Una menarik napasnya lalu mulai menceritakan kronologis tentang apa yang terjadi sejak hari Senin kemarin. Mulai dari kejadian Jack yang menggoda ketika upacara yang bilang ingin di rawat oleh Una di UKS. Lalu kejadian setelah Jackson pingsan dan kejadian Una yang memaksa Jackson untuk makan. Algi mendengarkan Una dengan baik.
"Makanya gue bingung, Gi. Paginya si Jack masih ledekin gue ampe bilang mau dirawat ama gue. Nah pas di uks inilah anehnya. Gue kan kepaksa ya rawat Jackson karena di suruh kating. Tapi Jacknya malah ga mau."
Una kembali berbicara, "Karena gue kesel ya gue marahin dong. Gue katain juga, tapi masa, sih dia baper ama kata-kata gue?"
Algi menoleh ke arah Una. "Emang lu ngatain apa?"
"Ya gue suruh makan terus gue bilang jangan manja, jangan drama dan hargain orang yang udah dia repotin," balas Una.
Algi terdiam.
"Kenapa? Jangan bilang, Jack beneran baper?"
Algi menghela napasnya dan menjawab, "Pantes. Mungkin ucapan lu dia ambil hati terus ke inget mamanya."
Una mengerutkan dahinya bingung.
"Gini, Na. Gue nggak bisa ceritain detail soal keadaan Jack, yaa karena gue rasa kurang etis aja. Tapi intinya Jackson itu sensitif soal keluarga. Gue juga nggak tau cara pikir itu anak. Tapi gue rasa ya dia baper ama onongan lu yang ngingetin ke keadaan keluarga. Mungkin ya, gue nggak tau," jelas Algi.
"Jack itu walau nyebelin dan mulutnya ga ke kontrol tapi aslinya lembek banget dia, Na. Doyan ngatain tapi di nggak mau di katain balik. Nggak mau kalah, dia juga males di omelin orang. Kedengeran egois tapi ya emang dia egois, sih."
Una menggigit bibirnya, ok dia melakukan kesalahan. Walaupun Una tidak tahu apa masalah Jackson dan apa salahnya tapi yang pasti Una mungkin telah melukai Jackson. Una lupa bahwa sekeras apapun Jack ia hanyalah manusia. Tidak menutup kemungkinan ia bawa perasaan karena perkataan Una. Una sebenarnya ingin tahu lebih banyak soal Jackson namun ia sadar ini adalah privasi Jackson. Ia tidak berhak tahu.
"Aduh, terus gimana, nih??? Astaga, Gi," panik Una sambil menepuk-nepuk bibirnya.
"Santai, aja. Tar gue bantu bilang. Lu nggak salah-salah amat, sih. Emang si Jack ngeselin. Gue aja kadang pukulin dia. Tapi kalo pengen lebih enak ya lu minta maaf aja."
"Minta maaf? Gue ngomong aja nggak di dengerin ama dia, Gi. Fatal banget ya kesalahan gue?"
Algi mencoba menenangkan Una yang terlihat merasa bersalah, "Ya emang wataknya gitu dia kalo kesel ama orang. Tapi ntar juga lupa sendiri. Dia ga dendaman."
Una bernapas lega. "Bener, nih?" Tanya Una, Algi mengangguk.
"Dia nggak dendam cuma paling dia nganggao orang yang dia sebel itu nggak ada," tambah Algi.
"Gi!!! Serius, ih. Gue nggak mau ada masalah ama orang," panik Una seperti orang menahan tangis. Ia takut, ia takut kalau ada orang lain yang merasa dirugikan karena dirinya. Una benar-benar takut. Rasanya Jackson dua hari ini sudah tidak menganggap Una ada, tepat seperti yang Algi katakan.
Algi yang melihat Una pun tertawa. "Dia nggak bakal marah lama sama lu."
"Serius? Kok lu tau?" Tanya Una. Kali ini ia tidak mau dibodohi Algi lagi.
"Iya, orang dia demen ama lu."
Deg
.
Una mematung dengan jantung yang berdebar kencang. Pipinya terasa panas dan mulutnya begitu sulit untuk berkata."Demen ngebully lu maksudnya," tambah Algi lalu tertawa dengan puas.
"Algi!!! Gue nggak bercanda! Lu jangan nyebelin kayak Jack!" Kesal Una sambil memukul lengan Algi yang tergeletak di atas meja.
"Sakit, Na! Gue serius loh tapi."
Una tidak peduli, Algi dan Jack sama saja. Tidak bisa dipercaya ucapannya.
"Ya gue pengen ngehibur lu aja, sih. Siapa tau lu kangen digituin sama Jack," ucap Algi yang menurut Una sedikit ambigu itu.
"Digituin digituin. Emang gue di apain ama Jack, hah?" Sebal Una. Sedangkan Algi lagi-lagi hanya tertawa.
"Tapi ya, Gi. Gue nggak yakin Jack maafin gue. Tadi aja dia kan ngasih gue nasi goreng. Katanya buat ngegantiin yang Senin terus katanya dia nggak mau utang budi dan ngerepotin. Pas mau gue balikin tangan gue malah ditepis, mana nepisnya sakit lagi," adu Una.
"Nah, loh," saut Algi dengan nada menakut-nakuti.
Una berdecak dan berkata, "Lu tuh mau bantuin gue apa jatohin gue, sih?"
"Hahaha, udah aman. Percaya ama gue."
"Nggak bisa! Yang bisa dipercaya diantara kalian bertiga cuma Davin," jawab Una.
Una melirik jam yang Algi pakai. Jam menunjukkan pukul tujuh kurang, tidak terasa. Ternyata ia sudah bercerita sangat lama. Una pun mengedarkan pandangannya, hujan juga sudah berhenti. "Eh, udah berhenti, Gi. Pulang, yuk!" Ajak Una.
Algi melihat ke jalanan dan mengangguk. Mereka pun berjalan ke pinggir jalan."Makasih ya, Gi. Ini kayaknya buat lu aja deh," ucap Una sambil menyodorkan nasi goreng pemberian Jackson.
"Widih, pas nih di kosan gue mienya abis," ucap Algi sambil menerimanya dengan senang.
"Gue duluan ya!" Pamit Una lalu mulai menyebrang.
"Hati-hati," teriak Algi.
Una pun menaiki angkutan kota yabg sedang berhenti. Sebelum mobil itu melaju ia membuka jendela dan melambaikan tangannya kepada Algi. Pikiran Una saat ini sudah mulai lebih tenang setelah berbicara dengan Algi. Baguslah, ia harap ia bisa mengubah semua menjadi seperti semula. Ia tidak mau dibayangi rasa bersalah Ataupah diabaikan orang lain. Rasanya tidak enak dan mengganggu.
To be continue
Thank you for reading
Vote n comment guys
Jangan lupa mampir ke cerita gue yg laen ya!!
Peace.https://saweria.co/elvcello
Tap for support
KAMU SEDANG MEMBACA
Addiction Of Annoyance
Teen FictionKata orang "Jangan nilai buku dari covernya." Setidaknya Nada Aluna a.k.a Una pernah mengikuti pepatah itu namun rasanya pepatah itu tidak berlaku lagi setelah ia melihat Jack a.k.a Jackson Jeandra. Pepatah itu hanyalah sekedar kata. Wajah Jack sang...