Una menyandarkan tubuhnya di kursi dan menatap lurus ke depan. Mendengar dengan baik yang guru matematikanya tuturkan. Hingga tiba-tiba guru itu berhenti dan menatap layar ponselnya.
"Hari ini, semua guru akan rapat untuk perubahan jadwal, jadi tolong kerjakan tugas kalian, hari ini harus di kumpulkan dan jangan ribut," ucap guru matematika. "Dan ketua kelas tolong kondisikan ya," tambahnya lalu berjalan keluar kelas.
"Siap, laksanakan, pak," jawab Jackson.
Una menatap malas Jackson yang belaga bertanggung jawab. Ia ingat betul bagaimana seminggu ini ia menyerahkan tugasnya pada Salsa sang wakil.
Setelah guru itu keluar. Mendadak kelas menjadi bising dan rusuh, belum lagi Algi dan Dani yang saat ini berdiri di atas meja dengan sapu yang ia gunakan sebagai mic. Yang lainnya menjadi penonton konser amatir sambil memukul-mukul meja guna menambahkan beat. Jika nyanyiannya bagus sih tidak masalah, tapi ini... Nyanyiannya tidak jelas.
"Eh, kalian bisa diem nggak, sih? Suara kalian nggak enak di kuping," kesal Una yang saat ini mencoba fokus pada soal yang diberikan.
Ia sudah kapok menjadi murid pemalas ketika SMP. Ia tak mendapat rank sedangkan Noval dapat. Ia tak mau dibandingkan lagi dengan abangnya itu.
"Elah, kuping lu aja yang nggak bisa nikmatin suara musisi kaya gue! Kalau ke ganggu cabut aja tu kuping," balas Dani yang segera diangguki yang lain.
Una hanya berdecak sebal, ia tak mengerti mengapa para pria di sekitarnya punya mulut dan lidah yang pandai mengelak dan menyebalkan.
"Udah, nggak bakal mempan, Na. Mending enjoy biasanya ge lu yang paling berisik di kelas pas SMP," celetuk Gabby kemudian bergabung dengan kerumunan Dani yang sedang konser tersebut.
Sebenarnya alasannya masuk ke jurusan Mipa adalah untuk menjadi pintar dan menghilangkan sifat malasnya. Namun, setelah melihat kelakuan teman-temannya sepertinya niat Una kandas. Percuma saja.
"Eh, Jack! Lu kasih tau mereka kenapa, sih? Malah ikut ribut, heran gue. Salah pilih ketua kelas ini mah," ucap Una.
"Dih, ribet. Gue sebagai ketua kelas izinin mereka ya. Lagian tujuan gue jadi ketua kelas yaa biar di kelas nggak ada orang yang sok ngatur-ngatur kaya lu gini," kata Jackson diiringi tawa yang lainnya.
"Astaga, gue cuma mau tobat terus jadi pinter," tutur Una sambil menaruh kepalanya diatas meja.
"Lah, peduli? Kalo udah takdirnya bloon mah terima aja."
Una menatap tajam Jackson, ia menghinanya bloon disaat ia sering menyalin tugas Una. Bisa-bisanya, "Nggak gue kasih contek, bodo amat."
Sedaritadi Una hanya duduk sambil mengerjakan tugasnya dengan penampilan yang sudah tak teratur baju yang kusut, rambut sudah tak tertata dan raut wajah yang kesal.
"Ini kalo kaya gini. Gimana caranya gue tobat, By. Gue udah niat jadi ambis di SMA padahal," keluh Una kepada Gabby yang baru saja kembali dari konser Algi.
"Ya lagian lu segala pengen ambis. Santai aja, sih. Biasanya juga males. Kita ambis pas kelas dua belas aja, Na," ajak sesat Gabby.
"Ya nggak gitu juga, by. Gue males diomelin mama gegara kalah dari bang Noval tau."
Gabby hanya mengangguk malas. Sejujurnya ia tidak setuju jika Una menjadi murid ambis, ini akan mengancam nyawanya. Ia akan menjadi pemalas sendirian dan dihukum sendirian. Gabby melirik buku Una, "Eh, Unaa cantik.. Bagi liat yaa."
"Geli," cibir Una lalu menyodorkan bukunya. Namun buku itu diambil oleh seseorang yang baru saja berdiri disamping meja Una.
"Buku gue!" Paniknya.
"Ya emang buku lu. Pinjem doang nyalin jawaban," ucap pria tersebut. Siapa lagi kalau bukan Jackson.
"Nggak. Lu siapa? Butuh lu ama gue?"
"Ya elah, si Gabby boleh masa gue nggak boleh."
"Dih, temen gue aja bukan. Balikin nggak!" Kata Una sambil berdiri. Jackson segera menjulurkan tangannya yang memegang buku hingga membuat Una tak dapat menjangkaunya.
"Tinggi lu berapa, sih? Gini doang nggak nyampe."
"Lu hina gue? Mentang mentang tinggi. Kena azab jadi kurcaci mampus lu," jawab Una yang masih mencoba meraih bukunya.
"Entar gue jadi sepantar ama lu dong? Pendek."
Una terdiam sejenak lalu melompat untuk mengambil bukunya. Dan ia dapat, "Biarin aja ya gue pendek. Yang penting otak gue nggak pendek dan dangkal kaya lu," jawab Una lalu kembali duduk. Ucapan Una berhasil membuat beberapa orang di kelas tertawa mendengarnya.
"Bukan pendek lagi, Na
Udah kosong dia mah," celetuk Davin selaku teman Jackson."Sabodo. Una please gue liat jawabannya ya... Gurunya mau kelar rapat ini, Na. Tolong lah... "Pinta Jackson dengan memelas. Una memaki dalam hatinya, apa Jackson tak punya malu? Bisa-bisanya ia memaksa, giliran ada maunya saja bersikap baik
"Muka lu nggak usah melas, deh. Jijik."
"Ayo dong, Na... Gue doain badan lu tinggi deh."
Una mengabaikannya, ia ingin tahu sampai mana Jackson akan memohon dan memelas kepadanya.
"Una baperan ni, ah. Walaupun lu kerdil tapi lu imut, kok," tambahnya.
"Emang imut gue. Nggak perlu lu jelasin," jawab Una dengan wajah angkuhnya.
"Gimana? Udah kan? Yang sudah selesai silahkan kumpulkan," titah seseorang dari depan kelas. Guru matematika itu berjalan dan duduk di bangkunya.
Para murid pun mengumpulkan tugasnya, Una melirik Jackson dengan senyum meremehkan. Sedangkan Jackson mengacungkan jari tengahnya dengan wajah kesal.
"Ini dua orang lagi Jackson ama Algi, punya kalian mana?" Tanya sang guru setelah memeriksa tugas.
Jackson dn Algi melirik tajam kepada Davin," Kok, lu udah?" Tanya Jackson tak terima.
"Ya lu malah godain Una. Orang jawabannya ada di google," jawab Davin.
"Wah, parah, sih. Nggak solid," protes Algi.
"Eh, malah diskusi. Mana?" Tegur sang guru.
"Anu, pak," ucap Algi ragu.
"Anu apa? Anu kamu kenapa?"
"Itu, pak. Disuruh Jackson nggak usah ngerjain," kata Algi melimpahkan semuanya kepada Jackson.
"Lah, kok lu nyalahin gue? Nggak, kok pak Saya nggak nyuruh gitu. Emang males aja dia mah."
"Udah udah, kamu juga sama malesnya, Jack. Pulang sekolah ke lab temui saya. Ketua kelas siapa?"
"Saya, pak," kata Jackson.
Guru itu menggeleng-gelengkan kepalanya, "Nggak bener nih, wakilnya?"
"Ga masuk, pak," saut Una selaku sekretaris yang mengabsen.
"Astaga, ya udah. Sekretaris?"
"Saya, pak," jawab Una.
"Kamu ikut ke lab juga," titah guru tersebut. Baru saja Una akan protes, guru itu sudah pergi.
"Ini gegara lu bedua ya. Gue jadi nggak bisa balik," kata Una kepala Jackson dan Algi. Sedangkan kedua orang itu hanya acuh seolah tak bersalah.
To be continue
Thanks for reading
Vote n comment guys
KAMU SEDANG MEMBACA
Addiction Of Annoyance
Teen FictionKata orang "Jangan nilai buku dari covernya." Setidaknya Nada Aluna a.k.a Una pernah mengikuti pepatah itu namun rasanya pepatah itu tidak berlaku lagi setelah ia melihat Jack a.k.a Jackson Jeandra. Pepatah itu hanyalah sekedar kata. Wajah Jack sang...