Hawa panas mulai menjulur di seluruh tubuh seorang gadis yang saat ini tengah menyandarkan tubuhnya di bangku penonton sambil memegang keningnya. Una pada akhirnya pasrah dan mengikuti kemauan sang papa untuk menonton pertandingan futsal. Selain malas karena ada Jack, hawa panas dan teriakan orang-orang juga menjadi alasan Una ingin cepat pulang. Tubuhnya terasa lengket oleh keringat, ia ingin mandi.
Tadinya sih ia akan pulang duluan namun setelah Aji mengingatkan bahwa ini hari weekend yang tentu saja pasti macet, Una mengurungkan niatnya. Jika ia memesan taxi online maka ia pasti terkurung di kemacetan kota. Jika ia memesan ojek online ya tidak jauh berbeda, selain macet pasti juga sangat panas berada di atas motor di tengah hari dalam kemacetan. Menyiksa...
Dan di sinilah Una sekarang, duduk dengan wajah masam di bangku yang didominasi kakak kelasnya. Ia melirik ke samping kanan dan melihat papanya sangat serius menonton jalannya pertandingan. Tidak jarang juga papa meneriakkan nama Jackson seperti, "Jack! Kejar! Kenapa malah diem?" Atau "Jack! Oper!" Dan lain sebagainya.
Tidak ada yang aneh, kebanyakan penonton juga begitu. Berteriak seolah mereka adalah paling paham, masalahnya adalah mereka sedang duduk di bangku pendukung anak kelas dua belas dan papa malah terus mendukung Jackson. Untungnya para penonton sedang sibuk dengan urusan masing-masing, setidaknya Una tidak malu.
Una memejamkan matanya dan berusaha mendengarkan suara musik yang tentu saja tertutup oleh teriakan penonton dari earphone-nya. Ada yang aneh, ia memegang telinga kedua telinganya, Jackson.... Earphone di sebelah kirinya diambil Jackson...
Una mengedarkan pandangannya ke lapangan mencari Jackson. Pria itu sedang memutar-mutar pergelangan kakinya. Una menyipitkan matanya guna melihat apakah Jackson masih memakai earphone-nya atau tidak. Tapi sebelum ia melihat telinga Jack, pria itu malah balik melihat ke arahnya. Ia terdiam sejenak lalu tersenyum.
Sial, kini jantungnya berdebar kencang. Bukan karena disenyumi Jack pastinya, ia hanya malu karena ketahuan memperhatikan Jackson. Pasti pria itu sangat percaya diri sekarang, ia pasti akan meledek Una juga nantinya. Una menunduk pura-pura memainkan ponselnya. Jam menunjukkan pukul dua belas siang, Una mematikan musik yang sejak tadi berputar.
Una kembali mengangkat kepalanya dan melihat ke lapangan, Jackson sudah mulai kembali bermain, aman. Pandangan Una terfokus kepada seseorang dari sebrang sana. Wanita itu berdiri di paling depan bangku penonton. Ia melompat-lompat sambil menepuk tangannya dan berteriak. Arin, ia sedang memberi support kepada sang pacar. Menggelikan, untung saja Una tidak jadi pindah ke bangku seberang. Bisa malu ia jika beriringan dengan Arin.
Una kembali memainkan ponselnya, melihat-lihat apa yang menarik dari sana tapi nihil. Ia tak menemukan hal yang menarik. Ia terus berpindah dari satu aplikasi ke aplikasi sampai telinganya menangkap suara teriakan dan tepuk tangan yang semakin menggelegar. Una mengalihkan fokusnya ke lapangan dan tidak mendapati para pemain futsal.
Una menengok, "Ayo, pulang! Maennya udahan kan?" Ajak Una.
"Baru babak satu, Na," jawab papanya. Una mendengus sebal. Mau sampai kapan... Ia benar-benar tak tahu bagaimana sistematis jalannya permainan futsal. Kalau sepak bola wih iya tahu, sembilan puluh menit dengan empat puluh lima menit perbabak.
Una berdiri dan menengok ke kanan dan kiri, Una menoleh ke samping saat merasakan seseorang menahan tangannya. "Mau kemana? Belom beres," ucap sang papa.
Una memejamkan matanya sejenak sebelum menjawab, "Ke toilet, pah." Papa mengangguk lalu melepaskan pegangannya tangannya dari lengan Una dan kembali fokus melihat lapangan yang kosong itu.
Sebelum ke toilet Una keluar sebentar untuk membeli air mineral dingin, rasanya ia sangat haus. Ia teguk air mineral itu dan merasakan tenggorokannya lebih sejuk. Una menutup kembali botol tersebut dan berjalan menuju toilet yang berada di ujung ruangan.
Una memasuki toilet tersebut, posisi toilet wanita terletak di kanan sedangkan pria di kiri dan ditengah-tengah terdapat sebuah wastafel dengan cermin yang cukup besar. Una menghentikan langkahnya mendadak saat melihat seorang pria sedang bercermin sambil mengusap wajahnya yang penuh busa sabun.
Una terdiam memikirkan apakah ia harus kembali atau menerobos masuk ke toilet wanita. Sebenarnya Una tidak mau buang air, ia hanya ingin membasuh wajah tapi masalahnya Jackson ada di sana.
Jackson membasuh wajahnya yang penuh busa tadi dengan air lalu memperhatikan wajahnya lewat cermin. Fokusnya teralih ke sosok wanita di belakang. Wanita itu berdiri mematung dengan sebotol air mineral di tangannya. Jackson tersenyum tipis lalu membalikkan tubuhnya. Una yang tahu akan bermasalah itu membalikkan tubuhnya menuju pintu keluar.
"Mau kemana?"
Una meremas botol yang sedang ia pegang tadi dan membalikkan badannya perlahan. Ia melirik Jackson lalu mengalihkan pandangannya ke cermin, melihat betapa terlihat bodohnya ia saat ini. Jackson yang tak kunjung dapat jawaban itu pun memperhatikan gadis yang sedang mematung di depannya.
Jackson tersenyum tipis lalu mengambil botol air yang Una bawa dan meminumnya, "Tau aja lagi aus," ucapnya sambil menutup botol tersebut, "Ngasih mah ngasih aja. Nggak usah malu-malu," timpal Jackson.
"Hah?" Una menatap Jackson dengan raut bingung. Ia heran kenapa pria ini begitu percaya diri. Una menghela napasnya dan berkata, "Gini ya Jackson Jeandra, gue kesini mau cuci muka dan nggak niat sama sekali mau ngasih lu minum. Btw itu air bekas gue minum."
Una mendorong tubuh Jackson ke samping agar ia bisa membasuh wajahnya sedangkan Jackson hanya terus memperhatikan setiap yang Una lakukan.
"Ya udah. Kalo gitu anggep aja gue minta minum ke lu," jawab Jackson. Mendengar itu Una menghentikan usapan tangan di pipinya, terserah Jack saja.
Una kembali fokus dengan wajahnyq, setelah wajahnya penuh dengan busa sabun, ia segata membasuhnya dengan air lalu mengeringkannya dengan tissue. Ia melirik pria di belakangnya lewat cermin.
"Ngapain masih di sini?" Tanya Una sambil mengeluarkan lip balm miliknya dan memakainya.
"Nungguin lu," jawab Jackson yang membuat Una hilang fokus dan membiarkan lip balm berwarnanya melebihi bibir.
Una melotot saat menyadari hal tersebut. Ia segera mengambil tissue dan mengelapnya, "Jackson sialan."
"Lah nyalahin gue? Lu nya aja tuh salting... "
Una membalikkan badannya menghadap Jackson. "Kenapa? Grogi ama gue?" Ledek Jackson. Una memejamkan matanya sambil menghembuskan napasnya perlahan, ia harus banyak sabar.
"Jackson ngeselin!" Ucapnya sambil mencoreng pipi Jackson dengan lip balm miliknya.
Jackson yang tidak menduga kejadian tersebut pun sedikit terkejut, baru saja ia akan protes tapi sang pelaku sudah melarikan diri dengan berlari kecil. Pada akhirnya Jackson hanya terkekeh sambil mengelap coretan lip balm Una dengan tissue. Tercium bau yang sangat manis saat Jackson mendekatkan tissue tersebut ke hidungnya. Aromanya benar-benar manis.
Una berbalik sekilas melihat Jackson sebelum akhirnya benar-benar keluar dari sana. Ia bernapas lega dan bisa berjalan dengan tenang. Namun baru saja beberapa langkah, ia merasakan tangannya tertahan. Ia melirik ke samping dan mendapati Lea sedang duduk sambil memegang lengan Una.
"Eh, Lea... Kenapa?"
Lea berdiri dan tersenyum, "Liat Jack nggak? Tadi dia bilangnya mau ke toilet tapi kok lama banget," tutur Lea.
Una terdiam, bisa-bisanya Jackson membuat Lea menunggu sedangkan di dalam tadi ia bilang sedang menunggu Una sambil mengganggunya. "Boker kali, Le,' jawab Una asal. Tidak mungkin ia menceritakan yang sebenarnya kan.
"Yakali," ucap Lea sambil tertawa. Pandangan Lea berfokus ke belakang Una. Una yang penasaran pun ikut melihat objek yang dilihat Lea. Terlihat Jackson baru saja keluar dari toilet dengan membawa botol yang Una bawa tadi.
Pandangan Una dan Jackson bertemu, dengan sigap Una mengalihkan pandangannya kepada Lea. "Gue duluan ya," pamit Una cepat.
Ia melangkahkan kakinya dengan cepat, ia tak tahu kenapa tapi yang pasti ia tak ingin berurusan dengan Jackson. Ia sampai lupa menanyakan pasangan earphone miliknya. Persetan! Daripada ia terus diganggu Jackson..
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Addiction Of Annoyance
Ficção AdolescenteKata orang "Jangan nilai buku dari covernya." Setidaknya Nada Aluna a.k.a Una pernah mengikuti pepatah itu namun rasanya pepatah itu tidak berlaku lagi setelah ia melihat Jack a.k.a Jackson Jeandra. Pepatah itu hanyalah sekedar kata. Wajah Jack sang...