"AH! HAH! HAH! HAH!"
Ruby bangun terduduk di atas tempat tidurnya. AC kamarnya sama sekali terasa tidak berfugsi. Tubuhnya bersimbah keringat, kaosnya basah.
Kedua tangannya terangkat mengacak-acak rambutnya yang sebagian sudah basah. Ruby terbangun dari mimpi buruknya yang absurd.
Bagaimana bisa dia bersimbah keringat kalau kobaran api yang melalap bangunan di dalam mimpinya tidak bisa dia rasakan.
Remot AC di bawah bantal ia ambil untuk mengecilkan suhu. Dia lempar remot itu ke atas kasur lalu berdiri dan berjalan keluar kamar.
Lorong di luar kamarnya adalah villa tempatnya menginap. ada kamar adiknya di seberang dan kamar mandi di antara kamarnya dan kamar adiknya.
Perlahan, Ruby buka kamar pintu kamar adiknya. Hansa, adik perempuan tertidur terbalut selimut. Rambutnya yang panjang tergerai ke atas bantal.
Ruby berdiri di pinggir kasur adiknya. Tangannya terulur untuk mengelus kepala adiknya.
Setelah puas memandangi adiknya yang tertidur, Ruby keluar dan menyusuri area lain villa. Memastikan tidak ada apapun yang terbakar di dalam vilanya.
Semua lampu sudah mati kecuali lampu teras depan, teras belakang, dan lampu di antara kamarnya dan kamar adiknya. Kamar kedua orang tuanya juga sudah gelap. Tidak ada suara apapun kecuali detak jarum jam di ruang keluarga.
Hampir tengah malam.
Ruby kembali ke kamarnya untuk melanjutkan tidur.
Tidak sulit untuknya kembali tertidur. Apa lagi dengan suhu kamarnya yang sudah dingin.
.
Ruby kembali terbangun di kamar yang sama.
Kamar gelap kosong yang hanya ada tempat tidurnya. Jendela besar di satu dinding kini tidak lagi menyala terang karena kobaran api.
Semuanya abu-abu dan terlihat samar. Sama seperti kalian bermimpi pada umumnya.
Ruby bangun dan berjalan keluar kamar. Dia menyusuri bangunan yang kini tidak lagi terbakar api.
Tempatnya berada sekarang terlihat seperti kompleks bangunan yang terpisah-pisah. Suasannanya sunyi tidak dia lihat siapapun di tempat ini.
Tidak lagi ada genangan darah atau senjata-senjata tajam. Tidak ada lagi dua orang yang kemarin bergelut di tengah lapangan.
Ruby berjalan menyusuri sisi lain bangunan. Langkahnya menuju bangunan lain, terus bejalan pelan-pelan dalam kebingungan hingga menemukan jalan masuk.
Bangunan itu terlihat sangat kuno, tua, antik, dan mempesona sekaligus. Tangannya menyusuri dinding kayu uang dipenuhi ukiran-ukiran cantik.
Dinding itu terasa berdebu di tangannya.
Semua tampak abu-abu dan samar-samar. Keadaan sunyi yang ada membuat kebingungan Ruby semakin besar.
Langkahnya terhenti ketika ia menemukan pintu kayu besar yang terbuka. Sebelum Ruby mencapai pintu itu, ada sebuah ruangan kosong yang ada undakan tangga. Di atas undakan tangga ada terlihat ada pot tanaman besar dan bantal lantai untuk duduk.
Ruby terus bejalan hingga berdiri di depan pintu. Di hadapannya terhampar luas halaman yang penuh tanaman berbunga, dan jalanan berpasir putih kasar hingga sampai ke depan gerbang kayu di seberang.
Walau semuanya terlihat abu-abu, Ruby tahu bahwa langit itu berwarna biru terang tanpa awan. Jauh di sana terlihat puncak gunung.
Ruby berbalik dan kembali ke arah ia masuk tadi. Dia malah menyusuri bagian luar bangunan, memutarinya hingga tiba-tiba sampai di kandang kuda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gone : Maliaza Ambaraningdyah
Historical FictionNOTE : Silahkah baca 'The Past Keeper' dulu yaa This one is kinda spin off maybe. Another story dari POV Alia, Ruby, Ghani, Astaka, dan Danastri sebelum, saat, dan setelah Alia pergi dan kembali. MUNGKIN JIKA ADA YANG BERMINAT BOLEH MAMPIR.