Alia

41 4 0
                                    

Hampir tengah malam mereka baru kembali dari pinggi pantai. Menikmati makanan dan jajanan yang ada di sepanjang jalan. Ada pertunjukan di lapangan, ditampilkan oleh grup musik lokal dan tari-tarian daerah dan modern. 

Alia duduk bersama Ruby menemani Mefiana dan Hansa bermain kembang api dan gelembung sabun. Tidak tahu apa maksud mereka bermain gelembung sabun malam-malam yang padahal tidak terlihat. Orang tua mereka duduk makan jagung bakar di sebuah pendopo. 


Keluar dari mobil tua Om Erwin, Ruby tanpa ragu menggenggam tangan Alia menuju gedung hotel mereka dan ke arah lift. Orang tua mereka mungkin sudah sampai di kamar mereka, sedangkan Mefiana dan Hansa berbelok ke minimarket membeli jajanan.

Mereka menunggu lift bersama sepasang suami istri yang sibuk mengobrol. Alia sudah ingin menarik tangannya dari genggaman Ruby ketika melihat Mefiana berjalan mendekati mereka membawa tas belanja diikuti Hansa di belakangnya.

Alia berusaha menyembunyikan seringainya ketika Ruby mengangkat tangannya yang menggenggam tangan Alia lalu menunjuk Mefiana dan Hansa dengan tangan mereka. 

"Kalian gak ada kenyangnya?" Tanya Ruby.

Mefiana dan Hansa sempat melirik tangan Ruby yang tidak melepas tangan Alia. 

Hansa yang masih menyedot susu kotak memandangi kakaknya sinis. Ia menarik tangan Alia hingga terlepas dari genggaman Ruby. Mefiana ikut menarik Alia menjauhi Ruby.

Ruby memandangi mereka bingung sebelum akhirnya tertawa. 

Mungkin Hansa sudah menyadari bahwa ada yang berubah dari Ruby. Bertahun-tahun mereka dekat dan hidup bersama sebagai tetangga, teman, sahabat, bahkan keluarga, Ruby tidak pernah sekeras kepala itu untuk menyusul Alia.

Hansa dan Mefiana dengan mudah sadar bahwa persahabatan kedua kakaknya akan berubah lebih dari itu dengan seiring waktu. Dan sekaranglah waktunya.


Sampai di kamar, Alia merebahkan dirinya di sofa panjang. Layar ponsel di tangannya menunjukan sebuah rangkaian nomor telepon dengan nama 'Arsi - Arief Ghani'.

Sudah hari keempat semenjak dia kembali dari tubuh Danastri. Sudah hari ketiga semenjak ia meminta kontak Ghani pada Ruby. Alia sama sekali belum menghubungi pria itu.

Melihat sudah lewat pukul sebelas malam, Alia menimbang-nimbang haruskah ia menghubungi Ghani sekarang. Tidak mungkin dibalasnya oleh pria itu, tapi dia pasti lupa kalau harus menunggu besok pagi.

Sebelum membuka kontak Ghani untuk mengirim pesan, sebuah pesan masuk ke ponselnya. 

Ghani.

'Malam, Alia! Mungkin ini terlewat malam, maaf sudah mengganggumu. Ini Ghani. Aku hanya ingin memastikan kalau kamu baik-baik saja.'

Alia membaca pesan itu dari notifikasi di bagian atas layar.

Bajingan ini baru menghubunginya setelah berhari-hari. Alia memang butuh penjelasan tapi yang berhutang penjelasankan pihak lainnya.

'Kalau kamu gak sibuk, mungkin kita bisa bertemu?'

Satu pesan datang lagi sebelum Alia membalas pesan sebelumnya.

'Gua di Magelang' Akhirnya Alia membalas pesan itu.

'Masih lama? Aku bisa susul ke sana.'

Kenapa semua orang jadi ingin menyusulnya ke Magelang? 

'Tidak perlu. Kita bicara saat sudah kembali kuliah.'


Alia meletakkan ponselnya di atas meja rias sebelum melempar dirinya ke kasur. Suara shower di kamar mandi masih terdengar menandakan Mefiana sedang mandi -lagi-. 

Tubuhnya terasa pegal-pegal. Alia mengangkat kedua tangannya ke atas langit-langit. Jam tangannya sudah dia lepas, di lengan kirinya tersisa sebuah gelang dengan biji berwarna merah dan hitam. 

Tanngan kanannya mengusap gelang yang ada di lengan kirinya. 

Apa yang harus dia bicarakan pada Ghani? Penjelasan apa yang harus dia minta? Pertanyaan apa yang harus dia tanyakan?



.

I think it's enough, right? 

Mungkin kita lanjut ke Danastri dan Astaka 'setelah kejadian' lalu kembali lagi ke Alia dan Ghani waktu masuk kuliah.

*Kalau saya masih mau.


BTW boleh mampir ke cerita baru saya. Cerita yang Insyaa Allah akan sama serius dan di up dengan intens seperti 'The Past Keeper'.

Tentang seorang pria yang meninggalkan masa lalunya di kota London dan seorang wanita yang lari dari masalah keluarganya di Jogjakarta. Takdir membawa mereka bertemu di Auckland. Takdir juga yang membuat mereka sulit bersatu. Tentang berdamai pada keadaan, tentang menghadapi masalah, tentang membuka lembaran baru. 

Siapa tahu berminat membaca boleh cek profil saya. 'SejauhLondon-Auckland'.


Soon POV Danastri dan Astaka, yaa

Stay safe, happy, and healthy all!!!




Gone : Maliaza AmbaraningdyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang