S2 BAB 2 PART 2

107 25 0
                                    

Pak Adi masuk ke dalam ruangan setelah mengucapkan salam, pandangannya tertuju ke arah Jackson, ia berkata, "Jack, kamu ngapain di sini?"

Raut wajahnya mendadak bingung, "Lho? Saya kan mau jadi anggota baru, pak. Bapak nggak inget pernah ajak saya?" Tanya Jackson membuat Pak Adi terdiam dengan sorot mata melihat ke atas.

"Ngajak ya? Saya ngajak kamu dari semester lalu, lho. Kenapa baru sekarang kamu ikut?"

Jackson hanya tersenyum menampilkan gigi-giginya yang tersusun rapi.

"Ospek aja pak ospek. Suruh nyanyi di depan," celetuk Una santai yang segera Pak Adi setujui.

Jack berjalan ke depan ruangan dengan dagu terangkat, arogannya itu tak pernah hilang. Ia berbalik menghadap ke seluruh anggota ekskul, "Halo, Jackson dari sepuluh mipa tiga. Sebenernya suara saya nggak bagus-bagus amat. Tapi gimana ya, diundang langsung ama Pak Adi sih," tutur Jackson..

"Dih lagaknya kaya orang penting aja kamu, udah duduk lagi sana. Saya mau jelasin teknik baru," titah Pak Adi.

Tanpa banyak bicara, Jackson kembali duduk di tempatnya, ia mendekatkan wajahnya je telinga Una dan berbisik, "Yah, nggak jadi nyanyi nih gue. Nanti gue nyanyi khusus buat lu deh."

Una menatap lurus ke depan dengan senyum tertekan, ia mendorong dada Jackson menjauh dari tubuhnya, Jack ini ada-ada saja. Dia selalu bertingkah santai dan menempel dengan Una tanpa peduli sekitar. Una bukannya tidak senang, ia senang bukan main tapi kalau sedang ramai begini kan memalukan.

Pak Adi mulai menjelaskan materi mengenai beberapa teknik dalam vokal. Setelah menjelaskan panjang lebar, ia meminta anak muridnya membentuk formasi untuk penampilan panggung dan memperagakan teknik yang baru saja dipaparkan. Una berdiri dengan gelisah, biasanya saat diformulasi panggung seperti ini perempuan di depan dan laki-laki di belakang. Sebelum Jackson ikut biasanya Fariz selalu berdiri di belakang Una, namun kini Jackson dan Fariz yang berdiri di belakangnya. Ya sebenarnya tidak apa-apa juga sih, hanya saja Una sedikit gelisah, ia takut sesuatu yang tak diinginkan terjadi.

Bahkan kini Jackson menaruh kedua tangannya di kedua pundak Una dengan jari yang saling bertautan di depan tubuh Una. Ia tersenyum ke arah Fariz dengan senyum penuh kemenangan.

"Jack, nggak usah aneh-aneh deh," bisik Una pelan dengan kepala menoleh ke arah Jack.

"Aneh gimana sih? Santai aja kali, sengaja biar ada yang panas," sindir Jack ke pria di sebelahnya.

Fariz yabg termakan sindiran Jackson itu menatap Jackson dengan alis terangkat satu.

"Apa liat-liat? Naksir ama gue?" Sinis Jackson yang membuat Una manahan tawanya. Bisa-bisanya Jackson berpikir bahwa Fariz menyukainya.

Una melepaskan tangan Jackson dari tubuhnya kemudian turun  dan meminta izin kepada Pak Adi agar ia bisa pindah posisi ke ujung agar jauh dari jangkauan Jackson dan Fariz. Jika terus berdiam diri di sana tak akan benar, ia pasti sulit untuk fokus. Lagian tindakan Jackson yang seolah membuat orang berpikir bahwa Una adalah miliknya itu membuat Una tidak nyaman. Bukan, ia bukan tidak senang, hanya saja Jackson tak tahu kondisi. Ini sedang berlatih dan di sini banyak orang, tentu saja Una merasa tidak enak.

Sesi latihan pun dimulai, suara nyanyian semua orang di sana perlahan memenuhi ruangan yang kedap suara tersebut. Sesekali Una melirik Jack, memastikan pria itu tidak berulah dan banyak tingkah.    Menit demi menit pun berlalu hingga akhirnya sesi latihan selesai. Para siswa dan siswi mulai keluar untuk pulang dari ruangan tersebut.

"Duluan ya, Lun," pamit Fariz. Una yang tengah memakai jaket pun menoleh ke arahnya dan menjawab, "Iya, kak. Hati-hati."

"Hati-hati hati-hati, diemin aja napa si," celetuk Jackson. Una menggendong ranselnya seraya menatap Jackson lalu tersenyum meledek, "Emang kenapa si? Cemburu?"

"Iya. Kenapa? Nggak boleh?" Jawab Jackson santai sedangkan Una tersenyum malu lalu pergi keluar mendahului Jackson.

"Nah kebiasaan. Kabur mulu, salting neng?" Tutur Jackson sambil mengejar langkah Una lalu merangkulnya.

Langkah Una semakin cepat, ia mengabaikan pria yang saat ini dekat dengannya. Namun rangkulan di bahunya justru terasa semakin kencang. Jackson terus saja menggoda Una di sepanjang koridor. Bahkan pandangannya terus terfokus pada Una sampai ia tidak memperhatikan jalan dan arah langkahnya. Hingga akhirnya tubuhnya menabrak tubuh seseorang yang baru saja keluar dari salah satu kelas.

"Eh, sorry," tutur Jackson memperhatikan gadis yang baru saja ia tabrak. "Nggak apa-apa, Le?" Tanya Una saat tahu bahwa gadis tersebut adalah Lea, teman sekelasnya.

Lea menatap Una dan Jackson bergantian dengan wajah datarnya, Una yang merasa tak nyaman pun memperhatikan dirinya sendiri dan tersadar bahwa sejak tadi tangan Jackson masih setia berada di pundaknya. Una tersenyum canggung kemudian menurunkan tangan Jackson dari bahunya yang tentu membuat Jackson menatapnya tak terima.

"Si Jack emang gitu, jalannya pake kaki doang, matanya nggak berfungsi," timpal Una.

"Gue kan liatin lu, Na," sahut Jackson. Una mencubit pinggang keras Jackson, mengisyaratkan agar ia bungkam.

"Nggak pulang?" Tanya Una kembali. Ia mencoba mengalihkan fokus Lea agar tak menyadari gelagat aneh mereka.

Lea masih diam kemudian ia tersenyum sekilas yang terkesan seperti dipaksakan. "Iya, nih. Tadi abis kumpul supporter bareng anak futsal," jawab Lea.

"Lu kenapa nggak join, Jack?" Tanya Lea kembali, Lea melirik Una yang berdiri dekat dengan Jackson, ok pertanyaannya barusan terkesan retoris. Tentu saja Jackson sedang bersama Una makanya tidak kumpul kan.

Sebelum Jackson menjawab, seorang siswi keluar dari ruangan tersebut dan menatap ketiga orang yang berdiri di depan pintu. "Lu kenapa diem, ege? Ayo, balik," tuturnya kepada Lea.

"Btw lu juga kenapa nggak kumpul, heh?! Mau lomba malah bolos, kacau nih," tambah siswi tersebut kepada Jackson.

"Udah jago ini gue," jawab Jackson sombong. Una memperhatikan seragam gadis tersebut yang bertuliskan namanya, Indira.

"Heleh, tar kalah nangis," cibirnya lalu melangkah menjauhi mereka. Lea pamit lalu mengejar gadis bernama Indira tersebut.

Jackson tersenyum melihat Una yang sedang melihat ke arah perginya Lea dan Indira. Ia mengambil tangan Una dan menggenggamnya. Lalu mengajaknya kembali berjalan. Una kaget namun tak banyak protes. Ia menatap punggung Jackson yang berjalan di depannya. Ia masih bingung sebenarnya apa yang terjadi. Rasanya sekarang ia sangat dekat dengan Hack, bahkan pria itu cenderung sangat lengket dan menempel padanya. Seperti sekarang, ia menggenggam erat tangan Una seolah Una akan pergi. Bukannya tidak senang, hanya saja hal ini butuh pembiasaan.

"Lu ada lomba? Kenapa nggak ikut latihan?" Tanya Una memecah keheningan. Una menyamakan langkahnya dengan Jackson.

"Dibilang, gue udah jago," sombong Jackson yang memancing Una untuk memukulnya di lengan kanannya. Jackson terkekeh, "Gue pengen ama lu aja sih. Kenapa? Nggak boleh?"

Una tersenyum tertekan, jawaban yang keluar dari mulut Jackson selalu saja berhasil membuat dirinya berdebar dan salah tingkah. Kalau sudah begini, Una tidak tahu harus merespon seperti apa. Una mengangkat kembali kepalanya yang tertunduk dan melihat Jackson yang sedang menatapnya sembari tersenyum tipis. Dengan reflek, Una menutup kedua mata Jackson dengan tangannya dan berkata, "Malu ah... "

Detik berikutnya Una berjalan cepat mendahului Jackson sedangkan Jackson tak bisa menghentikan senyuman di wajahnya, saat ini ia merasa menjadi orang paling bahagia. Gadisnya itu benar-benar menggemaskan.

Tbc
Cek cerita gw yg lain sabi kali ka

Addiction Of Annoyance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang