BAB 20 END

397 35 7
                                    

Semester genap yang akan segera dimulai esok hari, di hari minggu ini tadinya Una berniat menghabiskan waktu di atas ranjangnya. Tapi tiba-tiba muncullah notifikasi telepon dari Pak Adi wali kelasnya yang meminta ia menjadi dirigen untuk upacara besok pagi karena kelas dua belas yang biasa menjadi dirigen sudah benar-benar tidak boleh aktif ekskul dan fokus mempersiapkan ujian, mau tak mau ia pergi ke sekolah untuk gladi resik.

Tidak terlalu sulit menjadi dirigen, ia hanya perlu berdiri di depan lapangan dan memimpin lagu Nasional. Dan ya latihan kali ini pun telah selesai, kini Una dengan anggota OSIS dan MPK yang menjadi petugas tengah duduk berkumpul di pinggir lapangan sambil meminum air.

Tidak ada yang Una kenal selain Kak Fariz, kebanyakan petugas untuk upacara besok diambil oleh kelas sebelas. Ada satu orang lagi dari kelas sepuluh tapi Una tak mengenalnya. Alhasil ia hanya mengobrol dengan Fariz yang kali ini bertugas menjadi pemimpin pasukan satu.

"Gimana liburannya?" Tanya Fariz.

"Marathon series kak, ehe," jawab Una.

"Taun baru nggak keluar?"

Una terdiam, kini ia kembali mengingat saat malam tahun baru. Setelah ia mengungkapkan semua perasaannya kepada Jack dan kabur ke toilet, akhirnya ia keluar dari sana setelah sekitar sepuluh menit mengurung diri. Selama acara berlangsung Una juga menghindari Jack, bahkan menatap sosoknya saja ia tak berani.

Setelah pulang dari acara pun Jackson sempat mengiriminya pesan tapi tak ia buka, rasanya terlalu menakutkan. Una masih tidak siap mendengarkan respon dari Jackson. Pandangan Una tertuju ke ruang kelasnya yang terletak di lantai dua, hatinya mulai kembali resah. Besok sudah mulai masuk sekolah dan tentu saja ia pasti bertemu setiap hari dengan Jackson, apa yang harus ia lakukan nanti? Rasanya pasti sangat kaku dan canggung. Bolehkah ia pindah kelas saja?

"Ditanya malah diem," celetuk Fariz. Una menoleh ke arahnya dan menjawab, " Taun baru ya? Ikut acara kelas sih, kak. Kumpul-kumpul."

"Payah, kirain pergi ama cowok lu," timpalnya.

"Cowok? Males, nanti kena ghosting," jawab Una santai sedangkan Fariz terkekeh mendengar juniornya itu mengungkit masa lalu.

"Masih dendam ni? Ya udah bisa remedial nggak sih? Kita betulin," tutur Fariz.

Una menggeleng, "Nggak dulu."

Percakapan mereka terus berlanjut hingga akhirnya latihan selesai, Una juga diantarkan pulang olehnya. Ternyata ada bagusnya pergi dengan orang cukup membantu pikirannya agar tidak terus memikirkan Jackson. Tahu begini Una tak akan mengurung diri di kamar kemarin. Ia menolak ajakan teman-temannya untuk pergi, ia juga tidak mau bergabung dengan teman abangnya. Una bahkan mematikan sosial media miliknya dan hanya menonton series romansa remaja yang membuat pikirannya tertuju kepada Jackson.

Keesokan harinya di senin pagi, Una membangunkan abangnya pukul empat pagi, kini ia sudah terlihat seperti papanya yang rajin. Sebenarnya Una malas namun ia harus berangkat pagi, selain karena ia menjadi petugas upacara, Una juga berniat menghindari Jackson tentunya. Ia tahu pria itu pasti akan terlambat, jadi ya sebisa mungkin Una tidak mau berpapasan dengannya.

Dan di sinilah ia sekarang, berdiri di pinggir lapangan mempersiapkan jalannya upacara. "Kok deg-degan ya, kak," adu Una seraya memegang dada kirinya.

"Santai sih, anggap aja kek latihan. Anggap depan lu cuma ada gue," jawab Fariz.

"Kalo anggap kek latihan yang ada ketawa mulu gue," sahut Una mengingat sepanjang latihan kemarin ia terus mencoba menahan tawa karena melihat Fariz.

Upacara pun dimulai, berdiri di depan menjadi petugas membuat Una mendapat akses untuk melihat ke seluruh lapangan. Ia bahkan bisa melihat anak yang terlambat. Tidak, bukannya ia mencari Jackson tapi anak-anak yang terlambat itu memang mencuri fokus. Una menunduk melihat ujung sepatunya, selain karena silau, ia juga harus mengendalikan pandangannya yang mulai liar.

Addiction Of Annoyance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang