BAB 11 PART II

885 99 6
                                    

Una menunduk, tangan kirinya menggaruk tengkuk. Segera ia lepaskan cubitan tangan kanannya dari lengan Jackson. Jackson sedikit lega.  Pak Adi, ia menggeser-geser layar ponselnya lalu menunjukkan kepada mereka. Di sana tertangkap gambar Una dengan wajah kesalnya sedang mencubit Jackson, sedangkan Jackson terlihat kesakitan.

"Ribut mulu, ada masalah apa, sih?" Tanya Pak Adi. Selain sebagai guru seni budaya, beliau juga merupakan kesiswaan di sekolah ini sehingga ia akan mendokumentasikan kegiatan yang ada.

Una melirik sinis Jackson, "Dianya tu, pak. Masa senam tangannya disengajain kena muka saya," adu Una sambil memperagakan gerakan senam tadi

"Dih, apaan? Emang gerakannya gitu, pak. Dianya aja kependekan. Jadi pas saya rentangin tangan langsung kena," bela Jackson.

"Terserah deh. Saya pusing ladenin kalian," tutur Pak Adi sambil berlalu pergi melanjutkan tugasnya.

Una melirik sinis Jackson. "Apa liat-liat? Mau ngomel?" Ucap Jack dengan belagu. Una mendelik, "Ngeselin," ucapnya lalu mulai menggerakkan tubuhnya lagi mengikuti instruktur di depan sana.

Kini Una benar-benar fokus, senam sudah memasuki gerakan akhir inti, beberapa saat kemudian musik yang tadinya penuh semangat mulai berganti dengan alunan piano bernada minor, pendinginan. Sepanjang lagu Una merasa lega karena tidak ada gerakan yang memicu Jackson untuk menjahilinya. Senam pun berakhir, semua siswa mulai kembali ke kelas mereka. Terkecuali kelas sepuluh, mereka diminta merapat ke depan dan duduk di lapangan. Sepertinya akan ada pengumuman.

"Oi, kate!"

Una menoleh malas ke orang di sampingnya, "Apa? Mau usilin gue lagi?"

Jackson berdecak, "Negatif mulu ke gue. Tuh, rambut lu benerin," ucap Jackson sambil mengalihkan pandangannya fokus ke depan.

Una merogoh ponselnya dan melihat dirinya lewat pantulan layar ponsel. Benar, ia sangat berantakan. Rambut sebahunya sudah tidak beraturan, ditambah poni nya yang tidak tertata. Una mengikat rambutnya ke belakang dengan ikat rambut yang ia pakai seperti gelabg ditangannya kemudian membenarkan poninya. "Thank you," ucapnya. Jackson hanya melirik Una sekilas tanpa mengucapkan apapun. Bagus.

Seorang siswi yang memakai almamater OSIS itu memegang mic dan mulai berbicara. Una fokus mendengarkan pengumuman yang ketua OSIS itu sampaikan. Namun pandangannya fokus ke seorang siswa di jajaran anggota OSIS dan MPK yang berdiri di belakang ketua OSIS tersebut. Siswa tersebut berdiri gagah dengan wajah ramahnya, ia memakai almamater yang terdapat logo MPK di lengannya.

Di tengah fokusnya itu tiba-tiba pandangannya terhalangi oleh sebuah lengan yang melambai-lambai di depan matanya. Ia pun menoleh ke sumber, "Apa, sih?"

Jackson menarik kembali tangannya, "Serius amat, Neng. Ngincer kakak kelas?"

"Dih bukan urusan lu ya. Eh tapi liat deh cowok keempat dari kanan," ucap Una dengan suara pelan. Jackson pun melihat ke seseorang yang Una maksud. "Terus?"

"Cakep ya?" Ucap Una sambil terus melihat ke orang tersebut. Orang itu adalah kakak kelasnya saat SMP dulu. Mereka sempat dekat dan ia merupakan alasan Una masuk ke SMA ini.

"Cakepan gue," jawab Jackson. Una melihat Jackson lalu melihat siswa tadi bergantian. Memang benar, Jackson juga tampan malah lebih tampan dari orang yang Una lihat. Tapi tetap saja Jackson hanyalah tampan yang menjengkelkan.

Una tidak menjawab, ia lebih memilih menunduk dengan dahi yang ia topang dengan lengannya. Matahari semakin terik membuat Una silau jika harus melihat ke depan. Una terus mendengarkan siswi tersebut, ia bilang sekolah akan mengadakan latihan dasar kepemimpinan siswa yang akan dilaksanakan Jum'at depan. Una malas, pasti kegiatan ini hanya akan dijadikan ajang balas dendam kakak tingkatnya.

"Ck, ribet. Pake segala pengumuman. Bagiin aja suratnya kelar. Nggak tau orang panas apa," gerutu Jackson. Una melirik Jackson, wajahnya berkeringat, kini ia tengah mengibaskan lengannya di dekat leher. .

"Apa liat-liat? Cakep?" Celetuk Jackson saat tiba-tiba ia melirik Una. Una mengalihkan pandangannya dan terus mengutuk dirinya. Insting Jackson sangat kuat, ia pasti tahu jika ada orang yang menatapnya.

Seseorang datang lalu duduk di tengah Una dan Jackson. Algi, ia duduk dengan napas terengah-engah, "Telat lu ga ada otak anjir. Yang punya sekolah?" Cibir Jackson, ia bicara seolah-olah ia tidak pernah terlambat.

"Iya jir. Gue jemput cewek gue. Taunya dia ga sekolah," balasnya.

"Lah, emang. Dia kan mau ke rumah kakaknya," saut Una. Algi menoleh ke arahnya, "Lu, sih nggak bilang."

"Lah kok gue?"

"Mampus, mamam noh bucin. Jadi telat," ledek Jackson.

"Tolong yang di belakang dengarkan dulu," tegur siswi yang sejak tadi berbicara itu. Mereka mendadak diam.

Pengumuman dari ketua OSIS itu pun selesai, seluruh kelas sepuluh diperbolehkan kembali ke kelas. Una berjalan dengan Jackson di belakangnya. Kali ini pasti Jackson bukan mengikutinya tapi memang mereka berada di kelas yang sama. Jadi mau tidak mau mereka berdekatan. Tadinya Una mau menerobos kerumunan dan mencari Gabby. Tapi percuma, kerumunannya terlalu padat dan pasti Gabby sudah berlari ke kelas saat diperbolehkan.

"Pagi, Lun," sapa seseorang dari saat mereka melewati gerombolan anak OSIS MPK. Una menghentikan langkahnya dengan sedikit gugup.

"Eh, iya. Halo, kak!" Balas Una salah tingkah. Ia malu disapa oleh orang yang terus ia perhatikan sejak tadi. Mana penampilan Una sedang berantakan, wajah kusam dan berkeringat di tambah rambut yang ia kuncir asal.

"Ikut ldks ya. Biar kaya dulu," tambah siswa tersebut. Lidah Una rasanya tercekat, ia ingin menjawab tapi tidak bisa. Sial, kenapa dia membawa-bawa masa lalu.

"Ayo, balik ke kelas, Neng," celetuk seseorang sambil menarik ujung seragam olahraganya. Jackson, ia menyeret Una secara tidak langsung.

"Jack! Eh, kak. Luna duluan ya," pamit Una.

Setelah agak jauh dari lapangan, Jack melepaskan kedua jarinya yang sejak tadi memegang ujung baju Una. Una yang sedang salah tingkah itu tidak sadar sehingga ia tidak banyak protes. Sedetik kemudian, "Heh! Lu ngapain narik gue, sih? Gue bukan anjing lu ya!" Omelnya ketika sadar.

Kini mereka berjalan di lorong kelas menuju lantai dua, Jackson menoleh ke arah Una, "Gue nyelamatin lu," ucap Jackson sambil melihat kembali ke depan. "Ya abisnya lu gugup gitu, mana malu malu anjing lagi. Geli gue," tambahnya lagi.

Una memaki Jackson dalam hatinya, tapi Jackson memang menyelamatkan dirinya dari situasi canggung. Namun tidak perlu mengatainya juga kan. Dasar Jackson. Una berjalan cepat lalu menyalip tubuh Jackson, "Ribet," ucapnya ketika melewati tubuh Jackson.

Sedangkan Jackson kembali tersenyum puas, pagi ini ia berhasil membuat Una kesal lagi.

To be continue
Vote n comment guys
Thank you for reading.
Buat lu pada yg bilang Jack ngeselin, ya samaaa gue juga kesel ama dia anjir. Padahal gue yg bikin tapi gue yg kesel juga...
Sorry sorry aja ni telat update wk

https://saweria.co/elvcello

Tap for support atau request double update

Addiction Of Annoyance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang