Part 28

3K 397 53
                                    

Di sinilah Shani berada sekarang, di hamparan pantai indah dengan waktu yang telah menunjukkan pukul lima sore. Shani memandang ciptaan yang maha kuasa dengan tatapan kosong, siapa pun yang melihatnya pasti tahu arti tatapan itu tidak mengandung kekaguman malah sebaliknya. Hampir sepuluh jam berada di pantai ini tetapi tak membuat gadis tinggi itu berniat meninggalkan pemandangan indah ini.

Shani terlalu takut untuk kembali, Shani terlalu takut bila hatinya kembali merasakan sakit. Fakta yang beberapa hari ini silih menghampiri benar-benar membuatnya kalut. Shani mendongak seolah menantang matahari yang masih terang-terangnya, air matanya kembali mengalir tanpa disadari.

"Tuhan, mengapa sesakit ini bertahan di dunia yang kau ciptakan? bila memang aku gak bisa bahagia kenapa gak kau ambil saja nyawaku ini? aku capek tuhan, aku capek berusaha kuat" Shani menundukkan kepalanya, sekujur tubuhnya gemetar tetapi Shani menahan semua itu.

Tujuh tahun lalu saat menerima fakta dirinya bukan anak kandung keluarga Harlan saja hatinya remuk seperti ditimpa batu besar, kini Shani harus menerima fakta yang lebih menyakitkan bahwa yang membuatnya berada di antara keluarga Harlan adalah karena ibu dari orang tua angkatnya membunuh kedua orang tuanya disaat dirinya masih belia. Shani tak tahu bagaimana menjabarkan rasa sakit di hatinya saat ini, rumah yang benar-benar dia jaga, keluarga yang selalu dia bahagiakan, adik-adik yang sangat dia sayangi ternyata semua itu telah dirancang secara diam-diam sang oma untuk menghancurkannya sedalam ini.

Bahkan papanya, Bima mengambil dan mengangkatnya sebagai anak karena perasaan bersalah atas apa yang oma lakukan terhadap orang tuanya. Shani hancur, benar-benar hancur. Menangis dalam kesendirian adalah jalan jitunya untuk menenangkan diri, tak perlu ditemani karena saat ini dirinya butuh waktu untuk menepikan diri dari semua orang.

Kepalanya mendongak saat telapak tangan besar menyentuh dan mengusap kepalanya, napas Shani tercekat saat tahu siapa yang berani datang ke tempat yang semestinya tak seorang pun bisa tahu. Bibir Shani bergetar, sekuat tenaga untuk tidak berteriak saat sosok itu merentangkan tangan dan meminta balasan untuk di peluk.

"Ci Desy!!" Desy terkekeh saat keduanya jatuh tertidur di pasir pantai, memeluk Shani begitu erat meski mulutnya tak berucap apa-apa mendengar isakan pilu dari sahabat tersayangnya.

Desy baru saja mendapat berita dari Gracia bahwa Shani menghilang, dirinya yang baru pulang dari perjalanan bisnis menggantikan seonggok manusia yang sedang memeluknya itu pun langsung panik dan memutari Jakarta untuk menemui Shani. Desy melarang Gracia yang ingin ikut bersamanya, bukan waktu yang cocok menghadirkan Gracia di tengah kekacauan yang keluarganya lakukan kepada Shani.

Desy terus memeluk Shani, membiarkan adik manisnya itu mencurahkan semua sakit di hatinya kepadanya. Desy turut bersedih atas apa yang dialami Shani selama dia pergi, Shani pasti sangat menderita karena tampil baik-baik saja selama beberapa waktu ini.

"Sekalinya ketemu malah ngelihat lo nangis kejer kayak gini, Shan. Padahal gue belum nanyain kabar lo selama gue tinggalin" ucapnya sembari merenggangkan pelukan mereka, menghapus sisa air mata yang masih ada di pipi tirus gadis sempurna itu.

Shani tersenyum tipis mendengarnya, dalam hati berterimakasih kepada tuhan karena mengembalikan sosok yang dia butuhkan saat ini. Kini keduanya duduk bersebelahan sembari menatap pantai, matahari pun mulai tenggelam dan membuat warna dunia berbeda.

"Apa kabar lo?" Shani tersenyum miris, menggelengkan kepalanya.

"Buruk dan hancur"

Desy tersenyum tipis, merangkul bahu kokoh itu agar mendekat ke arahnya. "Siapa yang berani buat adek gue sakit hati kayak gini? sini dia biar gue mampusin"

Shani menatap Desy dengan tatapan mengejek. "Oma, sok yakin banget mau mampusin oma. Yang ada lo yang dijadiin makanan harimau dia"

"Biar aja gue jadi makanan harimau dia asal adek kesayangan gue ini gak nangis lagi. Gue gak suka lihatnya, lo gak cocok nangis Shan jatuhnya kayak banci" Shani memukul bahu Desy kuat, kesal mendengar ledekan itu.

Bersama Selamanya [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang