Ghani

49 4 0
                                    

Ghani masuk ke dalam rumah dan bertanya pada beberapa pelayan hingga sampai di kamar mandi. Dia tidak menggunakan kamar mandi di sana. Ghani membungkuk untuk menggulung celananya, mencuci tangan dan membasuh wajahnya.

Keluar dari kamar mandi, Ghani berjalan ke halaman terbuka di seberang kamar mandi. Dia duduk di kursi terdekat untuk merapihkan celananya.

"HEI!"

Ghani mendongak dan melihat Danastri berjalan cepat ke arahnya. Buru-buru Ghani berdiri untuk memberi hormat.

"Ndoro Putri butu-"

"Berisik!" Danastri memukul lengannya dengan keras. "Gua gak butuh basa-basi lu."

Ghani tersenyum meledek, mengangkat kedua tangannya lalu melangkah mundur. "Oke. So?"

Tangan Danastri sekali lagi memukul lengan Ghani. "Gua yang harusnya nanya."

"Dengar!" Ghani kembali duduk di kursi. "Jalani hidup lo saat ini dan biarkan gua melaksanakan tugas gua sendiri."

"Apa?" Alis Danastri berkerut bingung.

"Tidak akan terjadi apa-apa, lo akan kembali dengan sendirinya." Jawab Ghani santai.

"Who are you?" Tanya Danastri pelan.

Ghani berdiri lalu mengulurkan tangannya pada Danastri. Atau orang yang seharusnya adalah Danastri. "Arief Sadana Ghani, The Past Keeper. Jangan panggil dengan nama itu sekarang."

Danatri tidak menjabat tangannya. Membiarkan tangan Ghani di udara begitu saja. Alisnya masih berkerut dan terangkat seperti meragukan ucapannya.

"Segala yang ada di sini adalah sesuatu yang tidak tertulis dalam sejarah. Jadi tugas gua hanya memastikan kalau lo mati dengan cara yang benar."

"Apa?" Sekali lagi Danastri memukul lengannya.

Ghani tertawa. "Lo gak akan mati. Lo cuma harus hidup di sini-"

"Dan lakukan apapun yang gua suka?" Tanya Danastri yang sudah pasti bukan Danastri itu.

"Ya. Tapi bukan mengaku di hadapan Raja bahwa kita tidakberasal dari dunia ini kalau tidak ingin di kuliti dan di gantung di balai desa." Kata Ghani dengan nada serius.

"Astaka tahu." 

"Gak masalah kalau lo begitu percaya dengannya." Jawab Ghani lengkap dengan senyum penuh makna. "Tolong mudahkan tugasku kali ini." 

Danastri memukul lengannya sekali lagi sambil berbisik. "Gua gak akan buat hidup lo mudah di sini."

Danastri berjalan pergi sambil menghentakkan kakinya.


Ghani memperhatikan Danastri berjalan pergi. Saat itulah dia melihat Panglima Astaka berdiri di lorong memandang ke arah mereka.

"Alia!" Teriak Ghani ketika Danastri mulai menjauh.

Langkah Danastri terhenti, kepalanya terangkat untuk memandang Panglima Astaka. 

"Alia Ambar, kan?" 

"Gua nyaris pangling melihat Alia Ambar tanpa kulit putih dan mata biru."

Sosok Alia Ambar tergambar jelas diingatan Ghani saat melihat dua sejoli itu berdiri berdampingan menonton pertunjukan tari. Ghani seperti melihat kakak tingkatnya dan teman seangkatannya yang sering bersama-sama. 

Danastri berbalik dan memandang wajah Ghani terkejut. Dia hampir melangkah kembali mendekati Ghani jika tidak Astaka tarik lengannya.

"Tapi sosok mencolok yang biasa bersepeda keliling kampus muncul di ingatanku saat kau berdiri di samping Panglima Astaka tadi."

Ghani dapat melihat wajah Danastri yang kesal dan siap meledak.

"Awalnya saya pirkir target saja kali ini adalah seniorRuby." Ghani beralih memandang Astaka. "Tapi Panglima Astaka tidak menunjukan ke anehanapapun. Saya juga mungkin bisa mati kalau bertanya apakah ia Islean Ruby ataubukan."

"Hamba mohon ampun, Panglima." Ghani mengatupkan kedua tangannya dan hampir bersimpuh kalau Astaka tidak menariknya berdiri.

"Jadi kau juga datang dari tempat Alia berasal?" Panglima Astaka bertanya hati-hati.

"Mohon ampun, Panglima." Ghani mengatupkan kedua tangannya di depan dada.

"Kenapa gua?" Tanya Danastri / Alia.

Ghani mendelikan kedua bahunya. "Coba tanya sama diri lo sendiri."

Ghani pergi meningkalkan Alia dan Astaka di sana.


Selesai sudah tugas pertamanya. Dia berhasil menemukan siapa 'target'nya kali ini. Alia Ambar si mahasiswi kedokteran hewan yang cantik dan pandai beradaptasi dengan orang-orang.


Gone : Maliaza AmbaraningdyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang