Danastri

33 5 0
                                    

Pagi-pagi sekali, Danastri mendapati dua gerobak penuh dengan tanaman di depan Rumah Atas. Semuanya tanaman hias. Berdaun hijau gelap panjang, berwarna ungu dan merah, berbunga-bunga merah, kuning, putih. Ada satu gerobak lagi yang baru datang berisi media tanam siap pakai. 

Dibelakang gerobak ada Giyarto yang membawa sekarung penuh peralatan berkebun yang biasa di gunakan Danastri. Senyumnya merekah dengan jalan yang hampir melompat-lompat Giyarto mengikuti pria yang mendorong gerobak.

"Kita akan berkebun, Ndoro?" Tanya Giyarto saat sampai di depan rumah.

Danastri melongo melihat apa yang ada di hadapannya sekarang. Dia mengerjapkan mata beberapa kali lalu menggelengkan kepala menyadarkan dirinya.

"Siapa yang meminta kalian membawa ini semua?" Tanya Danastri.

"Ndoro Purwanka dan Panglima Astaka."

"Panggil Astaka!"

Giyarto mengangguk lalu meletakkan karung yang dibawanya lalu berbalik dan berlari menuju rumah pengurus perkebunan di atas.

Danastri meneliti satu per satu tanaman yang ada di gerobak. Dia yakin semuanya diambil dari taman atau halaman manapun dari rumahnya. 

Beberapa lama kemudian Giyarto datang bersama Astaka di belakangnya. Pria yang masih berbalut kain perban yang masih merembes darah di beberapa bagian itu berjalan santai. 

"Ada apa?"

"Ini apa?" Tanya Danastri sambil menunjuk gerobak-gerobak.

"Tanaman." Jawab Astaka sambil mendelikan bahu. "Seperti yang kau minta."

Bahu Danastri melemas. Wajahnya menunjukan raut kecewa. Dia menghela napas. "Saya tidak boleh pergi ke sana, ya?"

"Kau bilanglah sendiri pada Paman Purwanka." Jawab Astaka. "Ayo cepat! Saya bantu sebelum saya pergi bekerja."

Danastri merengut, tapi tetap melakukan pekerjaannya. Dibantu Astaka, Giyarto, dan Cindhe mereka mulai membersihkan halaman lebih luas. Mereka menurunkan tanaman-tanaman dari gerobak lalu memindahkan sampah semak belukar dan benalu ke atas gerobak untuk di buang.



.

Terus selama berminggu-minggu Danastri menyibukan dirinya dengan mengurus halaman. Membuat halaman Rumah Atas bersih, indah, dan sejuk di pandang. Dipenuhi tanaman hias dan bunga-bunga penuh warna. 

Setiap pagi dia menyapu halaman, menyiram tanaman, memotong daun-daun kering, memberi pupuk, semua dengan tangannya sendiri. 

Setelah berminggu-minggu itu mereka harus membersihkan halaman belakang antara dapur dan kamar mandi dengan rumah utama. Danastri memenuhinya dengan tanaman herbal. Semua dilakukan dengan tangannya sendiri. 

Dengan bantuan Cindhe dan Giyarto tentu saja. 

Datyani pernah berteriak pagi-pagi dan mengomel karena dia menabrak dan hampir menjatuhkan pot keramik besar yang Danastri letakkan di dalam rumah. 

Sekarang bagian dalam rumah juga dipenuhi tanaman hias di beberapa tempat.

Satu waktu, dia pernah bercerita pada Astaka tentang kotak yang ditinggalkan oleh Alia. Dia menceritakan tentang surat yang ditulis Alia.

Surat yang ditulisnya menggunakan tulisan latin itu Danastri baca perlahan-lahan. Hampir diejanya satu per satu.



Pagi itu dia sedang berjongkok di hadapan tanaman sirih merah dengan seember air di sampingnya. Selesai menyirami tanaman, Danastri mengelap daun-daun di bagian bawah dengan air, membersihkannya dari tanah. 

Pagi itu dia sedang berjongkok menikmati waktunya seperti biasa ketika seseorang datang dan memanggilnya.

"Ndok?"

Danastri berhenti. Dia berdiri dan berbalik. Paman Purwanka berdiri di tepi jalan, tersenyum padanya.

"Ada tamu." Paman Purwanka mengarahkan tangannya ke belakang.

Danastri berdiri terpaku memandang ke arah siapa tamu yang dimaksud. Tangannya yang tadi sudah dia usap ke bagian belakang kainnya, kini dia usap-usap lagi dengan gugup.

Ada seorang pria berdiri di belakang pamannya. Seorang pria berkulit putih agak kemerahan, rambut cokelat terang yang panjang, dan wajahnya ditumbuhi brewok tipis.

Pria itu berpakaian lain dari orang lain yang ada di tempat ini. Celana bahan biru gelap dilengkapi dengan kancing-kancing emas, bagian atasnya berupa kemeja putih yang sudah tidak lagi putih. Bagian lengannya besar agak menggembung.

Safield Dussel?

"Hai!" Safield mengangkat tangannya canggung. "Saya menepati janji saya untuk kembali, kan?"

Danastri tiba-tiba tersenyum cerah. "Safield."

Safield tersenyum semakin lebar. 

"Kau kembali."

"Saya sudah berjanji, kan?"





Saya tidak tahu apa yang mau saya tulis dibagian ini. Jadi kayanya next bakal langsung ke Astaka mau pergi meninggalkan tempat ini deh.



Gone : Maliaza AmbaraningdyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang