"Lu nyamar gitu udah kek buron."
Una menatap dirinya di ponsel, ia memakai kaos oversize dengan celana pendek serta topi dan masker. Kini ia sedang di depan rumahnya bersama Aji. Ia benar-benar menjemputnya sesuai dengan yang diucapkan kemarin.
"Una merogoh kacamata hitam di tas kemudian memakainya, "Nah ini baru nyamarnya lebih lengkap, kak."
"Tetep gampang dikenalin sih. Rambut lu, tinggi badan lu juga. Lagian lu nyamar dari siapa sih? Padahal biarin aja Jack tau kalo lu jalan ama gue," ucap Kak Aji lagi.
Benar juga, kini Una malah bingung sendiri, kenapa ia memakai aksesoris seperti. "Bodo amat. Tetep cantik ini," sahut Una.
Ia menatap motor milik Aji, ia memakai motor n-max. Ya, motor dengan jok lebar yang mengharuskan kakinya mengangkang lebih lebar pula. Menyadari gelagat Una, Aji berkata, "Kalo jalan ama gue mah emang harus sedikit ngangkang."
Gadis itu terdiam dibuatnya, entah pikirannya yang kotor atau bagaimana tapi perkataannya itu benar-benar ambigu. Ia mulai menaiki motor tersebut lalu mengayunkan kakinya sebentar sesaat setelah duduk di sana, joknya benar-benar lebar.
Sesampainya di gedung olahraga, mereka segera memasuki salah satu lapangan futsal indoor yang sudah dipenuhi banyak orang di bangku penonton. Ricuh mulai terdengar, bangku penonton pun bahkan hampir penuh. Una duduk di belakang bersama Aji, menyaksikan pertandingan yang sudah dimulai sejak tadi. Skor menunjukkan angka satu sama. Mata Una dengan otomatis mencari sosok Jackson di lapas lapangan. Sudut bibirnya melengkung begitu saja ketika melihat pria itu tengah berlari mengejar bola dengan raut serius.
"Inget ngedip, Na," celetuk Aji seraya melambaikan tangannya di hadapan mata Una yang sudah melepas kacamata hitam serta topi dan maskernya. Aksesoris penyamaran kini tak berguna. Wanita itu menoleh lalu mengedipkan matanya berkali-kali, "Nih ngedip nih," ucapnya.
Aji terkekeh lalu menaruh telapak tangannya di wajah mungil Una sehingga pandangannya tertutup, "Kek orang cacingan." Dengan sigap Una menjauhkan lengan Aji dari wajahnya, "Ya nggak usah nyomot muka gue juga, kak," kesalnya.
Pertandingan terus berlangsung semakin panas, ricuh dan lantunan lagu pendongkrak semangat juga terus disuarakan oleh pendukung masing-masing tim. Arin juga ada di sana, terus meneriakkan nama sang kekasih. Bergeser sedikit dari Arin, ada Dani. Ia dengan semangat terus memukuli galon kosong yang ia bawa.
"Kak Rio ama Kak Elang nggak jadi ke sini, kak?" Tanya Una.
"Rio join ama anak futsal yang lain paling. Biasa dah senior, ngarahin anak-anak. Kalo si Elang nggak jadi, numpuk tugas praktek," jelas Kak Aji yang dibalas dengan anggukan Una.
"Jadinya cuma lu ama gue," tambahnya sambil menatap Una diakhiri dengan senyuman.
Una tersenyum canggung, kini ia semakin tahu alasan mengapa banyak wanita yang menyukai Kak Aji. Kalau tingkah dan cara bicaranya seperti ini mereka pasti gampang jatuh hati, ditambah lagi wajah tampan dan aura kuat darinya. Tidak, Una tidak bawa perasaan. Ia tahu jelas bahwa Aji emang dasarnya player. Lagipula hatinya sudah diisi oleh pria menyebalkan bernama Jackson Jeandra.
Una menguap lalu berkata, "Ngantuk, kak... Masih lama nggak, sih?" Aji melirik jam tangannya lalu menjawab, "Dikit lagi juga kelar. Sini senderan."
Una menatap sinis pria di sampingnya, "Nyenyenye, senderan apanya? Cewek lu noh ngechatting mulu, bales, ege," ucap Una mengalihkan.
"Dih ngeselin," balas Aji.
Baru saja Una akan menyahut, suara teriakan terdengar memenuhi ruangan ketika baru saja seorang pemain dari sekolah Una mencetak sebuah gol. Tak lama setelah itu, pertandingan selesai dengan skor dua satu dengan sekolah Una sebagai pemenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Addiction Of Annoyance
Teen FictionKata orang "Jangan nilai buku dari covernya." Setidaknya Nada Aluna a.k.a Una pernah mengikuti pepatah itu namun rasanya pepatah itu tidak berlaku lagi setelah ia melihat Jack a.k.a Jackson Jeandra. Pepatah itu hanyalah sekedar kata. Wajah Jack sang...