Matahari sangat terik siang ini, rasa penat dan gerah membuat Una tak karuan, ia mengantuk. Saat ini ia tengah berada di kelas dan pembelajaran seni budaya yang dipegang oleh Pak Adi wali kelasnya yang tengah berlangsung.
"Kelompok Davin mana? Maju!" Titah Pak Adi.
Mereka berlima maju ke meja guru tersebut, sebelum sampai di sana Una sempat melirik Jackson, pria itu menatapnya. Bukan, bukan tatapan menyebalkan yang biasa ia lihat. Melainkan tatapan yang lembut.
Sejak kejadian di lapangan dua hari yang lalu baru hari ini pergi ke sekolah. Kemarin ia memutuskan untuk bolos, ia malas. Ia malas bertemu dengan Jack lebih tepatnya.
"Ini lukisan benda mati kalian kenapa luntur gini?" Tanya Pak Adi.
Mereka semua memperhatikan lukisan yang menampilkan objek segelas es jeruk. Lukisan yang awalnya dibuat Davin dan Gabby dengan indah dan penuh hati-hati itu nampak luntur dibagian bawah lukisan.
Davin dan Gabby menatap tajam Algi yang ditugaskan membawa kedua lukisan tersebut.
"Apa? Kok, liatin gue?" Ucap Algi dengan wajah santai.
"Ini lu apain????!" Kata Gabby dengan penuh penekanan.
Algi menunjuk bagian lukisan yang luntur tadi dan berkata, "Ini? Ini tuh namanya seni. Ceritanya esnya tumpah jadi ada efek-efek lunturnya. Kreatif dong! Seniman biasanya punya ide anti-mainstream kaya saya, kan Pak?"
Algi berusaha mencari perlindungan kepada guru seni budaya tersebut, namun guru tersebut hanya tertawa sambil menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Ya bener, sih. Tapi ini udah jelas ketumpahan sesuatu."
"Udah, nggak usah pembelaan! Ini lu apain?" Saut Davin.
Algi melihat temannya satu persatu, ia menyengir tanpa dosa lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Anu... "
"Anu apaan? Anu lu kenapa?" Tanya Jackson yang sejak tadi diam.
"Anu gue gapapa. Tapi... "
Una memutar bola matanya malas, mereka kenapa sih?
"Tapi apalagi? Ngomong yang bener," celetuk Una yang sebal karena arah pembicaraan mereka yang tidak jelas.
"Lukisan kan gue senderin di tembok ya. Nah lukisan si Davin ama Gabby posisinya di depan," jelas Algi
Mereka menyimak kata demi kata yang Algi lontarkan. "Nah, waktu kemaren gue ngepel kan... Kayaknya kecipratan, ehehe," lanjutnya.
"Useless," cibir Davin
"Ah, lu mah!!! Udah nggak bantu, diancurin lagi... Nggak mau ah, benerin!!!" Kata Gabby yang mati-matian ketika membuat lukisan tersebut.
"Ya maap atuh. Nggak sengaja..."
"Udah, udah! Kalian diskusinya di bangku kalian. Saya mau periksa kelompok lain."
Mereka pun kembali ke bangku mereka yang sudah buat melingkari empat meja yang mereka rapatkan.
"Besok-besok nggak akan lagi gue sekelompok ama lu," gerutu Gabby.
"Ya maap, by," tutur Algi. Pria itu menoleh ke arah Jackson..
"Apa? Nggak, nggak buka bantuan sorry," jawab Jackson.
Algi mendengus lalu menatap Una dengan puppy eyesnya. "Una.... "
"Ehehe, tau kali.. bantuin gue ya??? Ya???" Melasnya dengan wajah yang dibuat seimut mungkin.
"Males, feedback buat gue apa?" Jawab Una.
"Ya, elah, Na. Buat kelompok kita juga tau," jawabannya lagi.
"Lah, orang lu yang ngelunturin," jawab Una yang saat ini sedang mencoret-coret bukunya dengan pulpen.
"Malem minggu gue traktir kopi, deh," tawar Algi.
Mendengar itu Jackson langsung menatap Algi dengan raut yang tidak dapat dipahami dan Una melihat respon Jack yang aneh itu.
"Malming ya? Boleh aja, sih... "
Awalnya Una tak mau hanya dibayar dengan segelas kopi tapi ia pikir cukup menarik. Ia ingin melihat respon Jack lebih jauh. Selain itu ia ingin pergi dari rumah karena malam Minggu kali ini abangnya akan mengajak teman-temannya berkumpul. Sudah pasti malam minggu Una yang biasanya dihabiskan dengan menonton film di laptopnya akan terganggu karena suara berisik dari mereka.
Jackson melirik ke arah Una setelah mendengar jawaban wanita di depannya.
"Si Una mah pasti mau. Orang jomblo kaya dia kapan lagi di ajak malem minggu," cibir Gabby.
Una menatap tajam Gabby dan berkata, "Jaga omongan. Ngiri aja lagian."
"Ga mau ngajak gue, nih?" Saut Davin.
"Dih, jatah traktir gue cuma buat satu orang ya!" Kata Algi yang ketakutan jika ia harus mentraktir yang lain.
"Siniin lukisannya! Debat mulu mah lama," titah Una.
Gabby mengambil lukisan di sampingnya dan menyodorkan pada Una dengan kencang sambil berkata, "akhirnya temen gue juga yang gerak."
"Aw!" Rintih Una saat menerima lukisan beserta dudukan kanvas. Dudukan kanvas yang terbuat dari kayu itu mengenai jari Una.
"Eh, kenapa?" Tanya Gabby yang memang tidak tahu kejadian di lapangan dua hari lalu.
"Ehehe, biasa. Lagian lu pelan-pelan kek!" Jawab Una.
Gabby memperhatikan jari Una saat ini dibungkus kain kasa. Awalnya una membalutnya dengan kain kasa agar tidak mencolok tapi dugaannya salah. Malah semakin mencolok.
Jackson melihat ke arah Una dan hendak berbicara namun,
"Makanya jangan petakilan. Jatoh dimana lagi lu?" Ucap Gabby yang membuat Jackson menutup mulutnya kembali
Gabby mengira bahwa Una jatuh karena wanita itu memang tak bisa diam. Tapi itu memang rencana Una, ia tak mau orang-orang tahu bahwa jarinya terluka karena terkena bola.
Una juga menatap tajam Algi dan Davin seolah memberi isyarat untuk diam dan tutup mulut. Jika Gabby tahu permalasahannya pasti akan panjang, ia pasti banyak bertanya dan masalah utamanya Jackson ada di depannya. Una tak mau mendengar apapun dari Jack.
Una takut jika ucapan Jackson membuatnya emosi dan kehilangan kontrol lalu Una mempermalukan dirinya sendiri seperti saat su lapangan. Padahal ia pantas marah tapi malah malu sendiri karena ditertawakan.
"Ini kuas, cat ama palletnya mana?" Tanya Una yang saat ini mencari-cari benda yang ia sebutkan .
Gabby menatap tajam Algi lagi dan berkata, "Jangan bilang... Lu nggak bawa, hah?"
Algi kembali menyengir. "Ehehe, ya maap. Kirain kan tinggal dikumpulin," ucapnya.
"Beneran ga bawa?" Tanya Davin lagi memastikan. Algi mengangguk.
"Sisa catnya kan di palet ya. Nah itu ke injek ama gue terus tumpah. Makanya gue pel. Eh, bukannya ilang malah lukisannya luntur kecipratan," jelasnya.
"Lu gue gorok aja gimana? Darahnya gue jadiin cat aer dah," kata Gabby lagi yang sudah di puncak rasa kesal kepada Algi.
"Sadis... " Celetuk Davin.
"Lagian kamar rapiin makanyaaa. Lagian bekas ngelukis udah gue beresin terus di taro di pinggir perasaan. Masih aja bisa ke injek," cibir Una.
"Ya mana tau, Na. Orang itu tengah malem, gue kebangun terus pengen kencing. Karena sambil merem jadi ke injek deh," jelas Algi lagi.
Una hanya memutar bola matanya malas mendengarkan alibi-alibi Algi yang tidak bermutu itu.
"Terus gue betulinnya gimana? Pake cat dari darah lu?" Kesal Una yang menjadi sama sadisnya dengan Gabby.
"Bentar."
Una menoleh ke arah sumber suara. Jackson yang awalnya melihat Una pun berdiri..
To be continue
Vote n comment guys
Thanks for reading
KAMU SEDANG MEMBACA
Addiction Of Annoyance
Teen FictionKata orang "Jangan nilai buku dari covernya." Setidaknya Nada Aluna a.k.a Una pernah mengikuti pepatah itu namun rasanya pepatah itu tidak berlaku lagi setelah ia melihat Jack a.k.a Jackson Jeandra. Pepatah itu hanyalah sekedar kata. Wajah Jack sang...