S2 BAB 19 PART III

80 20 3
                                    

"Ayo, pulang! Nungguin siapa?"

Mendengar seruan tersebut Una yang awalnya berdiri di lorong lantai dua sambil menatap lapangan itu menoleh ke belakang. "Nunggu orang. Duluan aja," jawabnya.

"Orang siapa? Si Gilang Gilang itu?"

Raut heran kini menghiasi wajah Una, ia betul-betul tak paham mengapa Jackson mengait-ngaitkan dengan Kak Gilang yang tentu saja tidak ada hubungannya, "Kak Gilang?"

"Iyalah siapa lagi? Yang kemaren minta lu traktir dan lu setuju itu," tuturnya dengan sinis. Kini Una paham, mungkin penyebab tingkah aneh Jackson ini karena Kak Gilang. Tapi kan Una dan Kak Gilang tidak melakukan apa-apa, lantas mengapa ia menjadi begitu marah.

"Nggak jelas," ucap Una sambil berjalan meninggalkan Jackson. Sontak pria itu ikut melangkah, ia membalikkan tubuh Una menghadapinya, "Gue mau ngomong. Ada etika nggak?"

Una terdiam dibuatnya, "Lu kenapa sih?" Pertanyaan Jackson tersebut membuatnya semakin terheran-heran, "Kenapa apanya? Apa nggak kebalik? Lu yang kenapa?! Dari kemaren aneh tau nggak kelakuan lu!" Tutur Una yang kini mulai diselimuti emosi.

"Gue tanya salah gue dimana, lu nggak jawab. Gue coba bersikap kek biasa, lu malah cuek. Malah nongkrong ama Lea. Lu yang kenapa, Jack?!"

"Gue udah sering bilang gue nggak suka lu deket-deket cewek, apalagi Lea. Tapi kayaknya omongan gue cuma angin lewat buat lu, lu masih nggak paham juga," tambah Una.

"Nggak suka ama Lea? Nggak suka deket-deket cewek? Ya sama! Gue juga nggak suka lu deket cowok, gue nggak suka lu deket-deket Gilang," balas Jackson.

Una manggut-manggut dengan wajah terangkat menampilkan sosok arogannya, "Oh, lu panas? Sekarang bilang ama gue, lu nggak suka di bagian mana? Dia sekedar bantuin gue lomba. Nggak suka liat gue foto bareng ama dia? Ok gue minta maaf. Tapi gue juga minta lu stop foto atau video bareng Lea. Apalagi yang jadi keluh kesah lu? Bilang!"

Jackson terdiam, ia tidak tahu letak permasalahannya dimana. Tapi yang jelas ia hanya tidak suka melihat Una tersenyum dan memandang antusias kepada pria lain selain dirinya. Terdengar egois, tapi itu adanya. Bagaimana cara ia mengungkapkan hal itu kepada Una, mungkin gadis itu akan ilfeel padanya pikir Jack.

"Gue mau pulang," pamit Una lalu kembali berjalan. Dengan sigap Jackson menahan tangannya dengan kuat, cenderung mencengkeram membuat luka gores Una tadi pagi mulai terasa perih kembali, "Gue belom selesai."

Una menarik tangannya, "Lepas! Sakit, Jack!" Bukan
melepas, Jackson justru mengeratkan cengkeramannya. Dihempasnya cengkeraman Jackson dengan sekuat tenaga, "Punya etika nggak?" Tanya Una mengulang sindiran Jackson tadi, "Gue nggak suka orang yang kasar," tambahnya seraya menunjukkan pergelangan tangannya yang memerah.

"Selesain dulu masalah dalem diri lu baru ngomong ama gue," ucap Una kembali berjalan meninggalkan Jackson. Jika Jackson masih bertingkah seperti ini maka yang ada bukan penyelesaian melainkan keributan yang memperburuk suasana.

Diabaikannya panggilan Jackson dan permintaan maafnya itu. Dilihatnya ponsel yang sejak tadi bergetar, ia mengangkat panggilan itu, "Iya, bang. Una jalan ke bawah, tungguin."

Jackson membiarkan gadisnya itu pergi sekarang, ia sadar dan tahu betul bahwa permasalahan kali ini bersumber pada dirinya. Tugasnya sekarang adalah memperbaiki segalanya, ia harus meminta maaf atas keegoisannya.

Melintaslah Una dengan Noval menuju gerbang, wanita itu menengok sekilas ke arah Jackson yang masih berdiri di lorong lantai dua. Ia membuang wajah ketika Jackson balas menatapnya, bertingkah seolah tidak tahu apa-apa.

"Masih berantem?" Tanya Noval yang sedang berkenda itu, "Iya. Mumet,' jawab Una. Pria itu tersenyum arogan, "Kasmaran nggak selalu manis, dek. Mamam noh cinta-cintaan," ledek Una. Una memukul pelan punggung pria tersebut.

"Makanya udahlah, nggak usah cinta-cintaan. Contohlah abangmu ini, cinta bikin otak ke distract," sombong abangnya. "Gaya banget ngomongnya. Terus cewek yang waktu itu ketemu di XXI, siapa?" Tanya Una teringat Noval menonton bersama dengan seorang wanita.

Mendengar itu, motor yang dikendarai Noval mendadak oleng sebelum akhirnya Una kembali memukul tubuh Noval agar ia berkendara dengan benar. "Tuh kan ampe nggak fokus. Cewek lu ya?" Goda Una.

"Ribet lu. Temen gue," jawabnya. Una menaruh kepalanya di salah satu pundak Noval, ia menatap Noval yang tengah menatap lurus ke depan dengan tatapan menggoda yang menjengkelkan hati, "Temen apa temen?"

Noval melirik sinis adiknya, ia mengangkat bahunya seraya berkata, "Ini apaan sih? Ribet! Nyingkir nggak!" Wajah Una terbentur helm ketika Noval terus mengusir kepalanya dengan mengangkat bahunya berulang-ulang. Ia mengangkat kepalanya dari sana, tangannya dengan reflek kembali memukul tubuh Noval sambil menggerutu menghadapi abangnya yang kini tengah menertawakannya dengan puas.

Di tengah marahnya itu, suara notifikasi ponsel Una berbunyi menandakan pesan masuk. Dibukanya pesan tersebut yang berisi,

Jeandra Jack

Maafin keegoisan gw ya Na
Lu mau hukum gw gimana? Sedia ko gw

Una menghela napasnya kemudian mematikan ponsel, bukannya ia tak mau memaafkan Jackson. Bagus jika ia telah menyadari kesalahannya, tapi tidak semudah itu. Ia ingin Jackson lebih merenungkan kesalahannya, jika ia dimaafkan dengan mudah maka kemungkinan ia akan kembali melakukan kesalahan dan menganggap enteng sebuah permintaan maaf. Anggap saja ini hukuman, bukankah Jackson bersedia hukum? Ya walaupun tindakannya ini juga menyiksanya, sejujurnya ia tidak bisa terlalu lama mendiamkan Jackson. Apalagi kalau pria itu menjadi manja dan merengek kepadanya, benar-benar tak bisa. Dan ia pun selalu punya cara membuat Una luluh. Kini ia menantikannya, cara apa yang akan Jackson gunakan untuknya kali ini.

"Malah bengong, sampe ege," celetuk abangnya sambil memukul pelan kepala Una seraya turun dari sepeda motornya. Una tersadar dan mengedarkan pandangannya. Ia hanya nyengir melihat dirinya sudah ada di perkarangan rumahnya.

Tbc
Btw 2 chapter lg end nichh

Addiction Of Annoyance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang