Spesial Chapter

3.3K 66 10
                                    

Hai guys! Akhirnya special chapter yang aku bikin dari awal bulan kemarin kelar juga T

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai guys! Akhirnya special chapter yang aku bikin dari awal bulan kemarin kelar juga T.T sebenarnya aku nggak berencana bikin banyak chapter tapi ternyata satu tema yang aku angkat ini bikin jadi banyak momen yang mau kutulis. Sebagai informasi juga, spesial chapter ini bisa jadi jembatan untuk sequel berikutnya.

Nah, demi memuaskan kalian yang dari kemarin minta part tambahan (sebenarnya aku juga mau lihat keuwuan Nino Anjela sih xixi) jadi inilah kupersembahkan 6 part edisi khusus Titah Agung! Yeaayy.

Tapi... karena spesial, aku bakal taruh sebagian part ke Karyakarsa ya, gais. Kalau kalian berkenan dan ingin berkunjung, kalian bisa membayar sekitar lima ribu untuk 5 part spesial yang aku unggah di sana. Nah tapi tenang aja, kalian bisa dapat cuplikan dari setiap part yang kupublikasi di sini.

Siapa tahu kalian penasaran ya, kan? hehe.

Khusus untuk part 1 kalian bisa baca gratis di sini! Yuk, silakan dibaca~ semoga terhibur^^

.

.

.

.

Dalam rangka menjenguk Kakek Chang setelah seminggu akhirnya pulih dan sadar, Anjela dan Nino pun berangkat ke Singapore menuju Rumah Besar Chang. Rumah besar yang punya empat bangunan mirip dengan Istana Presiden yang selalu menjadi tempat liburan Nino semasa sekolah dulu. Bertemu dengan Tante Yini yang ramah, Anjela pun diajak ke suatu tempat. Kira-kira ke mana, ya?

*

Part 1 : Rumah Besar Kakek Chang

Pertama kali menghirup udara Singapore, entah perasaan Anjela saja atau memang udaranya yang terasa ringan dan rentan polusi. Dari balik jendela yang dibuka, langit cerah tanpa awan. Gedung-gedung memenuhi lansekap kota sementara dari depan kamar, terdengar seseorang mengetuk pintu.

    "Non Jel, sudah bangun?"

    Suara Hani, salah satu dayang dari Rumah Utama yang ikut mendampingi Anjela sampai sini.

    Pintu berderit terbuka, Anjela yang masih mengenakan piyama dibalut jubah tidur berwarna putih mengulet. Ia berdiri di balkon kecil samping kamar. Rambut sebahunya tergerai kusut sementara warna cat kukunya masih belum diganti sejak Nino menyuruhnya ikut ke Singapore untuk menjenguk Kakek Chang.

    "Udah, Han," jawab Anjela sambil memejamkan mata. Merasakan sinar mentari yang mengguyur permukaan kulit wajahnya. Angin menderu pelan, menyapukan perasaan baru yang membuat pikirannya seketika terasa ringan.

    Setelah keputusan yang ia dan Nino buat—bahwa mereka tidak akan menyerah untuk mendapatkan wasiat itu, Anjela pun mencari tahu soal Kakek Chang dan bagaimana semua orang di sini—bahkan Tante Heni sangat menghormati beliau.

Titah AgungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang