S2 BAB 5

89 25 5
                                    

"Ikut nggak, By?" Ajak Una saat bel pulang sekolah baru saja berbunyi.

"Nggak, gue ada kumpul basket. Duluan," pamitnya lalu pergi begitu saja.

"Gue seneng tau, Na," celetuk Jack yang tengah duduk di depannya.

"Seneng kenapa?" Tanya Una seraya menggendong tasnya.

"Karena lu temenin gue."

Una membuka ponselnya dan membaca sebuah pesan dari Noval.

Bangnov
Gw blos bmbel. Plg breng g?

Lihat kan? cara mengetik abangnya itu terkesan tidak niat, Ia pun segera membalasnya dan menjelaskan bahwa ia akan pergi dengan Jackson.

"Jack hari ini latihan, nggak? Gue bareng lu ya."

Una mengalihkan pandangan dari ponselnya menatap Jackson yang baru saja dihampiri Lea. "Gue hari ini ama Una. Sorry ya, lu bareng ama Indi aja," tolak Jackson.

Lea membisu setelah menatap Una dan Jackson bergantian kemudian berkata, "Oke. See u di GOR," ucapnya lalu pergi.

"Dia nggak apa-apa? Gue nggak enak," celetuk Una.

"Nggak apa-apa. Emang dia siapa? Santai aja kali, Neng," jawab Jackson.

Mereka mulai berjalan menuju parkiran. "Lah emangnya gue siapa juga?" Balas Una yang tahu diri bahwa dia juga bukan pacar Jackson.

"Lu maunya jadi siapanya gue? Bilang aja," jawab Jackson membuat Una tersenyum tertekan. Selalu saja membalikkan pertanyaan, menyebalkan.

"UNA!!"

Tubuh kecil Una terperanjat kala mendengar suara teriakan dari parkiran, tampak segerombolan anggota futsal dan club supporter yang masing-masing sudah menaiki sepeda motor dan berkumpul di parkiran. Una dan Jackson berjalan menghampiri orang yang baru saja memanggilnya dengan suara melengking. Arin, ia tersenyum riang seraya terus melambaikan tangannya.

"Tumbenan mau ikut," celetuk Arin saat mereka sampai di hadapan Arin dan Algi yang tengah duduk di atas sepeda motor.

"Iyalah. Emangnya lu orang doang yang bisa bucin di lapangan. Gue juga bisa," sahut Jackson.

"Ciailahhh, kasmaran," ledek Algi dengan wajah minta dipukul.

Una melirik Jackson, bibir tipisnya itu mulai terbuka. Segera ia dorong pelan tubuhnya seraya berkata, "Ayo, ah!" Jika tidak Una pisahkan, dapat dipastikan bahwa Algi dan Arin terus menggodanya, Jackson sih tidak keberatan dengan itu, tapi Una membatin sendirian. Kalau mereka hanya berempat sih juga tidak masalah, tapi mereka seolah lupa bahwa mereka tengah ada di gerombolan orang.

"Nah, kan liat, Gi. Pengen nempel mulu ama gue dia," tutur Jackson.

Una menghela napasnya kemudian berjalan mendahului Jackson menuju motor Jackson yang terparkir cukup jauh dari sana. Jackson segera menyusulnya. Mereka berdua pun menaiki motor tersebut tanpa banyak drama, kini Una sudah tahu cara menaiki motor Jackson yang ketinggian untuknya. Pertama ia menaruh kaki kanan sebagai pijakan di tempat pijakan kaki yang tersedia kemudian memegang bahu kanan Jackson sebagai tumpuan kedua lalu ia naik dengan bertolak pada kaki kanan dan bahu kanan Jackson.

"Jack."

Pria itu menoleh ke belakang menatap gadis yang juga sedang menatapnya, bola matanya yang besar itu tampak berkilau terkena cahaya matahari, tangan kanannya memegang helm yang kebesaran di kepalanya, "Biasanya cewek kalo supporteran, selain tereak-tereak, ngasih makan minum, terus apa lagi?" Tanyanya dengan lugu.

Jack tertawa kecil lalu menjawab, "Nggak usah aneh-aneh, Na. Lu diri dipinggir lapangan terus senyum aja abis gue, geter ni ati."

Una tertawa sembari mencubit lengan Jackson, "Nggak usah lebay." "Sebenernya gue trauma nonton futsal atau sepak bola tau," timpalnya.

"Waktu SD kepala gue kena pas nonton, terus SMP kaki gue yang kena, terus SMA kelingking gue yang kena. Mana kenanya ama lu lagi," jelasnya sembari menunjukkan jari kelingkingnya.

"Yah jangan dibahas lagi dong. Nggak enak ni gue," balas Jackson.

"Nggak enak apanya? Lu aja malah ngatain gue waktu itu. Lu tu emang beneran ngeselin ya ternyata," lanjut Una.

"Maaf lagi deh, gue nggak sengaja asli. Kalo soal mulut gue ya gue akuin itu salah sih. Gue juga bingung kenapa punya mulut kayak sampah," jawab Jackson.

Una menjentikkan jarinya ke bibir Jackson dengan pelan, "Emang harus diginiin. Biar ke jaga bacotannya."Bukannya marah Jackson malah tersenyum senang, dasar orang aneh. "Rela gue mah disentil lu, neng. Di sentil pake yang laen juga nggak apa-apa," ucapnya ambigu.

Tin tin

Suara klakson terdengar, membuyarkan fokus mereka yang tengah berbincang. Suara tersebut bersumber dari beberapa meter di depan mereka, "Buruan! Jangan pacaran mulu, udah pada berangkat, ege," teriak Algi. Benar, sebagian dari gerombolan tadi sudah melaju, menyisakan beberapa motor termasuk Algi dan Arin. Tanpa banyak pikir, Jackson segera melajukan motornya menyusul gerombolan mereka.

"Jack, apaan sih. Jangan ngebut," tegur Una sedikit keras. Laju sepeda motor Jack melambat, sang pengendara menjawab, "Gue lupa lagi boncengin lu ahaha. Makanya pegangan, peluk juga boleh."

"Ini gue udah pegangan tau ke ujung jaket lu," balas Una yang membuat Jackson menggeleng tak habis pikir.

"Tuh, liat depan deh. Algi ama Arin nempel gitu, nggak mau coba juga?" Tuturnya.

Spontan Una mencubit pelan pinggang Jack, "Apaan, sih? Malu tau, rame."

"Astaga, Una. Kasar amat sih, untung gue demen, lho," sahutnya. "Berarti lu maunya berduaan doang di tempat sepi nih, ya... "Timpal pria tersebut.

"Jack.... "

"Iya, by?"

Una menghela napasnya, Jack ini kenapa sih? Panggilannya barusan itu kan bermaksud menegurnya, kenapa ia malah menyahut, mana pakai by-by segala. Apa ia tak tahu dirinya bisa saja salah tingkah...

"Nggak usah takut kena sosor bola. Lapangannya kan di halangin jaring, Na."

Una berpikir sejenak, "Di GOR kan? Yang waktu itu gue nonton ama papa?" Tanya Una.

Jackson mengangguk, "Papa apa kabar?"

"Papa-papa, emangnya dia papa lu, hah?" Cibir Una. "Papa lagi dinas."

"Papa mertua," balasnya. Lagi-lagi Una hanya tersenyum tertekan.

Percakapan berakhir setelah Jackson mengatakan itu,  Jackson kembali fokus berkendara sembari bersenandung kecil. Sedangkan Una hanya memperhatikan jalan yang sedang dilaluinya sambil menikmati sejuknya angin yang menerpa. Jackson sesekali menunjuk beberapa tempat yang pernah ia kunjungi, hingga akhirnya mereka sampai di tempat yang mereka tuju yakni lapangan futsal di gedung olahraga kota.

TBC
Minimal vote lah yeT

Addiction Of Annoyance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang