Chapter 50 SA

37 4 0
                                    

🌸 RUJUK 🌸

🌸Setelah bersepakat, Syeril dan Rehan akhirnya menyampaikan kabar baik pada Sky perihal hubungan mereka yang akan rujuk.

Dua minggu sudah kabar baik itu terngiang di kepala Sky. Orang tuanya akan rujuk dan sebentar lagi akan dilakukan ijab-kabul di ruang rawat-inapnya.

Sky senang orang tuanya akan kembali menyatu meski agak terlambat menurutnya. Namun biarlah, Sky akan menikmati masa-masa indah itu.

Setelah penghulu datang, pernikahan yang hanya dihadiri segelintir orang itu berlangsung khidmat, hingga akhirnya kata sah menggema di ruangan. Sky amat bahagia, sampai air matanya berlinang saat melihat papanya mengecup kembali kening mamanya.

Tidak ada yang spesial di pernikahan kedua mereka, bahkan Syeril dan Rehan tidak berhias layaknya pengantin, hanya pakaian biasa. Setelah acara ditutup dengan doa, penghulu kembali keluar usai menjalankan tugasnya. Rehan dan Syeril pun segera menghampiri Sky.

Nenek Sky yang sedari tadi mengusap kepala cucunya untuk memberikan ketenangan pada Sky, pamit undur diri. Begitu juga dengan yang hadir, hingga menyisahkan keluarga kecil yang kembali bersatu setelah terpisahkan oleh keegoisan seorang Rehan yang sudah mengkhianati Syeril.

"Sky seneng kan, Papa sama Mama udah resmi nyatu lagi?" Syeril mengusap kepala Sky dengan sedikit mencondongkan badannya.

Sky melihat Syeril dan Rehan bergantian. Pandangannya sedikit terhalang oleh air yang memenuhi selaput matanya. "Makasih udah mau bersama lagi, Ma, Pa," katanya pelan.

"Iya, sayang. Kamu cepet sembuh, ya?" balas Syeril.

Setelah bertukar pandang sebentar, Rehan dan Syeril bersamaan mencium pipi Sky. Perlakuan kedua orang tuanya itu pun membuat mata Sky terpejam, air matanya yang tertahan pelan mengaliri wajahnya.

"Ya Allah ... bolehkah ... aku hidup seribu tahun lagi bersama Papa dan Mama?" lirih Sky dalam hati.

***

Sesuai janjinya pada Sky, Syeril akhirnya membolehkan Sky untuk masuk sekolah. Hal itu tentu saja atas persetujuan dokter yang menangani Sky.

Pakaian yang dikenakan Syeril dan Rehan hanya pakaian biasa. Sky yang merasa senang atas kembali utuhnya keluarga yang dimilikinya, menyarankan agar mama-papanya tidak perlu ikut memakai seragam sekolah. Hal tersebut langsung saja disambut bahagia oleh Syeril dan Rehan yang kepikiran jauh hari jika harus kembali memakai seragam sekolah.

Dan pagi ini dengan dibantu Syeril, Sky keluar dari mobil yang berhenti di area parkiran sekolah. Begitu kakinya menginjak tanah sekolah, Sky merasakan desiran di dalam tubuhnya. Seketika angin berembus menerpa wajahnya, seolah menyambut kedatangannya.

"Ayo, sayang," ajak Syeril hendak menuntut Sky agar duduk di kursi roda yang sudah disiapkan Rehan. Sementara dokter psikolog dan dokter spesialis kulit yang menangani Sky, keduanya hanya mengawasi dalam dalam jarak dekat.

Sayangnya saat Sky baru satu langkah menuju kursi roda dituntun mamanya, kaki Sky terkunci di tempat. Napasnya tiba-tiba memburu.

"Kay," ucap Syeril hati-hati.

Menyadari tubuh Sky yang bergetar, Syeril langsung saja mendekapnya. "Kenapa?"

Pun dua dokter segera mendekati Sky untuk memberikan ketenangan.

"Takut, Ma."

Syeril lebih erat memeluk tubuh Sky sembari menahan air matanya. "Jangan takut. Ada Mama sama Papa. Juga Bu Dokter."

"Sky enggak jadi sekolah deh, Ma. Sky takut."

Bersamaan dengan itu, Yuki yang baru saja sampai, datang menghampiri sembari menyebut nama Sky. Namun langkahnya terhenti saat menyadari Sky sedang tidak baik-baik saja.

Tidak butuh waktu lama, di tempat Yuki berdiri, banyak siswa-siswi yang bergabung dengannya. Pun Pak Ramdan sang wali kelas yang hendak menyambut kedatangan salah satu muridnya, ikut mematung di sana.

"Tenang ya, Kay." Syeril masih menyembunyikan wajah Sky dari khalayak ramai. "Jangan takut."

Semakin ramai orang berdatangan, akhirnya Rehan meminta bantuan Pak Ramdan agar segera membubarkan para siswa di area parkir tersebut.

Dengan berat hati, Yuki pun ikut angkat dari sana.

"Padahal aku udah seneng, Kay, pas kemarin kamu bilang hari ini bakal masuk sekolah. Tapi kenapa ...," batin Yuki segera menyeka air matanya yang jatuh sebulir. "... kenapa malah begini?"

***

Hari pertama, Sky tidak jadi belajar di sekolah lantaran ketakutan melihat banyak orang.

Hari berikutnya mencoba lagi, hasilnya masih sama, Sky masih merasa ketakutan melihat banyak orang.

Dicoba lagi, Sky mulai bisa melihat siswa-siswi yang berlalu-lalang kendati masih ketakutan dan hanya diam di tempat.

Akhirnya setelah seminggu hanya menginjak area parkiran, Sky mau diajak berkeliling lingkungan sekolah. Itu pun setelah berhasil meyakinkan Sky bahwa orang-orang di lingkungan sekolah adalah orang baik. Juga dukungan dari Yuki, Levin dan Ojan turut membantu menumbuhkan keberanian di hati Sky.

Meskipun tidak bisa lepas dari kedua orang tuanya, setidaknya perkembangan psikologis Sky yang mulai bisa melihat banyak orang, sudah cukup membuat orang terdekatnya senang.

Dan hari ini adalah hari pertama Sky kembali ikut kegiatan belajar di ruangan seperti biasanya. Sky dan Yuki kembali duduk di depan, barisan kedua, tempat duduk keduanya saat baru saling mengenal. Sky terlihat begitu antusias saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung. Jemarinya bergerak lincah di atas kertas menyalin tulisan dari papan tulis.

Seolah lupa dengan penyakit yang menyerang kewanitaannya, Sky dengan semangat langsung angkat tangan saat Bu Guru mengajukan pertanyaan siapa yang bisa jawab.

Setelah dipersilahkan maju, Sky dengan hati-hati bangkit dari duduknya, lalu maju ke depan dengan langkah amat pelan bahkan sedikit terseok.

Tanpa Sky sadari, hal itu justru menimbulkan getaran di dalam hati seluruh penghuni kelas. Mereka iba sekaligus tidak tega melihatnya. Pun Bu Guru merasa ngeri melihat keadaan siswi terbaiknya seperti ini.

Jemari Sky bergerak di papan putih tanpa mengalami kesulitan menjawab soal fisika. Sampai akhirnya kegiatannya terhenti saat spidol dalam genggamannya terjatuh.

Sky melihat lama spidol yang jatuh di dekat kakinya, ada keraguan dalam dirinya untuk mengambil. Namun, dia pun mundur dua langkah kecil, kemudian sedikit membungkuk untuk meraih spidol. Sebelum akhirnya tangan seseorang sudah lebih dulu mengambilnya.

Sky merasa tertolong, dia kembali berdiri tegak, lalu menerima spidol dari tangan Yuki.

"Makasih."

"Sama-sama, Kay."

Yuki kemudian kembali duduk, sedangkan Sky melanjutkan sebelum menyusul Yuki untuk duduk.

Tepuk tangan bergemuruh usai Bu Guru memeriksa hasil kerja Sky yang benar. Bahkan sorakan dukungan untuk Sky pun terdengar riuh.

Sky mengedarkan pandangannya ke sekeliling kelas, dia bisa melihat, air mata teman-temannya yang tertahan. Semuanya berdiri dan belum berhenti bertepuk tangan untuknya. Hanya Levin yang terlihat diam saja dan masih duduk dengan tatapan mengarah ke luar jendela. Entah apa yang dipikirkannya, Sky tidak tahu.

Diperlakukan seperti itu, Sky lalu berdiri, mengedarkan tatapannya sekali lagi. Kemudian dia sedikit membungkuk seraya berucap terima kasih.

"Kamu hebat, Kay." Yuki sampai tidak bisa menahan air mata yang sudah menumpuk di pelupuk mata.

"Kamu hebat, Kay." Yuki akhirnya menghambur memeluk tubuh ringkih Sky. "Kamu hebat, Kay," katanya tanpa bisa menahan diri.

"Lekas sembuh, ya, Kay."

Sementara di luar, kedua orang tua Sky juga tidak bisa menahan diri. Keduanya senang sekaligus terharu dengan perjuangan Sky, juga dukungan dari semua pihak untuk putri mereka.

***

Sky Arletta (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang