Astaka

44 5 0
                                    

Mungkin ini sesi curhat sedikit. 

Well, cerita ini, dunia yang saya bangun di cerita ini secara tidak sadar jadi comfort zone untuk saya. 

Saya berharap bisa membangun dunia ini lebih luas lagi. Pembangunan tentang konsep 'ThePast Keeper', ada 'Alia-Alia' lain untuk pergi ke masa lalu dengan cerita beragam, ada 'Ghani-Ghani' lain sebagai The Past Keeper, mungkin POV lain dari The Past Keepernya, atau mungkin bagaimana The Past Keeper bisa terbentuk.

Terima kasih atas segala suportnya. Terima kasih masih mau membaca kisah mereka. Terima kasih vote dan komennya.

Jangan lupa mampir ke 'Sejauh London-Auckland' di profil saya kalau sempat. Vote dan komen juga.

Thank you! Stay safe, healthy, and happy all.

Kinda long, but hope you guys enjoy.



Selama dua hari dia memaksakan diri untuk mengunjungi Alia di rumah atas. Danastri maksudnya. 

Dia mengkhawatirkan terlalu banyak hal. Dia kehilangan banyak hal. Dia kehilangan terlalu banyak orang. Terutama Batara. Dan banyak anak buahnya yang lain. Bahkan Sena, anak pertama Ndoro Purwanka dan Bibi Sadah.

Selama dua hari itu dia mendengarkan laporan-laporan dan cerita dari Yugala. Walaupun Ndoro Purwanka sempat melarang supaya Astaka bisa mengistirahatkan tubuh dan pikirannya terlebih dahulu. 

Dan dia mendapatkan semuanya. Dia bisa merangkai hal-hal yang sudah terjadi. Segalanya dimulai dari pemberontakan yang terjadi di desa sebelah utara. 

Astaka menyesali segalanya. Dia ingat betul ketakutan dan kekhawatiran Alia tentang Lawana dan Datyani. Jika Astaka bisa menanggapi Alia lebih awal, mungkin banyak hal yang bisa dia cegah.  

Salahnya adalah itu bukan Datyani, tapi Dewani. Si Bungsu yang manis, pintar, dan baik hati. Tuan Putri yang bersahabat dan merakyat.

Ndoro Purwanka pasti kelelahan memperbaiki segala hal dan menyelidiki banyak hal. Astaka memaksa untuk membantunya, tapi lagi-lagi di larang.

Sore itu dia baru kembali dari Rumah Atas, duduk selama satu atau dua jam di tepi dipan Alia. Astaka juga menemui Ndoro Purwanka dan mengatakan kalau dia tidak ingin tinggal di Rumah Perintah, dia ingin bersama sisa anak buahnya yang kini tinggal di rumah kosong milik pengurus perkebunan.

Rumah yang dekat dengan kandang sapi dan kandang kuda sementara. Termasuk Banu yang ditempatkan di situ. 

Kata Ndoro Purwanka dia bisa pindah besok pagi.

Kamar-kamar milik pengawal dan prajurit Paduka Karkasa tidak terbakar api, atau setidaknya tidak dibakar. Astaka mengatakan pada Ndoro Purwanka dan Bibi Sadah kalau mungkin lebih baik mereja tinggal di sana saja bersama sisa keluarga yang lainnya dari pada menetap di Rumah Perintah.

Rumah itu menjadi gelap, suram, dan sesekali Astaka dapat mencium bau busuk dan amis darah.


Sore itu dia duduk di teras depan Rumah Perintah bersama Bibi Sadah, Sura yang memangku seekor kucing abu-abu, dan Yugala. Salah seorang pelayan menyuguhi mereka teh hangat dan pisang rebus. 

Mereka makan dalam diam, tidak ada pembicaraan apapun. Sura mengangkat kedua kakinya naik ke atas kursi sambil membelai-belai Sunah di pangkuannya. 

Setelah teh-teh di atas meja habis, Bibi Sadah mulai bangun dan membawa gelas-gelas ke dalam rumah di bantu Yugala yang merasa segan.

Gone : Maliaza AmbaraningdyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang