BAB 1

6K 288 0
                                    

Seorang gadis berjalan dengan wajah bingung, ia menoleh ke sana kemari mencari temannya. Ia adalah Nada Aluna atau yang biasa dipanggil Una, gadis dengan tinggi seratus lima puluh lima senti dan rambut sebahu itu saat ini baru saja akan mengikuti masa perkenalan lingkungan sekolah di sekolah menengah atas.

'Lama banget. Ngapain dulu, sih?" Sewot seseorang dari samping kiri. Una menoleh ke samping, ia tersenyum lebar tatkala melihat wanita dengan raut kesal itu. Ia adalah Gabby teman satu SMP Una yang daftar ke SMA yang sama. Tak lupa dua gadis disampingnya yang merupakan teman Una juga yaitu Arin dan Wendy.

"Ya... gimana nggak lama, orang nih bocah susah dibangunin," bukan Una yang menjawab melainkan pria yang sejak tadi berdiri disampingnya. Ia adalah Noval, kakak Una. Noval juga sudah lama mengenal temannya Una karena mereka sering datang ke rumah untuk berkumpul.

Perkataan Noval itu sontak membuat mereka tertawa

"Berisik, bang. Nggak usah buka aib," jawab Una.

"Si Una full senyum dah ni satu SMA ama mantannya," celetuk Wendy.

"Iya lah jelas. Gue liat-liat Fariz lagi ngatur barusan tadi," sahut Gabby.

Una terdiam, memang benar alasan ia masuk ke SMA ini adalah untuk menunjukkan kepada mantannya itu bahwa sekarang ia sudah tak seperti apa yang ia kenal dulu. Una ingat betul saat SMP ia sempat berpacaran dengan Fariz beberapa hari lalu ia ditinggalkan tanpa alasan yang jelas, makanya ia ingin menunjukkan siapa dirinya sekarang.

"Udah ah mending kita baris ke lapangan nggak, sih? Apel MPLSnya mau mulai. Kalo telat repot, diomelin osis," ajak Arin yang langsung disetujui semuanya. Tumben sekali Arin punya inisiatif. Biasanya juga dia yang ogah-ogahan ikut upacara.

"Ya udah abang yang ganteng ini mau ke kelas dulu. Dah," pamit Noval yang saat ini sudah baru saja naik ke kelas dua belas.

Upacara dan masa perkenalan lingkungan sekolah pun di mulai. Tak ada yang menarik yang ada hanyalah pemateri yang terus menjelaskan program sekolah, sistem belajar dan hal-hal membosankan lainnya. Jangan lupakan kakak-kakak Osis yang sejak tadi mengawas dengan almamater dan raut berkuasa.

Saat ini Una berada di barisan pojok kiri paling belakang, Una tahu jelas bahwa seharusnya murid dengan tubuh kurang tinggi baris di paling depan namun ia memiliki dibelakang karena ia trauma.

Saat MPLS SMP dulu ia baris paling depan dan ia terus saja ditunjuk untuk menjawab ini dan itu. Ia berdiri di belakang Gabby sedangkan Arin dan Wendy baris terpisah di depan sana. Entahlah mereka sangat antusias, kalau kata Arin begini, "Mending di depan, bisa ngeliat kakak kelas ganteng." Kalau Wendy sendiri ia bilang, "Di belakang ga kedengeran. Takut ga paham apa yang disampein."

Berlainan sekali bukan? Yang satu modus, yang satu lagi tekun.

Terdengar dari belakang suara kakak Osis yang sedang menggiring segerombolan murid yang telat untuk membuat barisan baru. Dengan refleks Una menoleh ke belakang. Terlihat sekitar sepuluh orang yang di dominasi oleh laki-laki. Bisa-bisanya mereka telat di hari pertama.

Pandangan Una terfokus pada seorang laki-laki yang berada di tengah gerombolan itu. Pria bertubuh tinggi itu berjalan dengan wajah terangkat tanpa rasa bersalah sama sekali. Arogan, bahkan ia terlihat santai dengan tangan yang dimasukkan ke kantong celana. Bisa-bisanya...

Addiction Of Annoyance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang