Part 14

4.5K 444 49
                                    

Kedua saudara tak sedarah ini keluar dari mobil dengan wajah yang memancarkan aura kebahagiaan, si jangkung sedikit terkejut kala tangan sang adik sudah terapit di lengannya. Dia menoleh dan mendapatkan Gracia sedang menatapnya dengan hangat, sama seperti dulu. Shani benar-benar terharu, tak ada apa pun yang bisa menggantikan momen saat Gracia kembali menerimanya secara utuh seperti sedia kala.

Dia acak pelan rambut sang adik membuat Gracia tertawa dengan nada manja, perlahan keduanya melangkah masuk dan abai akan perhatian beberapa orang yang melihat keduanya dengan raut wajah tak percaya. Shani lepaskan tangan Gracia yang merangkul lengannya, dia bawa menuju telapak tangannya lalu menggenggam tangan sang adik begitu erat seolah tak ada siapa pun yang bisa melepas genggaman tangan mereka.

"Kamu cocoknya di situ ge, di telapak aku bukan di lengan" Gracia memukul bahu Shani membuat sang korban tertawa, pukulan si mungil ini tak sakit sama sekali dan tak lucu juga tetapi wajah Gracia yang malu-malu seperti itu mengundang tawa yang tidak bisa Shani hentikan.

"Jangan diketawain dong!!"

"Yah maaf, abis kamu lucu amat sih!! dasar bayi gede" Gracia mencebik kesal, julukan bayi gede yang Shani berikan kepadanya membuat si manis bertulang hidung berlebihan itu tidak suka tetapi dia akui memang tingkahnya selalu kekanak-kanakan jika berada di dekat Shani.

"Aku bukan bayi!! orang aku udah gede, udah bisa ngurus perusahaan papa sendiri" Shani hanya mengangguk saat Gracia menatapnya begitu tajam, lebih baik dia mengangguk setuju daripada manusia mungil yang kadar gengsinya setinggi gunung itu pundung dan berakhir mendiamkannya.

"Yaudah gih masuk" alis Gracia menyatu, dia tatap Shani dengan wajah penuh tanya membuat yang ditatap merasa aneh. "Kenapa dah kamu, ge?"

"Kamu gak ikut masuk?"

"Lah, ngapain?" Gracia berdecak kesal, dengan kasar dia tarik tangannya yang menggenggam si tinggi dan berlalu pergi meninggalkan Shani yang kebingungan. "Dia kenapa sih?"

"Hai, ci Shani.." mendengar namanya disebut membuat Shani menoleh, senyumnya terlihat saat seseorang yang menyapanya kini berlari dengan tangan direntangkan membuatnya ikut-ikutan merentangkan tangan.

"Kayak udah lama gak ketemu aja kamu, Sis" tangan Shani terangkat guna mengusap kepala Sisca membuat gadis manis itu tersenyum begitu lebar. Kemudian pelukan mereka merenggang, Shani menatap Sisca yang juga menatapnya.

"Kok tumben ke sini? mana pake baju ala kadarnya lagi" Shani tertawa mendengar celotehan Sisca yang memang terkenal bermulut pedas.

"Lagi males ke rumah sakit, barusan nganterin Gracia.. kamu juga kok tumben telat? ck ck ck.. sangat tidak profesional ternyata nona Fransisca ini" Sisca yang disebut tidak profesional menatap Shani dengan tatapan sinis, tidak terima dijuluki seperti itu.

"Enak aja, aku tepat waktu tahu. Udah deh jangan ngeselin pagi-pagi, aku lagi males adu jotos sama kamu" Shani kembali tertawa hingga tak sadar tawanya membuat beberapa orang yang berlalu lalang menatapnya aneh. Sisca yang tahu hal itu pun menutup mulut perempuan yang umurnya dua tahun di atasnya membuat Shani menatapnya bingung.

"Ketawa kamu kayak abang-abang, ci. Dilihatin banyak orang nih, gak malu apa?" ucap Sisca membuat Shani kembali tertawa meski sudah dibekap membuat si manis begitu frustasi.

"Aaaaaa cici mah!! udahan dong, ngambek beneran yah aku!!" Shani mengangguk, perlahan melepaskan bekapan Sisca di mulutnya, melihat gadis yang memiliki tinggi hanya sebatas bahunya mulai mengerucutkan bibirnya.

"Udah diem nih, gak usah di monyong-monyongin tuh bibir, sengaja yah biar aku cium?" bibir yang tadinya di poutkan sontak sirna karena tertutupi tangan Sisca yang kini menatap Shani dengan raut wajah kesal. Sedangkan yang ditatap hanya menatap balik dengan ekspresi tenang, Shani Indira memang jarang sekali menampilkan sisi ngeselinnya tetapi jika sifat itu terlihat, sudah pasti membuat lawan bicaranya amat sangat kesal.

Bersama Selamanya [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang