Anjela langsung meninggalkan sarapannya saat Nino mengucapkan itu. Untuk beberapa alasan yang tidak ia pikirkan, entah kenapa ia membiarkan kakinya menuntun debar jantung yang tiba-tiba terasa mencubit-cubit hatinya.
Barusan Nino ngomong apa sih? Dia masih belum sadar kali ya, jadinya ngelindur?
Para pelayan yang sibuk membereskan kamar Anjela seketika terdiam kaget waktu dia memasuki ruangan itu.
"Loh, Nyonya kenapa ke kamar ini? Kamar Nyonya—"
"Jangan panggil gue Nyonya. Kesannya ketuaan," sergah Anjela sambil duduk dan mulai menyisiri rambutnya yang terlihat cukup acak-acakan waktu ia melewati cermin.
Salah satu pelayan yang biasa merawatnya mendekat sambil menahan senyum. "Non, sebenarnya kemarin malam kita mau kasih ini, tapi berhubung nggak berani ganggu kalian berdua di malam pertama...."
Anjela mengernyit tipis. Seandainya para pelayan baik hati ini tahu apa yang terjadi semalam, mereka pasti tidak perlu repot-repot merasa enggan hanya untuk mengetuk pintu. Pelayan yang lain datang dari arah wardrobe sambil memegang sebuah kotak kecil dari bahan beludru hitam. Lalu meletakkannya ke atas meja rias di depan Anjela.
"Ini dari Nyonya Besar Heni, Non. Katanya hadiah spesial atas hari pernikahan, Non."
Dari Tante Heni? Anjela memungut kotak itu perlahan lalu membukanya dengan hati-hati. Seutas kalung dengan liontin berbentuk koin dengan lubang di tengahnya terbuat dari baja dan di sekitar koin itu menempel titik-titik batu permata yang berkilau. Sepintas, liontin itu seperti koin zaman dulu hanya saja dihias dengan permata cantik dan mewah.
"Ini adalah kalung koin permata yang pernah Nyonya Besar beli di sebuah toko di Paris. Kabarnya, kalung ini bisa memberikan kesejahteraan pada siapa pun yang mengenakannya. Nyonya Besar sudah menyimpan kalung ini sejak lama. Dan dia berpesan akan memberikannya buat orang yang nantinya diperistri oleh Tuan Nino."
Mendadak Anjela merasa canggung. "Ta–tapi, ini..."
Para pelayan tersenyum sambil menunduk sedikit. "Mohon diterima dengan hormat, Non."
Menyentuh liontin koin permata ini saja terasa sangat mewah. Sebenarnya Anjela menolak dengan keras apa pun yang akan ia terima di rumah ini kecuali kebutuhan sehari-hari. Tapi selagi sandiwara ini belum berakhir—setidaknya, sebelum dua hari lagi, Anjela harus pura-pura menerima ini. Walau kesannya, ini sulit untuk ditipu karena Anjela merasa kalung ini memang begitu cantik dan ia sedikit menyukainya.
Pintu kamar Anjela mendadak diketuk dua kali. Anjela mengangkat wajah dan melihat sosok di ambang pintu.
"Rafael?"
Para pelayan mulai beranjak pergi dari ruangan dengan kompak. Anjela meletakkan kembali kalung itu dan menyimpannya baik-baik selagi Rafael yang mengenakan kaos polos lengan panjang berjalan masuk ke kamar. Dengan santai, cowok itu duduk di tepi ranjang yang ada di depan meja rias Anjela. Dari pantulan cermin, Anjela bisa lihat wajah sendu cowok itu.
Mata Rafael mengarah ke jendela di samping yang tirainya dibuka sementara bibirnya mengatup rapat tanpa senyuman. Nampak berbeda dari Rafael yang biasanya ceria dan murah senyum.
"Kamu..." Anjela ingat kalau cowok ini sudah tahu soal sandiwara yang dimainkannya dengan Nino juga terlebih dengan surat wasiat itu. Entah apa yang ingin Rafael bicarakan tapi menghadapinya sekarang bikin Anjela tidak tahu harus melakukan apa.
"Kenapa kamu mau terima pekerjaan ini?" Hanya satu pertanyaan tapi mampu membuat Anjela tidak berkutik untuk beberapa detik. Anjela memutar tubuhnya supaya menghadap Rafael sepenuhnya. Cowok itu beralih menatapnya lurus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titah Agung
RomanceCompleted Pria idaman Anjela adalah seorang protagonis yang sering muncul di K-drama. Memang mustahil sih buat dapatin cowok sesempurna dan seindah di drama, tapi kalau usaha, nggak ada yang halangin, kan? Sayangnya, kehidupan Anjela sebagai penulis...