Sekarang Shani sedang berada di sebuah kafe, menunggu kedatangan Sisca yang membuat janji dengannya. Shani tak jadi ke perusahaan melainkan meminta Sisca untuk bertemu di cafe sekitaran perusahaan. Meski harus merayu ketiga adiknya dengan ekstra tenaga, akhirnya Shani bisa melepaskan diri sejenak dari jeratan ketiga bocilnya itu.
Gadis cantik itu melihat jam tangannya, sudah hampir lima belas menit dia menunggu tetapi mengapa Sisca tak juga memunculkan diri? rasa khawatir mulai merasuk di hati Shani. Tangannya sibuk mencari ponsel di tas yang dia bawa lalu mencari nomor kontak Sisca. Nada hubung terus terdengar membuat Shani semakin khawatir, apa Sisca baik-baik saja dalam perjalanan?
"Kamu ke mana sih Sisca?" Shani masih terus berusaha menghubungi Sisca. Setelah hampir lima puluh panggilan yang tak terjawab, Shani bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan kafe. Tujuan utamanya saat ini ialah perusahaan, Shani berusaha meyakinkan dirinya kalau Sisca baik-baik saja.
Shani mengemudikan mobilnya dengan satu tangan, satu tangannya yang lain terus menekan tombol panggilan kepada Sisca yang tak kunjung terjawab. Ada apa gerangan? hal sepenting apa yang terjadi hingga Sisca tak mau mengangkat panggilan atau pun membalas pesannya?
"Sisca tolong angkat, kamu di mana?" mobil yang Shani kendarai akhirnya sampai di halaman perusahaan. Shani mencari parkiran untuk mobilnya, selepas itu langsung berlari memasuki lobby dan mencari di mana Sisca.
Shani terlihat sangat panik, benar-benar panik sampai mengabaikan sapaan para pekerja yang menatapnya heran. Shani bahkan lupa jika perusahaan memiliki lift sampai berlari menaiki tangga meski napasnya mulai tak sanggup. Saat pijakan anak tangga terakhir, tubuh Shani hampir saja terhuyung jika tak memegang penyangga tangga. Peluh membanjiri keningnya, Shani berusaha mengontrol napasnya yang patah-patah.
"Sisca.." ucapnya begitu lirih.
Shani kembali berlari setelah merasa tenang dan mencari ruangan Sisca, saat sudah sampai di depan pintu ruangan wajah Shani berubah lega melihat seseorang yang membuatnya hampir mati karena panik tampak anteng tidur di sofa. Shani memasuki ruangan itu, menutupnya dengan pelan dan tersenyum tipis menyadari tingkahnya yang seperti orang gila tadi.
Shani duduk di lantai samping sofa, menatap Sisca yang terlelap begitu damai sampai tak terpengaruh saat Shani mengusap rambutnya. "Kamu hampir buat aku mati, Sisca" apa yang Shani katakan benar, napasnya hampir habis karena berlari hingga ke lantai paling tinggi perusahaan.
Shani membenarkan posisi duduknya, bersandar di kaki sofa dan mulai menutup mata. Tidak tidur, Shani hanya ingin menstabilkan energinya yang terkuras habis. Tindakannya tadi benar-benar konyol, mengkhawatirkan seseorang sampai tak berpikir panjang untuk menelepon pihak perusahaan.
Hampir satu jam Shani berada dalam posisi tersebut, sedangkan gadis yang tidur di sofa mulai menggeliat dan perlahan membuka matanya. Membentangkan tanga selebar mungkin lalu membangkitkan tubuhnya.
Bola mata gadis itu hampir keluar melihat Shani tertidur dalam posisi duduk dengan tangan di dekap di dadanya. Sisca langsung mencari di mana jam dinding berada, matanya semakin melebar saat mengetahui jam makan siang telah berakhir karena sudah memasuki pukul tiga sore.
Sisca menatap sendu Shani yang tampak kelelahan, merasa sangat bersalah dan lalai dalam janjinya untuk pergi bersama Shani. Sisca merutuki mood-nya yang teramat hancur hari ini, menon-aktifkan ponsel dan memilih tidur tanpa memberitahu Shani bagaimana keadaannya. Sisca yakin Shani pasti sangat mengkhawatirkannya, hal itu membuat Sisca semakin merasa bersalah.
"Berantakan banget bajunya, kasian banget cici aku sampe ketiduran di lantai gini" gumamnya, Sisca mengambil ponsel dan menyuruh OB untuk membawakan beberapa makanan serta cemilan untuk dirinya dan Shani. Sisca sangat yakin Shani belum makan siang mengingat jika Shani tipe orang yang malas makan jika sudah lewat jadwal makannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama Selamanya [End]
FanfictionMenceritakan empat bersaudara di mana kakak pertamanya tidak akrab dengan kakak biologis mereka, Shani dan Gracia. Kejadian beberapa tahun yang membuat kedua kakak yang dulunya selalu berdua kini bagaikan air dan minyak yang tak bisa bersatu.