23 : Hari-hari sandiwara

1K 83 4
                                    

"Kok kamu sama Nino manggilnya 'gue' 'lo', sih? Apa itu panggilan sayang kalian kalau emang lagi berdua aja?"

Setelah makan siang, kesibukan di kantor kembali menenggalamkan hari-hari sibuk para pekerja kantoran. Anjela yang sedang berkutat dengan gambar apartement yang harus ia selesaikan hari ini melepas fokus sebentar. Di sebelahnya, Julia ikut tersenyum mendengarnya. Posisi kubikel Rafael dan Anjela kebetulan berderet dengan Julia juga. Karena kubikel terakhir Rafael bersisian dengan tembok, jadi percakapan ini tidak terlalu terdengar ke sisi lain.

"Psst, Rafael, kamu tahu nggak panggilan sayang kita semua ke Pak Nino apa?"

Rafael agak memiringkan kepalanya untuk menjangkau Julia yang ada di sebelah Anjela.

"Kalian punya panggilan sayang juga?"

"Engkong," sembur Anjela yang menerima pukulan kecil Julia sambil memberenggut.

"Kenapa Engkong?" tanya Rafael.

"Karena dia suka marah-marah jadi cepat tua."

Rafael tergelak pelan. Cowok itu melirik ke akuarium ruang kaca Nino yang kali ini tidak ditutupi tirai. Dari luar, cowok itu terlihat sedang membaca sesuatu di mejanya. Asistennya sedang tidak di sekitar.

"Tapi Nino sebenarnya memang dalam kondisi yang sulit. Apalagi Tante Heni dan Reno masih belum sembuh sementara dia masih belum bisa meninggalkan pekerjaannya dan terus fokus sama kerjaan di Rumah Utama."

Anjela mendorong kursinya lebih dekat untuk berbisik lebih pelan, "emangnya di Rumah Utama Nino juga kerja lagi?"

"Iya. Papaku bilang kalau Nino harus mulai mengurus pekerjaan Om Gun satu per satu. Dan mungkin akan ada banyak dokumen baru dari Singapore yang harus dia urus malam ini."

Untuk sejenak Anjela tertegun. Ia baru tahu soal itu.

"Kamu nggak tahu juga soal itu?" tanya Rafael.

Anjela mamaksakan senyum. "Nggak. Dia nggak pernah cerita soal apa yang terjadi di Rumah Utama juga sih jadi..."

"Yah, begitulah beban yang harus Nino pikul. Dari kecil, waktu aku dan Nino masih sering main bersama di rumah utama, dia itu udah dididik sama Om Gun buat disiplin. Papaku kadang kasihan sama dia, jadinya beberapa kali aku sering datang buat main sebentar sama Nino. Tapi karena pengaruh Om Gun yang begitu besar, Nino jadi anak yang super cekatan dan bisa diandalkan."

Sejauh Anjela bekerja di sini, yang ia lihat dari sosok Nino hanya orang yang terlalu rempong sana-sini karena semuanya serba mendadak dan buru-buru. Nino tidak pernah menjelaskan sesuatu tapi dia orang yang langsung mencemplungkan seseorang ke dalam masalah. Sehinggal hal-hal mendadak di kantor ini sudah terkesan biasa dan Anjela bahkan tidak segan untuk tidak membenci sosok amburadul itu.

Tapi setelah tahu soal ini....

"Eh, itu papa... ngapain dia ke sini?" Rafael mengangkat matanya ke belakang Anjela dan menjangkau sosok pria berjas abu-abu yang baru saja memasuki ruang kerja. Anjela dan Julia sama-sama menoleh. Ketika keheningan kantor yang hanya diisi suara kibor dan ketikan mouse, Husein yang berjalan ke arah ruangan Nino mendadak melirik ke tempat Anjela. Refleks Anjela tergagap namun ia buru-buru melemparkan senyum singkat.

Husein tersenyum lewat matanya, lalu mengangkat alis ke arah Rafael yang mengangkat tangannya. Kelihatannya, hubungan Rafael dan Husein terlihat sangat baik. Tapi kenapa Husein dengan Nino malah harus dipersulit begini? Seandainya Rafael tahu soal wasiat itu, mungkin cowok ini bisa membantunya. Anehnya, kenapa Nino tidak mau merundingkan masalah itu dengan Rafael dan malah memilih menyembunyikannya?

Titah AgungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang