31 : Sisi mana yang benar

1.2K 107 9
                                    

Sebelum Nino benar-benar keluar kamar diam-diam, di antara keheningan pagi hari, ia melirik ke tempat Anjela berbaring miring. Gadis itu masih terlelap dengan mata memejam damai. Untuk sesaat, Nino jadi teringat waktu ia masih sebangku dengan gadis itu.

Saat itu, jam istirahat kedua sekitar pukul sebelas. Anak-anak sibuk bermain-main dan mengobrol keras-keras di kelas. Nino seperti biasa membaca buku di tempatnya sementara Anjela tidur karena katanya dia habis membantu mamanya mengemas baju-baju pesanan seragam untuk sebuah ibu-ibu arisan yang mau jalan-jalan sampai kurang tidur. Nino masih ingat tampang gadis itu ketiduran di atas buku matematikanya dengan mulut sedikit membuka. Sampai tak sengaja, seorang anak laki-laki yang sedang lempar-lemparan bola di kelas hampir saja mengenai kepala gadis itu.

Mau tak mau Nino pun menepiskan bola itu sampai tangan kanannya sedikit terhantam bola keras hanya demi Anjela tidak terbangun dengan cara yang menyakitkan begitu. Anjela tentu sedikit terbangun karena refleks Nino yang langsung bangkit membuat meja sedikit bergeser, tapi gadis itu malah memarahi Nino tanpa tahu sebenarnya apa yang terjadi.

Kalau diingat lagi, bukankah kejadian itu sedikit lucu?

Dengan sekarang, Nino benar-benar memandangi wajah yang sama lagi namun di tempat yang berbeda. Di tempat di mana ia tidak pernah menduga bisa berada.

Sebenarnya, kenapa Anjela bisa begitu baik dan mau menerima semua pekerjaan ini? Ia memang terkesan memaksa, tapi selagi Anjela bisa memilih memberontak, seharusnya ia bisa melakukan itu. Tapi waktu Anjela menjelaskan kalau bukan demi ibunya dan ibu Nino, apakah hal itu bisa masuk hitungan sebagai alasan? Atau sebenarnya gadis ini punya rencana lain setelah ia tahu keluarga Nino sebesar apa?

Anjela bernapas pelan dan damai. Seolah kejadian kemarin sudah larut dalam hari kemarin. Tinggal dalam malam-malam yang melelahkan. Jika Nino boleh berkata, ia malah tidak percaya kalau Anjela tidak membantunya. Karena sejak dulu, tanpa sadar, Nino sudah percaya kalau Anjela sebenarnya orang yang mengenalnya dengan cara yang lain. Orang yang percaya padanya seolah hal itu sudah sangat wajar. Orang yang tahu kalau Nino sebenarnya seperti apa. Apakah alasan ini juga salah satu hal yang membuatnya yakin untuk memutuskan hubungannya dengan Celine?

Tangan Nino hampir menyentuh poni rambut Anjela yang menutupi matanya. Tapi ia langsung tersadar dan bangkit berdiri.

Sinar matahari dari tirai yang tidak ditutup rata itu membuahkan petunjuk baru. Ia harus bangun dan siap-siap menghadapi hari baru.

Hari setelah ia menikah. Entah apa yang sudah disiapkan para pelayan tapi satu yang Nino waspadai mulai sekarang adalah, Celine sudah memberitahu ke Husein tentang pernikahan palsu mereka. Maka, siapa yang bakal tetap dijalan skenario dan mana yang bakal mengingkarinya lebih dulu?

Yang pasti, Nino tidak akan keluar dari skrip. Karena selain dia sutradaranya, dialah pembuat cerita ini.

Nino membuka pintu perlahan-lahan dan mendapati lorong depan kosong. Ia mengamati langit-langit lobi panjang yang besar dan tinggi sebentar. Memastikan ke arah tangga depan kalau tidak ada yang lewat—terutama Husein. Tapi waktu itu berbalik menutup pintu dan beranjak ke ujung lorong, tepat di samping pilar besar yang menghalangi sebelum tangga, Nino menemukan seseorang berdiri di sana.

"Raf?"

Dengan berbalut kemeja rapi, cowok itu bersandar setengah menunduk. Begitu melihat Nino, Rafael langsung mengangkat wajah tanpa mengulas senyum ramahnya seperti biasa. Sekilas, Nino mulai mencurigai sesuatu.

"Kenapa lo gini, No?"

Pertanyaan Rafael membuat Nino langsung tahu ke arah mana pembahasan tidak bertele-tele ini. Nino hendak membuang wajah dan malas membahasnya apalagi di sini. Bisa saja ada pelayan yang tidak sengaja lewat dan mendengar. Namun posisi ini sebenarnya agak jauh dari lalu lalang para pelayan.

Titah AgungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang