Ruby

70 5 0
                                    

Matahari mulai menghilang dan langit berubah gelap. Ruby keluar dari kandang kuda setelah mengantar kuda kesangannya masuk ke dalam kandang. Tubuhnya penuh keringat, kaos ketat yang dikenakannya bersimbah keringat. Dia baru saja selesai berlomba dengan pamannya yang mantan atlet berkuda. Ruby dan Lando, kuda kesangannya baru saja menang melawan pamannya dan kuda jagoannya.

Ruby berhenti di depan sebuah kandang kuda yang sedikit lebih besar dari yang lainnya. Dari dalam kandang kuda itu terlihat cahaya kuning dari lampu bohlam. Langkahnya berbelok memasuki kandang kuda.

"Hi, Baby." Tangan Ruby terulur untuk mengusap kepala Lily yang terjulur padanya. "Hi, Mommy." Lily menjulurkan lehernya lebih jauh untuk memeluk Ruby. "How was your day? How was this new Mom going?"

Ruby beralih memandangi kuda kecil yang baru berumur beberapa hari yang berdiri gemetar untuk meraih susu ibunya. 

"Nanti kita cari nama yang cantik untuk dia, ya?" Kata Ruby lalu berbalik dan berjalan cepat menuju rumah.


Villa yang setiap tahun mereka tempati adalah milik keluarganya, berdampingan dengan peternakan kuda dan tempat pelatihan. Setiap dua kali dalam setahun, keluarganya selalu menginap menghabiskan liburan di tempat ini.

Hari sudah gelap ketika Ruby keluar dari kamar mandi. Ada suara berisik berasal dari arah dapur yang membuat Ruby tertarik untuk langsung menuju ke dapur. Buru-buru ia kenakan kaos dan celana panjang lalu berlari menuju dapur. 

Di meja makan, duduk adik dan ayahnya. Sedangkan ibunya berdiri di balik counter sibuk dengan masakannya. Di atas counter dapur terpajang kue bolu. Ruby menekan-nekan bolu yang keras itu.

"Kenapa, Mah? Gagal lagi?"

Ibunya yang pandai memasak dan baking itu lalu mengomel-ngomel karena sekali lagi gagal mencoba resep baru. Hansa, adiknya kembali menertawai kegagalan ibunya yang terpanjang di atas counter.

Selama beberapa jam kedepan, dia habiskan dengan makan malam bersama lalu menonton film dengan kudapan yang disediakan ibunya. Mereka berempat duduk di ruang duduk yang TVnya menayangkan film keluarga.

Ruby duduk di samping adiknya berebut toples keripik singkong yang saling mereka peluk bergantian.

"Habis dari Magelang, Alia pulang ke Inggris?" Tanya Mamah Ruby tiba-tiba. Tante Hera menyesap sirup di gelasnya sambil melirik anak laki-lakinya.

Ruby menggeleng. "Tidak. Liburan tahun saja katanya." Jawab Ruby. 

"Hm." Mamah Ruby begumam. "Sudah lama mereka tidak pulang ke Inggris."

Ruby mendenguskan tawa. "Kayanya tante Derema gak pengen-pengen banget pulang kampung."

BIP!BIP!BIP!

Ruby melirik Papahnya, om Erwin ketika jam tangan pria itu berkedip tiga kali. 

"Sebentar." 

Papahnya bangun dari sofa lalu berjalan cepat menuju kamar.

Papahnya, Erwin Kharisma Fakhry sebenarnya bukan orang yang senang bekerja. Pria itu adalah orang yang tahu batasan kapan dia harus berhenti bekerja, terutama saat ia sedang bersama keluarganya. Pria itu bisa menunda segala pekerjaannya demi keluarga. Walaupun Erwin adalah orang yang serius, dia begitu hangat dan menyayangi keluarganya.

Dari kecil, hal yang Ruby ingin tahu adalah jam tangan Papahnya. Jam tangan yang ketika berbunyi dan berkedip, papahnya akan langsung pamit undur diri. Seperti panggilan untuk tugas. 


Hampir pukul 9 malam ketika Ruby masuk ke dalam kamarnya. Ia ambil ponselnya dari atas meja lalu ia bawa rebahan di atas kasur. AC di dalam kamarnya membuat suhu semakin turun, lampu yang tertempel di dinding di atas tempat tidur bersinar redup. 

Gone : Maliaza AmbaraningdyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang