Ghani

42 4 0
                                    

Terus hari-hari berjalan di tempat asing yang sebenarnya bukan pertama kalinya ia datang ke tempat seperti ini. Terus harinya ia lewati dengan kata-kata kasar dan cacian merendahkan dari orang-orang bahsa barat. Terus harinya ia lewati dengan menanggapi cerita-cerita Safiled yang sedang berbunga-bunga.

Hingga suatu malam, saat sedang tertidur setelah hari panjang mendengar rengekkan Safield karena Danastri pergi untuk beberapa hari, Ghani merasa getaran dari dalam saku celananya. Ia terbangun dan buru-buru meraih jam smartwatchnya.

Layar kotak jam tangan itu menampilkan icon tengkorak yang berkedip-kedip. 

"Ouh, shit." Ghani bangun dari tidurnya. Ia megambil baju atasnya lalu berjalan keluar kamar yang ia tempati bersama Darto dan Wiguno.

Beberapa bagian dari rumah yang ditinggalinya sudah gelap, beberapa obor dan lampu minyak sudah di matikan. Perpaduan wangi bunga mawar dan kulit jeruk masih dapat ia cium.

Ghani berjalan cepat untuk sampai ke pintu depan. Salah satu dari dua pintu kayu itu ia buka dengan cepat. Tiga pengawal yang berjaga di depan pintu memandangnya kaget.

Aduh. Aku mana mungkin bisa pergi. Aku bahkan tidak tahu di mana Alia berada sekarang.

"Ada masalah?" Tanya salah satu pengawal.

"Saya hanya ingin keluar menghirup udara. Habis bermimpi buruk." Jawab Ghani.

"Tetaplah di sekitar rumah."

Ghani berjalan menuju pohon besar di depan rumah, ia berdiri memunggungi para pengawal. Jam tangannya menunjukan sebuah titik lokasi yang jauh dari tempatnya sekarang. 

Lo bisa tolong dirilu sendiri, kan? 

Ghani tahu Alia tidak akan mati, tapi melihat icon tengkorak di layar jam tangannya berkedip-kedip tetap membuatnya khawatir. 

Atau memang ini akhirnya?

Ghani menggeleng pelan. Ini masih jauh dari kata selesai. Ghani bahkan belum mengantarkan rombongan bangsa barat itu ke Bali dan kembali ke sini. 

Alia tidak akan mati sekarang.


Ghani sadar bahwa ada perubahan dalam diri Alia. Alia yang dulu penuh penolakan itu kini mulai berubah. Apa lagi setelah ia kembali dari kematian. 

Akan repot urusannya jika wanita itu mulai merasa nyaman dan menganggap bahwa semua ini miliknya. Masalah besar jika wanita itu tidak lagi memiliki keingan untuk kembali.

Ghani menggodanya sekali untuk mengembalikan kesadaran wanita itu, mengingatkannya bahwa semua ini milik Danastri, bukan Alia.

Selebihnya bisakah ia percayaan pada Panglima Astaka? Bisakah ia percaya bahwa dua sejoli itu tidak egois? Bisakah ia percaya bahwa Alia sebenarnya mencintai seniornya? Atau setidaknya lebih memilih Fakhruty Ruby dibanding Panglima Astaka? Bisakah ia percaya bahwa Panglima Astaka bisa membujuk Alia untuk mencapai takdir Danastri?



.

Hal itu dia utarakan pada Panglima Astaka. 

Setelah semalam penuh mereka habiskan dalam perjalanan menuju pesisi selatan, akhirnya mereka sampai kembali di pelabuhan. Pelabuhan di mana kapal-kapal besar milik The Dussel's terparkir.

Para tetua The Dussel's sudah memutuskan bahwa Ghani ikut bersama mereka ke Bali. Tempat selanjutnya yang ada di smartwatch Ghani.

Sebelum bongkar muat kapal selesai, Ghani berjalan menghampiri Panglima Astaka. Ia menceritakan semuanya. Berharap dengan manusia memang salah, tapi Ghani harus pergi untuk memastikan Safield kembali untuk Danastri. Sementara harus ada orang lain yang harus memastikan Danastri untuk tetap tinggal.


"Mohon ampun, Panglima." 

Astaka menoleh dan mengajak Parwoko yang dia kenal untuk menjauh dari kerumunan.

"Kau akan pergi?" Tanya pria itu. 

"Hamba mohon pertolongan Panglima." Kata Ghani pelan-pelan. "Sebelumnya Hamba mohon ampun, Panglima. Hamba tidak tahu apa yang terjadi dan bagaimana hubungan Panglima dengan Ndoro Danastri."

"Kau tidak perlu selalu berkata sesopan itu pada saya. Saya bukan Paduka Karkasa atau anak-anaknya."

Ghani yakin Astaka bisa membuat Alia menunggu Safield.

"Saya harus membuat Safield kembali untuk Ndoro Danastri." Ghani memperhatikan ekspresi Panglima Astaka ketika ia menyebut Safield dan Danastri. "Karena itu Alia harus tetap ada di sini. Mungkin dia tidak akan pergi ke mana-mana, tapi kita tahu apa yang akan terjadi dalam jangka waktu lama hingga Safield datang."

"Apa yang terjadi jika Safield tidak kembali atau Alia memutuskan untuk kabur dari rumah dan meninggalkan Safield?" Tanya Astaka.

"Jika Alia memutuskan untuk menjauhi takdir Danastri, artinya dia siap untuk menjauhi hidup Alia sebenarnya. Dia tidak akan pernah kembali."

Tangan besar Panglima Astaka menepuk bahunya beberapa kali. Ia tersenyum meyakinkan.

"Tolong pastikan Alia tetap hidup dan tinggal untuk menunggu takdir Ndoro Danastri." Ghani mengatupkan kedua telapak tangannya.

"Kau tidak perlu khawatir. Saya berhutang besar padamu. Terima kasih sudah membawa Alia pada saya."

"Saya tidak melakukan apapun. Ada takdir lain yang membawa kalian bersama." Kata Ghani. "Untuk saat ini."

"Boleh saya bertanya sesuatu?" Tanya Astaka tiba-tiba.

Ghani mengangguk pelan.

"Apa kau sering seperti ini? Pergi ke waktu yang lain dari saat kau hidup?" 

"Ini yang ke lima."

Astaka mengangguk. "Banyak orang sepertimu, ya? Setiap kau melakukannya-" Astaka berdeham. "-apa yang kau rasakan? Hanya sebuah tugas tanpa artikah?"

Ghani tidak tahu maksud dari pertanyaan Astaka. Dia menjawab seadanya. "Bagi saya, menyenangkan bisa memiliki pengalaman yang tidak akan pernah bisa saya alami di tempat dan waktu saya hidup."

"Ah."

"Saya masih terlalu muda, hal-hal seperti ini bisa saya nikmati dengan mudah lalu kembali tanpa beban perasaan. Tapi mungkin jika saya lebih berpikirn dewasa, sebenarnya banyak hal yang bisa saya ambil setiap saya bertugas."

"Kau selalu memiliki nama yang berbeda-beda?Memiliki pekerjaan yang berbeda?"

Ghani mengangguk.

"Kau hebat bisa menjalinya dengan mudah."

Ghani tertawa pelan. "Tidak mudah Panglima."

Astaka menepuk pundak Ghani pelan. "Kau dengan mudah bisa melakukan pekerjaan-pekerjaanmu."

"Terima kasih, Panglima."

"Jaga pria itu baik-baik. Bawa dia kembali." Kata Astaka sambil menunjuk Safield dengan dagunya.


Ghani tidak tahu maksud pertanyaan Astaka, mungkinkah ayahnya bisa melupakannya dengan mudah tanpa beban perasaan bahwa ia telah meninggalkan anaknya sebatang kara?

Gone : Maliaza AmbaraningdyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang