Upacara bendera baru selesai dilaksanakan, anggota OSIS dan MPK terlihat tengah membereskan peralatan saat Upacara. Di sana juga terlihat anggota futsal beserta tim supporter sedang berfoto ria dengan piala juara dua yang mereka raih. Kebiasaan di sekolah ini adalah, kepala sekolah selalu memanggil siswa-siswinya yang berprestasi untuk maju ke depan saat selesai upacara guna memberi motivasi kepada siswa-siswi lainnya. Barisan upacara sudah dibubarkan begitupun dengan barisan para guru dan staff tata usaha.
Sedangkan Una, ia terlihat berjalan melewati kerumunan anak-anak futsal bersama dengan Wendy dengan tandu yang mereka gotong bersama. Ia sedang melaksanakan tugasnya sebagai anggota PMR. Di sela-sela langkahnya, mata Una tanpa sadar melirik Jackson. Pria itu balas tersenyum riang sedangkan Una hanya memasang wajah datar lalu melanjutkan langkahnya menuju UKS.
Setelah menyelesaikan urusannya di UKS, Una melangkah keluar sendirian, meninggalkan Wendy yang belum selesai di ruangan tersebut. Una terus berjalan menyusuri lorong dengan pandangan yang terkunci di layar ponselnya. Una memicingkan mata saat melihat ujung sepatu menghalangi langkahnya. Ia mendongak, mencari tahu siapa pemiliknya. Sang empunya tersenyum ketika pandangan mereka bertemu.
"Jalan jangan maen hp, neng," tegurnya. "Nggak mau kasih selamet apa?" Timpal Jackson saat ingat bahwa Una hanya mengucapkan, "Congrats." Melalui pesan, sangat singkat.
"Buka chat kemaren," jawab Una lalu melanjutkan langkahnya. Jackson menatap Una pasrah lalu mengikutinya, "Mulai dah mulai. Pengen banget dikejar gue apa?" Keluh Jackson, sedangkan Una nampak memasang wajah meledek dengan bibir bawah yang ia majukan mengikuti ucapan Jack.
"Masih kesel?" Tanya Jackson.
Una menghentikan langkahnya, kini ia harus menghadapi Jackson daripada ia dianggap ingin selalu dikejar Jackson. "Kayaknya sih iya," jawab Una.
"Yah... Udahan dong, ngambek mulu. Maaf, deh. Gue jajanin dah, ayo," bujuk Jackson.
Una memutar bola matanya malas, "Nggak, marah! Cuma... " Una mengepal tangannya diikuti suara decakan, "Lu tuh ngeselin tau, nggak?!" Lanjutnya lalu kembali melangkah. Bukannya sadar akan kesalahan, Jackson justru tersenyum gemas melihat betapa kesalnya gadis itu.
"Pulang sekolah, gue ada acara bareng anak futsal. Ceritanya sih celebration menang kemaren. Ikut, yuk," ajak Jackson yang saat ini berdiri di samping Una.
"Nggak, males. Ada Lea," sahut Una.
Jackson terkekeh, "Katanya cemburu tu tanda sayang. Jadi, lu sayang gue nih?" Goda Jackson yang tentu saja Una abaikan.
"Lagian gue mau latihan vokal," balas Una.
"Vokal? Nggak usahlah, tar digodain si Fariz lagi. Mending ikut gue," sahut Jackson.
"Emang Kak Fariz kenapa? Dia baik, kok. Kan gue juga bisa nebeng pulang entarnya."
Tatapan Jackson tampak sinis, "Apaan, sih? Pulang jam berapa? Nanti gue yang jemput."
"Kenapa? Nggak suka? Cemburu?? Sayang ama gue?" Ledek Una sambil menaiki tangga.
"Ya iyalah!"
Jawaban Jackson tentunya membuat Una mematung sejenak, ia mengalihkan pandangannya sambil berharap bahwa Jackson tak menyadari kalau saat ini ia tengah salah tingkah dibuatnya.
"Boong-boong. Dari kemaren deket Lea mulu tuh dia," celetuk seseorang dari belakang. Jackson melotot hendak memukul Algi, namun pria itu segera berlindung di tubuh mungil Una dengan kedua tangan memegang pundaknya. Una menatap sinis Jackson, "Apa? Mau pukul Algi?" Bela Una yang membuat Algi tersenyum penuh kemenangan.
Una mengalihkan pandangannya ke arah Algi, "Ngapain aja mereka, Gi?" Tanya Una. Algi melirik Jackson yang mulai panik lalu tersenyum licik, "Ya gitu... Anterin dia pulang, terus foto bareng mulu. Kacau dah, parah banget nggak nganggep lu."
"Nggak usah ngarang deh, lu," tegur Jackson. Una melotot ke arah Jack, "Diem, nggak ada yang ajak lu ngobrol."
"Gue nggak ngarang, Na. Lu liat ae second IG nya Lea. Isinya Jack semua," tambah Algi.
Una mengangguk-angguk, "Iya gue tau. Soal Jackson boncengin Lea mulu juga tau, kok. Soal perasaan Lea ke Jackson gue juga tau," jelas Una.
"Perasaan Lea ke Jackson?" Tanya Algi, Una mengangguk, "Dia bilang ke gue," jawab Una.
Mereka berbincang seolah-olah Jackson tidak ada di sana sedangkan Jackson juga tak berani menyela percakapan mereka.
"Terus lu diem aja?"
Una menggeleng, "Gue bilang ke Jack, kok. Gue juga bilang gue nggak nyaman dia deket ama Lea. Tapi dia keknya nggak terlalu dengerin gue sih, Gi. Malah bilang, belom jadi pacar aja udah gini, kesannya kek gue clingy banget," jelas Una.
Algi menggeleng-gelengkan kepalanya, "Wah, parah sih. Mulutnya emang bangsat."
"Iya kan? Kesel banget. Tapi ya udahlah, gue sih sadar diri ya... Bukan ceweknya juga, jadi suka-suka dia. Terserah deh dia maunya apa," tambah Una. Jackson diam di belakang mereka, terus mendengarkan setiap keluh kesah yang Una lontarkan tanpa berniat menyahut.
"Tuh, denger nggak?" Tanya Algi lalu pergi ke kelas meninggalkan mereka.
"Sorry, Na... " Tutur Jackson.
Una menoleh ke arahnya, "Sorry apa? Nyantai elah... Lu nggak salah tau, guenya aja yang terlalu pake ati. Lu bebas kok lakuin apa yang lu mau. Begitu juga gue," jawab Una diiringi cengirannya.
Jawaban Una tersebut sesuai dengan apa yang otak Jackson mau, menjalin hubungan dengan kebebasan tanpa banyak tuntutan. Namun, entah mengapa setiap kata yang Una tuturkan itu membuat sesuatu di dalam dirinya memberontak. Ia mulai dilema, kehilangan apa yang diinginkannya. Di sisi lain ia sangat menginginkan kebebasan tapi di sisi lain egonya berkata ingin memiliki Una seutuhnya. Tapi jika ia mengikuti keinginan egonya maka kebebasan dirinya dan gadis itu akan terenggut.
"Gue tau lu orangnya pengen bebas. Makanya gue akan berusaha kasih itu ke lu, gue harap lu tau batasan aja. Tapi bukan berarti rasa gue ke lu ilang. Gue masih dengan rasa yang sama, gue minta hal sama dan gue yakin lu ngerti maksud gue. Intinya percaya, gue harap lu nggak ancurin itu," ucap Una.
Suara pun terdengar nyaring setelah Una menyelesaikan perkataannya, "Ayo ke kelas!" Ajak wanita tersebut. Jackson mengikuti langkahnya dari belakang tanpa berniat merespon ucapan panjang lebar Una. Ia menatap gadis di depannya. Bukannya tenang, hatinya justru merasa tak enak. Ia tak enak karena telah mengucapkan hal-hal kurang baik kepada gadisnya yang cukup baik ini. Tidak, sangat baik. Kemarahannya tempo hari pun wajar, tapi Jackson justru membalasnya dengan kemarahan jua. Dan kini wanita dengan ego tinggi ini justru menurunkan egonya.
"Gue kangen lu btw," tambah Una sebelum masuk ke kelas. Langkah Jackson terhenti di depan pintu kelas, kini tubuhnya merasa kepanasan saat wanita tersebut menyatakan kerinduannya, tidak biasanya. Perasaan Jackson kini campur aduk tak terdefinisi.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Addiction Of Annoyance
Teen FictionKata orang "Jangan nilai buku dari covernya." Setidaknya Nada Aluna a.k.a Una pernah mengikuti pepatah itu namun rasanya pepatah itu tidak berlaku lagi setelah ia melihat Jack a.k.a Jackson Jeandra. Pepatah itu hanyalah sekedar kata. Wajah Jack sang...