Sudah! Cukup!
Ghani sudah lelah. Dia ingin pulang, dua ingin bangun dari tidurnya. Sampai kapan dia harus menemani Safield. Tidak mungkin dia tiba-tiba menghilang di tengah malam.
Mereka sudah hampir seminggu kembali ke tempat Danastri. Safield bahkan ikut membantu membereskan bekas reruntuhkan kediaman Paduka Karkasa. Dia juga menghabiskan banyak waktu dengan Danastri.
Setelah tiga hari, Ghani mengetahui kalau putri Paduka Karkasa yang tersisa adalah Danastri dan Datyani. Denurtri meninggal karena melindungi anak Ndoro Purwanka dan Datyani dari serangan Dewani malam itu. Sedangkan Dewani ditemukan meninggal setengah hanyut di sungan dengan kepala mengucurkan darah dan lengan dan kaki yang patah.
Banyak hal yang berubah.
Hal yang tidak pernah lagi Ghani lihat adalah tidak ada lagi Panglima Astaka yang selalu ada di samping Danastri. Seorang pengawal bernama Giyarto selalu menemani Danastri dan Safield.
Terlalu banyak hal mengejutkan. Terutama ketika Danastri bisa sedikit berbicara bahasa Inggris. Katanya, Ndoro Purwanka dan Astaka yang mengajarkannya. Hanya beberapa kata tapi bisa ia rangkai menjadi kalimat sederhana.
"Kau mau mengajariku?" Tanya Danastri.
Safield dengan senyum lebar dan mata berbinar mengangguk semangat. "Tentu."
Safield sudah tidak butuh dirinya. Dia bisa mengurus dirinya sendiri sampai kapal The Dussel's berikutnya datang dari Bali.
Hari ini Safield sudah menghilang dari pagi. Ghani memilih untuk bertanya pada Ndoro Purwanka dimana Panglima Astaka tinggal sekarang.
Di atas tidak jauh dari rumah Danastri dan keluarga Paduka Karkasa dan Nyai Kinasih lainnya tinggal ada sebuah rumah yang kini ditinggali beberapa pengawal termasuk Panglima Astaka.
Ghani berjalan menyusuri jalanan menanjak hingga melihat sebuah kandang sapi. Seekor kuda cokelat yang terikat dengan gerobak penuh rumput.
Dari belakang kandang berjalan seorang pria yang mungkin baru selesai meletakan pakan sapi.
"Panglima." Ghani berjalan mendekati kandang sapi.
Panglima Astaka berhenti melakukan kegiatan dan menoleh. Ia mengangkat tangannya memberi salam pada Ghani.
"Panglima, bisa bicara sebentar."
Astaka mengajaknya ke rumah tempat tinggalnya sekarang. Di teras ada dua pasang kursi bambu di sebelakang kanan dan kiri pintu masuk. Ada beberapa tanaman hias yang diatur seperti di rumah Danastri tinggal.
Seorang pengawal yang sedang lewat Panglima Astaka minta tolong untuk membuatkan minum untuk Ghani.
"Rumah sedang kosong sepertinya." Kata Astaka sambil mempersilahkan Ghani duduk.
"Panglima, apa yang terjadi pada Ndoro Danastri? Seharusnya Ndoro Danastri hanya mendapat ingatan Alia, tapi dia seperti mendapat perasaan, pengalaman, dan reaksi Alia."
Ghani dapat melihat raut terkejut dari Panglima Astaka.
Pria di hadapannya tersenyum tipis. "Tidak ada orang yang mananya 'Alia' di tempat ini, Parwoko. Rasanya seperti bangun dari mimpi yang sangat panjang ketika saya bangun Danastrii berdiri di sana." Astaka memandangnya. "Danastri, Parwoko. Bukan Alia." Tangan Astaka mengusap pergelangan tangan kirinya.
Ada sebuah gelang melingkar di lengannya.
"Alia meninggalkan sebuah kotak untuk Danastri. Isinya barang-barang yang Alia terima sebagai Danastri dan buku salinan berisi kosa kata bahasa Inggris. Dan surat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gone : Maliaza Ambaraningdyah
Historical FictionNOTE : Silahkah baca 'The Past Keeper' dulu yaa This one is kinda spin off maybe. Another story dari POV Alia, Ruby, Ghani, Astaka, dan Danastri sebelum, saat, dan setelah Alia pergi dan kembali. MUNGKIN JIKA ADA YANG BERMINAT BOLEH MAMPIR.