"ALIA!"
Ruby terbangun di atas tempat tidur. AC di dalam kamarnya sudah mati karena jendela di samping tempat tidurnya terbuka lebar.
Ruby bangun dalam keadaan lelah. Dia terasa hanya tertidur beberapa menit. Belakang kepalanya sakit seperti di tekan, matanya berat masih mengantuk.
Pintu kamar terbuka, ia menoleh dan mendapati adiknya berdiri di depan pintu.
"Makan!"
Ruby terbangun di kamar adiknya.
"Beresin tempat tidur Hansa, ya." Kata Hansa sambil berlalu.
Jam dinding sudah menunjukan pukul 8 pagi. Dari luar terdengar suara ringkikkan kuda.
Ruby masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil pakaian ganti dan handuk untuk mandi. Kamarnya masih gelap karena semalam dia tinggal dengan lampu padan dan gorden yang masih belum terbuka.
Cahaya matahari merembak masuk begitu gorden cokelat ditarik. Di halaman samping villa, tepat di hadapan jendela kamarnya ada taman milik ibunya. Dipenuhi tanaman hias dan bunga-bunga.
Ponsel di atas kasurnya ia ambil untuk mengecek mungkin ada seseorang yang menghubunginya semalam. Ada banyak, tapi tidak ada orang yang dia tunggu.
Ruby masuk ke dalam kamar mandi sebelum sarapan. Jam 10 pagi ada janji temu dengan dokter hewan pribadi keluarganya. Dokter itu akan mengcek kondisi kuda-kudanya terutama memantau kondisi Lily dan anaknya yang baru lahir.
"Abang, nanti Dokter Ilyas datang jam sepuluh lewatan, ya." Kata Papahnya.
"Kayanya By mau cari tiket kereta ke Jogja. Mau nyusul Lia."
Mamah, Papah, dan adiknya menoleh dan memandang Ruby kaget. Adiknya bahkan memandangnya aneh dari atas hingga bawah dan kembali ke atas. Mamahnya berhenti mengaduk kopi. Papahnya meletakkan tablet di tangannya dan memandang dengan alis berkerut.
"Duduk, By!" Kata Papahnya sambil menunjuk kursi di sebelahnya. "Makan dulu."
"Bucin gila."
Walaupun hanya berbisik, Ruby bisa dengar apa yang Hansa katakan.
"Ada tiket jam delapan malam. Nanti Ruby-"
"Iya, iya. Boleh." Jawab Papahnya cepat-cepat.
"Loh." Hansa memukul meja pelan. "Kemarin Hansa mau pergi ke Malang gak boleh."
Ruby meremas-remas tisu bekas mengelap tangan lalu melemparnya ke wajah Hansa. "Kerja makanya, punya duit."
"Berisik lu."
"Nanti liburan akhir tahun aja, ya." Papahnya menenangkan Hansa dengan janji-janji manis.
Dokter Ilyas mengatakan bahwa kondisi Lily dan anaknya sangat baik-baik saja. Begitu juga dengan kuda-kuda lainnnya.
Hansa terlihat senang melihat anaknya Lily sudah bisa berdiri dengan tegak dan berjalan keliling kandang. Gadis itu duduk di lantai kandang kuda sambil mengusap-ngusap tubuh anaknya Lily dan kepala Lily bergantian.
"Perempuan cantik seperti ibunya." Kata Dokter Ilyas. "Siapa namanya?"
"Ambar."
Nama itu keluar begitu saja dari mulutnya. Tanpa di sengaja dan tanpa sadar. Di luar dari Alia yang terus ada di dalam otaknya semenjak ia bangun tidur dua ekor kuda yang ada di dalam mimpinya tiba-tiba teringat.
"Cih." Dari dalam kandang, Hansa berdecih sambil tertawa pelan.
"Kuda yang lagi proses transfer itu jantan, kan? Namanya Banu." Kata Ruby memberi pengumuman. "Ruby sudah booking nama, ya."
"Terserah~" Hansa tidak peduli-peduli banget tetang peternakan kuda dan segala kuda-kuda yang ada. Dia hanya senang melihat mereka tumbuh dan hidup sehat.
Pukul 6 sore, Ruby diantar kedua orang tua dan adiknya menuju stasiun untuk berangkat ke Jogja. Dia bilang, Dimas akan menjemputnya menuju Magelang.
Ruby menikmati perjalanan malamnya apalagi kursi sebelahnya kosong. Pramugara datang untuk menawarinya makan atau minum. Ruby memesan kopi susu panas.
Sepanjang malam ia habiskan dengan membuat RAB kliennya. Sepanjang malam hingga pagi, ia habiskan dengan menyibukan pikirannya, mengalihkan perhatiannya dari mimpi yang membuatnya memutuskan untuk menyusul sahabatnya ke Magelang.
Satu setengah jam sebelum sampai di stasiun tujuan, Ruby mulai merapihkan laptop dan buku catatannya. Dia memutuskan untuk tidur.
Hingga dia dibangunkan oleh suara dari speaker kereta. Kesadarannya kembali saat speaker kereta menyatakan bahwa stasiun berikutnya adalah stasiun terakhir, stasiun tujuan Ruby.
Stasiun terlihat sangat sepi. Masih pagi-pagi buta, matahari bahkan belum muncul. Di pintu keluar stasiun sangat sepi. Ada beberapa abang becak, ojek, dan taksi.
Ruby mendapati tiga orang pria seumurannya berdiri di pintu keluar. Salah satu dari pria itu mengangkat kardus bertuliskan 'RUBY' dengan beberapa emot love dan smile di sekelilingnya.
Beruntungnya stasiun masih sangat sepi. Mereka bertiga berteriak-teriak heboh seperti mereka tidak bertemu selama bertahun-tahun.
Tiga orang itu adalah teman-temannya. Salah satunya Dimas, sepupu Alia yang juga adalah temannya. Dua orang lainnya adalah Adi dan Ilham, teman-teman Dimas yang juga teman Ruby.
"Ngapain sih kalian." Ruby merebut robekan kardus dari tangan Dimas lalu melemparnya ke tempat sampah.
"Menyambut teman yang menyusul cintanya." Jawab Dimas.
Ruby berdecih.
"Semua orang pasti begitunya. Orang lain bisa lihat mereka jatuh cinta tapi mereka tidak bisa melihat cintanya sendiri." Kata Adi.
"Ngaca goblok!" Dimas memukul kepala Adi dengan santainya.
"Ayo kita istirahat dulu di homestay Adi."
Mereka menaiki mobil menuju homestay milik Adi yang sengaja menyisakan satu kamar untuk teman-temannya tumpangi. Ruby bisa menghabiskan beberapa jam berikutnya untuk tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gone : Maliaza Ambaraningdyah
Historical FictionNOTE : Silahkah baca 'The Past Keeper' dulu yaa This one is kinda spin off maybe. Another story dari POV Alia, Ruby, Ghani, Astaka, dan Danastri sebelum, saat, dan setelah Alia pergi dan kembali. MUNGKIN JIKA ADA YANG BERMINAT BOLEH MAMPIR.