sky sampai di depan pintu. Diketuknya pintu itu, lalu tak berselang lama pintu terbuka. Sosok yang dirindukan sekaligus ditakutinya menyambut dengan raut wajah yang tidak bersahabat.
"Masuk!"
Suara tegas itu cukup membuat Sky gentar. Dia pun berusaha berjalan senormal mungkin agar papanya tidak menaruh curiga. Setelah lima langkah, Sky menunggu papanya yang sedang menutup pintu.
Rehan tampak marah saat berjalan mendekati Sky. Sky takut, sebab hanya ada mereka berdua di sana. Sky takut papanya kembali menghukumnya seperti waktu itu. Bekas pukulan Rehan mungkin sudah hilang, tetapi luka dan ingatan itu masih jelas terekam di dalam kepalanya.
"Kenapa wajahmu? Berkelahi di luar? Karena itu kamu tidak berani pulang? Lihat Papa, Kay!" Rehan membentak karena Sky hanya tertunduk.
"Kenapa berkelahi? Kamu itu anak perempuan, Kay!" bentak Rehan lagi saat Sky memberanikan diri mengangkat wajahnya.
Namun, Sky kembali menunduk begitu melihat kilat kemarahan di mata Rehan. Bagaimana dia bisa bercerita yang sebenarnya, sementara Rehan langsung menuduhnya demikian.
"Kalau kamu tidak mau Papa menikah lagi, ya sudah, tidak begini caranya, Kay! Dengan kamu melakukan kenakalan di luar sana, kamu pikir itu keren?! Enggak sama sekali, Kay. Papa kecewa sama kamu."
Setelah mengatakan itu, Rehan berlalu begitu saja. Dan lima detik kemudian tubuh Sky sampai berjengit karena suara pintu yang ditutup dengan kasar oleh Rehan saat pria itu masuk kamar.
"Sky enggak berkelahi, Pa, andai Papa tahu," batin Sky. Kemudian dia melangkah dengan pelan dan sedikit terseret karena menahan sakit di kewanitaannya.
***
Semburat jingga baru saja lenyap saat Rehan kembali entah dari mana. Tempat yang pria itu tuju pertama kali adalah kamar putrinya. Dilihatnya Sky yang terlentang di balik selimut yang menatap balik pria itu dengan mata sayu.
"Papa belikan nasi goreng Mang Ical, jangan lupa dimakan. Papa taruh di meja makan." Singkat, padat, jelas, Rehan langsung berbalik setelah mengatakannya.
"Pa," panggil Sky dengan suara lemahnya.
Rehan tidak berbalik, dia hanya mengunci kakinya di tempat.
"Sky butuh Papa. Temani Sky, ya, Pa. Papa jangan pergi lagi, ya? Sky takut."
Rehan yang masih diselimuti amarah karena menganggap luka di wajah Sky akibat perkelahian di luar sana, tidak menanggapi serius ucapan putrinya. "Papa sudah membelikan obat memarnya. Nanti Papa taruh juga di meja makan. Jadi jangan lupa diobati." Tanpa berkata lagi, Rehan berlalu pergi, tidak lupa kembali menutup pintu.
Tanpa mempedulikan keadaan putrinya, Rehan kembali beranjak pergi dari rumah entah ke mana.
"Sky butuh Papa, bukan obat memar, Pa," gumam Sky.
Sekarang dia sendirian dengan ketakutannya. Dia takut Deta tiba-tiba datang ke rumah dan melakukan hal biadab lagi padanya. Maka dengan hati terluka dan berat hati, Sky menghubungi Levin, memintanya agar berjaga di depan rumah. Sky setakut itu sekarang. Dan satu-satunya orang yang dia percaya saat ini hanya Levin.
Lima belas menit kemudian, Sky mendapat telepon balik dari Levin. Dan dia sekarang bisa bernapas lega karena cowok itu sudah ada di depan rumahnya, berjaga di dalam mobil.
Ada telepon dari mamanya, Sky segera mengangkat, mengobrol seperti biasanya, lalu terdiam menatap langit-langit kamar setelah sambungan telepon itu berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sky Arletta (TAMAT)
Teen FictionPernahkah kalian bertanya, bagaimana kehidupan seorang broken home itu? Kenapa kebanyakan mereka mencari perhatian di luar? Atau bahkan tidak sedikit dari mereka yang merusak dirinya? Sky Arletta adalah siswi SMA yang seketika kehilangan arah karena...