Rasa terakhir yang saya ingat adalah rasa dingin yang menjalari tubuh saya. Dari ujung kaki naik terus hingga ke kepala. Seribu rasa sakit yang saya rasakan di tubuh saya karena perkelahian dan pertarungan yang terjadi sepanjang pagi hingga saat ini.
Hal terakhir yang saya ingat adalah seseorang mencium bibir saya. Setelahnya saya bergerak di luar kendali. Saya sadar dengan apa yang saya lakukan, tapi tubuh saya bergerak di luar kendali. Bergerak dengan rasa marah yang besar membakar hati saya.
Pandangan terakhir yang saya ingat adalah Panglima Besar Lawana dengan kepala pecah dan belati panjang mecuat di dadanya.
Tubuh saya mendingin dan mati rasa ketika saya merasakan tarikan yang kuat. Ada suara-suara orang yang meneriaki nama saya lalu tubuh saya ditarik dan diangkat sebelum saya tertidur pulas.
Saya pikir saya sudah selesai. Saya pikir saya bisa berpulang ke pelukan ibu. Saya pikir saya bisa kembali meringkuk di bawah ketiaknya.
Tidak pernah lagi merasa susah, lelah, sakit, dan apapun yang tidak saya rasakan di dalam pelukannya. Tidak pernah ada tempat lebih nyaman, hangat, dan aman dari pada pelukannya. Dan saya sudah siap dengan itu.
Saya tertidur dengan amat baik, pulas tanpa bisa mendengar suara apapun dalam tidur saya. Nyenyak tanpa merasa sakit di tubuh saya.
Sampai...
'Maaf Astaka.'
Bisikkan itu seolah-olah tepat berada di telinga saya.
Napas saya tiba-tiba sesak. Rasanya seperti tenggelam. Tangan saya terulur ke atas mencari pegangan, mencoba meraih sesuatu untuk menarik saya ke permukaan.
Ketika ada tangan yang meraih dan menggenggam tangan saya, tubuh saya terasa ditarik ke permukaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gone : Maliaza Ambaraningdyah
Historical FictionNOTE : Silahkah baca 'The Past Keeper' dulu yaa This one is kinda spin off maybe. Another story dari POV Alia, Ruby, Ghani, Astaka, dan Danastri sebelum, saat, dan setelah Alia pergi dan kembali. MUNGKIN JIKA ADA YANG BERMINAT BOLEH MAMPIR.